Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan Founder MPC INDONESIA WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Bukan Soal Wiranto

13 Oktober 2019   18:00 Diperbarui: 13 Oktober 2019   18:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore Kompasianer, 

Bisa jadi ini dianggap terlambat saat saya menuliskan judul "Ini Bukan Soal Wiranto", sekali lagi beberapa hari ini memang nama wiranto menjadi sangat sensitif dan mengundang sorot mata netizen, ada yang pro dan ada yang kontra, ada yang simpati dan ada yang emosi.

Ya, anda pun demikian saya berfikir bisa jadi anda menanti soal arah tulisan saya ke mana, apa ke pihak yang sepaham dengan anda yang simpati atau anda yang justru emosi. 

Publik dibuat tercengang, kaget dan pastinya ramai -- ramai masyarakat memonitor perkembangan detik, menit da jam perkembangan kasus penusukan salah satu pejabat Menko Polhukam Wiranto.

Ini bukan soal penusukannya yang dikabarkan salah satunya adalah orang Kabupaten Brebes, masyarakat banyak yang kaget dengan bagaimana respon masyarakat khususnya netizen ada yang justru nyiyir dan emosi bahkan menganggap bahwa insiden penusukan Menko Polhukam itu hanya sebuat settingan dan sandiwara saja.

Jujur saja, saya bukan orang politik atau bahkan bukan orang yang tepat untuk meganalisa bagaimana kasus ini menjadi penting saya buat tulisan, tapi Topik Pilihan di kompasiana yang menuliskan tema " KETIKA PEJABAT DESERANG, DAHULUKAN SIMPATI ATAU EMOSI ? " ini justru menarik saya untuk menulis sore ini.

Ya, ini alasan kenapa saya membuat judul "Ini Bukan Soal Wiranto", anda tidak perlu kecewa kalau ternyata artikel ini justru tidak nyinyir atau sebaliknya terkesan tidak simpati, tapi apa benar saya tidak simpati dengan kasus yang menimpa Pak Wiranto, tentu anda tidak bisa menilai saya dari tulisan ini saja.

Saya tidak akan membahas tentang penusukan salah seorang pejabat RI 41 Menko Polhukam Wiranto Pukul 12.00 WIB selepas menghadiri acara di Universitas Mathla'ul Awal, Pandeglang, Banten, pada Kamis (10/10/2019), dan bagaimana nyinyirnya beberapa warganet ( netizen ) bahkan politisi muda dari Jogja putra seorang yang sudah terkenal dan selalu pesimis pada pemerintah saat ini menganggap penusukan Wiranto Di Menes Pandeglang hanyalah settingan belaka.

Kurang lebih cuitan Hanum Salsabiela Rais "Setingan agar dana deradikalisasi terus mengucur. Dia caper. Krn tdk bakal dipakai lg.Play victim. Mudah dibaca sebagai plot." Begitu yang tertulis di akunnya.

Bukan hanya sampai disitu, ramainya efek kasus penusukan ini sampai pada jajaran anggota TNI yang dikabarkan beberapa anggota TNI harus dicopot jabatannya dan di bebas tugaskan serta mendapatkan hukuman ringan.

Terus saya mau bahas apa ? 

Hehehehe.... saya hanya mau bahas bahwa kita semua saudara, kita satu bangsa, satu negara, satu bahasa dan satu kesatuan Indonesia, artinya diluar siapa itu yang ditusuk dan siapa yang menusuk sajatinya secara pribadi saya sangat prihatin.

Saya tidak tahu persis dibagian mana bangsa ini telah memiliki luka lama yang ada dibagian yang tersembunyi, dibilang tidak ada nyatanya terasa, ada kesenjangan politik ada sesuatu yang semakin serasa tidak sehat di negeri ini.

Tapi apapun itu, pastilah seandainya memang penusukan tersebut terjadi pada pejabat negara atau bukan pejabat negara sekalipun (masyarakat jelata) sejatinya sudah selayaknya dan sepantasnya kita simpati.

Ya..., simpati artinya kita sejatinya harus memiliki pikiran positif, dan jangan berfikir yang berdasarkan emosi sepihak hanya karena kita beda pendapat, kita beda pandangan politik.

Saya sangat memahami bahwa tidak ada manusia sempurna yang tak luput dari salah dan dosa, dan saya juga tidak mengatakan bahwa mereka yang nyinyir atau emosi salah, tentu salah dan benar harus ada bukti dan pembuktian, sebagai seorang yang awam tentang politik saya berfikir semua bisa jadi respon efek kaget dengan informasi yang mengatakan lawan politik, atau orang yang bersebrangan mengalami musibah, sehingga sepontan melakukan hal yang dianggap tidak wajar.

Beberapa Istri anggota TNI saja sampai lepas kendali dan lupa kalau dirinya menjadi sorotan dan menjadi simbol negara, sebagai bagian dari pejawab yang memberikan komentar yang tidak memiliki dasar dan tidak memiliki bukti serta provokatif ya tentu... semua kembali pada " penyesalan selalu datang terlambat ".

Ini semua menjadi pelajaran berharga buat kita semua bahwa sejatinya kita satu kesatuan, mau pejabat atau bukan, saat seorang mengalami musibah sejatinya kita memberikan simpati, kalau memang kita benar -- benar mendapatkan bukti nyata bahwa itu hanya sandiwara, hanya settingan dengan bukti yang nyata, barulah anda boleh saja mengemukaakn ekspresi emosi anda dengan bijak tentunya.

Terakhir...., pelajarannya mulai saat ini bijaklah menyikapi informasi apapun diera banjir informasi, jangan kagetan, jangan latah dan jangan mudah terprovokasi, cek sumber dan validasi informasi anda dengan sumber yang jelas baru silahkan bereaksi.

Salam damai untuk Indonesia.

{{{ positif, sehat dan bahagia }}}
Brebes, 13 Oktober 2019

Aziz Amin | Kompasianer Brebes
Trainer dan Hipnoterapist
WA : 0858.6767.9796

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun