Mohon tunggu...
Aziz Riyanto
Aziz Riyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswa teknologi pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia: Kapan Rakyat Kita Cerdas?

16 April 2016   11:05 Diperbarui: 16 April 2016   11:23 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlunya mengakomodir kecerdasan

Cerdas disini diartikan bisa dari berbagai hal yaitu segi kognitif (pengetahuan), afektif (tingkah laku atau sikap) dan psikomotorik (keterampilan). Kecerdasan tidak hanya diartikan tahu berbagai hal (menghafal) tetapi seberapa kuat analisa pengetahuan anda dalam menggali permasalahan maupun potensi yang ada serta merumuskan pemecahan masalah (problem based learning). Kecerdasan karakter dan norma tidak hanya dilakukan dengan membuat peraturan sebanyak dan seketat mungkin ( reward and punishment) tetapi menciptakan kesadaran akan tanggung jawab dan saling menghargai perbedaan sikap orang lain. Kecerdasan tidak hanya mengulangi secara terus menerus  tetapi lebih menekankan arti dan maksud dari pembelajaran dan menimbulkan keterbukaan pikiran atau imajinasi seseorang.

Dunia sebenarnya sudah menemukan kunci jawaban untuk menciptakan manusia cerdas yaitu teori tahap perkembangan (Piaget), kecerdasan jamak (Gardner), cara kerja otak (Medina), cara kerja gen (Ridley/Murakami), kontrukstivisme serta kurikular domain. Intisari dari teori tersebut mengajarkan kita memahami kecerdasan setiap orang berbeda dengan yang lain lengkap dengan perbedaan motivasi, gaya belajar dan tujuan siswa. Namun, ada anggapan bahwa teori hanyalah sebuah teori bukan teori adalah praktis. Realitas menjadi tumpuan para praktisi sehingga penerapan teori tersebut sangatlah sulit. Maka, perlu membuat sebuah kontruksi agar persyaratan dari teori itu dapat diterapkan di sekolah dan pembelajaran. Lewat sebuah teori kita dapat membuat sebuah model, strategi, metode dan teknik pembelajaran. Seperti yang dilakukan Munif Chatib Chatib memulai pengembangan penerapan kecerdasan majemuk di sekolah Yayasan Malik Ibrahim Gresik, kini bernama YIMI Gresik, Jawa Timur.

Pendidikan kita selayaknya menciptakan kebhinekaan dan membuka pikiran siswa lewat realitas yang ada. Selama pendidikan kita hanya begini-begini saja dalam artian masuk sekolah kemudian lulus maka selembar ijazahlah yang hanya didapat siswa. titik awal perubahan pendidikan yang progresif akan menjadi tujuan rakyat yang cerdas kelak. Sudah sewajarnya jika usaha pencerdasan masyarakat tidak hanya dibebankan pada pendidikan formal saja namun lebih kepada pendidikan sepanjang hayat, karena manusia sejatinya adalah makhluk yang senantiasa belajar untuk memperbaiki hidupnya dimanapun, kapanpun dan apapun.

 

Sumber : diambil dari berbagai literatur baik itu cetak maupun digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun