Oleh : Azizatun Nufus
Lugina Wati
Pada zaman sekarang ini, hukum adat masih erat dikalangan masyarakat Indonesia. Hukum adat di wariskan secara turun temurun dari nenek moyang kita dengan bentuk yang beragam. Nah, kali ini kita akan membahas tentang hak waris.
Menurut pakar hukum Indonesia, Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris).
Unsur-unsur hukum waris adat masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia terdiri atas:
a. Pewaris;
b. Harta warisan; dan
c. ahli waris.
Pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup, baik keluarga melalui hubungan kekerabatan, perkawinan maupun persekutuan keluarga melalui hidup dalam rumah tangga. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewarisan selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Pengalihan harta kepada keluarga yang disebutkan terakhir ini, biasanya bersifat jaminan keluarga yang diberikan oleh ahli waris melalui pembagiannya. Oleh karena itu, yang tergolong sebagai pewaris adalah:
- Orang tua (ayah dan ibu);
- Saudara-saudara yang belum berkeluarga atau yang sudah berkeluarga tetapi tidak memiliki keturunan; dan
- Suami atau istri yang meninggal dunia.
Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan itu terdiri atas :
- Harta bawaan atau harta asal;
- Harta perkawinan Atau Gono Gini
- Harta pusaka
Porsi pembagian harta waris
Di dalam masyarakat kami pembagian harta waris dibagi berdasarkan prinsip “wong lanang sepikulan wong wadon segendongan” yakni anak laki-laki memperoleh bagian dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
Prinsip sepikul-segendong mengandung makna antara laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh hak mewaris yang sama, namun bagian masing-masing berbeda, pihak laki-laki yang dianggap memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih banyak (sepikul) daripada perempuan (segendong) . hal ini berkaitan dengan peran/tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki, yang mana laki-laki sebagai tulang punggung keluarga dan perempuan sebagai tanggung jawab laki-laki.
Cara membagi waris secara adat
Biasanya proses pembagian hak waris dilakukan dengan kekeluargaan, di masyrakat kami biasanya pembagian waris ditentukan oleh orang tua sebelum beliau wafat, apabila orang tua (pewaris) sudah wafat maka harta waris akan dibagi dengan sistem kekeluargaan maka akan dibagi rata oleh ahli waris yang berhak menerima harta warisan tersebut, Jika tidak ada kata mufakat tentu menggunakan sidang Pengadilan.
Dalam menentukan hak waris rumah peniggalan orang tua juga diperhitungkan, apabila (pewaris) hanya meninggalkan rumah sebagi harta waris maka diadakan kesepakatan oleh ahli waris siapa yang akan menempati rumah tersebut, apabila sudah diepakati maka yang menempati rumah tersebut harus membayar sejumlah uang yang telah disepakati bersama ahli waris yang lain, apabila dalam kesepakatan tersebut ahli waris yang lain tidak memintanya maka tidak perlu dibayarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H