"Ibu, Bunda, umi Tupperwarenya ilanggg"Siapa sih masayarakat Indonesia yang tidak kenal dengan produsen peralatan dapur satu ini, yak betul! Tupperware, benda keramat satu ini selalu menjadi salah satu faktor terbesar permasalahan dirumah tangga yang ada di Indonesia. Ketika anak ataupun ayahnya menghilangkan benda satu ini entah itu alat makan ataupun botol, hemmm..siap-siap mejadi mangsa para emak-emak dirumahnya masing- masing.
Namun, belakangan muncul kabar kurang baik dari Miguel Fernandez selaku CEO perusahaan multinasional Tupperware yang tengah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya demi menghemat uang operasional.
Mengutip CNN Business, Selasa (11/4), kondisi keuangan perusahaan yang memasarkan produk plastik untuk keperluan rumah tangga itu sedang buruk. Pihak perusahaan dan penasihat keuangannya mengatakan perlu dana tambahan agar bisa bertahan.
Saham dari perusahaan multinasional yang sudah berdiri kurang lebih hamper 77 tahun ini turun 90% dalam satu tahun terakhir, hal ini yang membuat suasana perusahaan terlihat kian semakin mendekat kedalam jurang.
"Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami," ucap Miguel Fernandez.
Brand yang sempat diagung-agungkan oleh para ibu-ibu rumah tangga yang berasal dari semua kalangan pada zamannya ini tengah diuji oleh tuntutan zaman. brand yang terkenal dengan citranya yang tenang, mau tak mau harus melepaskan mahkotanya dan terjun kembali untuk menarik pelanggan yang lebih muda dengan produk yang lebih baru dan lebih trendi.
Analisis Ritel sekaligus Direktur Pelaksana Global Data, Retail Neil Saunders mengatakan bahwa belakangan muncul beberapa permasalahan yang tengah merugikan Tupperware, seperti halnya penurunan omset penjualan dan produk yang cenderung 'kolot' atau kurang inovatif  Â
 "Beberapa masalah merugikan Tupperware, termasuk penurunan tajam dalam jumlah penjual, penurunan konsumen pada produk rumah tangga, dan merek yang masih belum sepenuhnya terhubung dengan konsumen yang lebih muda," ucap saunders dalam sebuah wawancara.
Saunders juga mengatakan bahwasannya faktor penyebab Tupperware berada dalam posisi ibaratkan sudah berada ditepi jurang secara finansialnya, karena perusahaan ini tengah berjuang meningkatkan omset penjualan yang belakangan kian menurun. Di sisi lainnya, perusahaan multinasional ini tidak memiliki aset yang begitu besar, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas  yang besar pula untuk mengumpulkan uang.
"Perusahaan ini dulunya merupakan sarang inovasi dengan gadget dapur pemecah masalah, tetapi sekarang benar-benar kehilangan keunggulannya," ujar saunders.
Pengaruh akan zaman yang cepat berlalu sangatlah tidak terasa, memang dapat dikatakan, pada zamannya Tupperware merupakan alat keperluan rumah tangga yang sangat 'visioner' Â Pada tahun 1946 earl tupper, pria berkewarganegaraan Amerika ini merupakan pencetus wadah yang memang dipergunakan untuk keseharian baik dalam rumah tangga ataupun di luar yang berguna untuk menyimpan makanan dan membuatnya kedap udara.Â
Ternyata, tutup Tupperware yang ikonik dan menjamin wadah kedap udara dan kedap air ini terinspirasi dari tutup kaleng cat. Inovasi inilah yang membedakan Tupperware dengan wadah serupa dari merek lain.Â
Sementara plastic bahan dasar dari pembuatan Tupperware merupakan bioplastik, yaitu campuran dari sayuran dan buah-buahan yang teruji aman untuk makanan dan cukup ramah untuk lingkungan.
Dilansir dari Republika, "Strategi penjualan  yang dilakukan Tupperware dulu adalah dengan menempatkan perempuan sebagai pusat penjualan dari rumah ke rumah. Hal itu pun sangat membantu banyak perempuan, khususnya pada perang dunia ke II untuk memiliki penghasilan sendiri."
Dapat disimpulkan bahwasannya dari kedua faktor diatas berdasarkan dari segi kualitas dan inovasi barang yang pada zaman itu tupperware menduduki peringkat teratas dan juga dari segi marketingnnya yang mampu membuat ibu-ibu rumah tangga pada saat itu mati-matian membeli barang tersebut.Â
Namun kembali lagi, zaman yang kini kian pesat berganti tanpa diimbangi oleh adanya evaluasi dan juga inovasi kelak akan justru bernasib sama oleh perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan kedua faktor tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H