Mohon tunggu...
Aziz Setya
Aziz Setya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Komunikasi dan Pernyiaran Islam

Saya mahasiswa IAIN Ponorogo yang bertempat tinggal di Pacitan, Jawa Timur. Selain menulis artikel saya juga menulis cerpen atau novel | email: azizsetya5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Ngototnya Dukungan Barat dan Perlawanan Timur tentang LGBT

29 November 2022   11:58 Diperbarui: 29 November 2022   12:08 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbeda dengan negara Timur yang masih menggunakan adat istiadat, budaya dan agama untuk menjadikan sebuah hukum negara. LGBT secara tegas ditolak karena tidak sesuai dengan kodrat manusia.

Penolakan juga sangat kuat di negara mayoritas menganut Islam bahwa perilaku LGBT melanggar perintah Tuhan. Selain dari agama, negara Timur masih memegang tradisi dan adat istiadat yang juga melarang tindakan menyukai sesama jenis.

Bagi mereka, perilaku LGBT merusak moral dan adab manusia. Bangsa Barat dianggap gagal dalam menghadapi krisis moral dan kebebasan berekspresi yang hanya mengikuti hawa nafsu, kepentingan politik, dan revolusi teknologi industri.

Orang LGBT tidak bisa dikategorikan sebagai  manusia  beradab  karena kekuatan jiwa rasionalnya tidak bisa mengontrol nafsu kebinatangan yang terdapat pada diri manusia. Tindakan homoseksual merupakan  bentuk dari ketidakseimbangan syahwat,  sehingga aktivitas  seksual  tidak dapat lagi  dikendalikan  akal.

Dikutip dari thisisgender.com dari artikel "LGBT dan Moralitas", Perilaku LGBT merupakan bentuk kezaliman terhadap diri sendiri karena manusia telah diberikan pengetahuan  dan petunjuk oleh Tuhan, agar mampu membedakan mana baik dan benar. Konsep kezaliman terhadap diri sendiri ini, merupakan ciri khas etika Islam yang tidak ditemui dalam etika Barat sekuler .

Pandangan psikologi terhadap LGBT

Dikutip dari suara.com, Tahun 1973, asosiasi psikiater di Amerika mencabut kategori homoseksualitas dari semua kategorinya dari buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Source (DSM-IV). Kemudian tahun 1990, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut homoseksualitas dari Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD). Ini diikuti Kementerian Kesehatan mencabut LGBT sebagai penyakit kejiwaan di Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) edisi III pada 1993.

LGBT merupakan sebuah keunikan pada diri seseorang dan bukan penyakit. Kondisi tersebut bisa jadi telah didapat semenjak lahir atau bawaan. Namun yang paling mempengaruhi seseorang menjadi LGBT ialah pengaruh lingkungan, atau memang karena trauma akibat pengalaman tertentu.

Pergaulan menjadi faktor kuat seseorang menjadi LGBT. Walaupun bawaan lahir memiliki potensi menyukai sesama jenis namun lingkungannya tidak ada yang demikian, maka ia akan menjadi heteroseksual.

Sebaliknya juga begitu, seseorang terlahir heteroseksual namun lingkungan banyak yang menyukai sesama jenis, maka dia akan berperilaku LGBT.

Menurut Psikolog Klinis dan Hipnoterapi, Liza Marielly Djaprie dikutip dari okezone.com, bahwa bagi mereka yang bisa dan ingin diarahkan ke budaya masyarakat normal (pasangan berbeda jenis) maka dapat mengikuti terapi. "Terapi di sini bukan karena LGBT sakit. Sama seperti orang introvert, mereka bisa diterapi untuk lebih mampu membuka diri. LGBT bisa mengikuti terapi konseling, hipnoterapi, atau metode belajar," tutupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun