Akan tetapi akan memiliki dampak yang sangat luas bagi keluarga korban atauppun masyarakat luas yang ikut melihat gambar-gambar tersebut.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan keluarga korban melihat gambar saudaranya yang menjadi korban kecelakaan dengan kondisi yang mengerikan, mengenaskan, mengerikan tersebar, hal ini akan menimbulkan efek psikologi yang tidak sederhana, bagaimana anak, dan orang tuanya.
Seandainya mereka masyarakat yang menyebarkan berfikir bahwa seandainya itu terjadi pada keluarganya atau dirinya, tentu ia akan berfikir ulang untuk melakukan itu.
Memang benar dan elok bahwa berita tersebut harus segera diketahui/diviralkan akan tetapi ada aturan yang mengatur dan lebih elok untuk masyarakat tidak mempublikasikan/share gambar korban ( orang ) yang meninggal karena kecelakaan atau bencana secara vulgar, hal ini telah diatur dalam kode etik jurnalistik dan undang-undang.
Minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terkait hal ini yang melatar belakangi masih banyaknya masyarakat yang memviralkan foto-foto terkait bencana atau korban kecelakan, ironisnya kadang dilakukan oleh orang yang terlibat langsung oknum petugas.
Masyarakat seringkali mengatakan menyebarkan gambar tersebut karena menerima dari group-group tertutup dan dari petugas langsung, hal ini yang menurut penulis perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk lebih mensosialisikan hal terkait aturan menyebarkan gambar / video bencana atau kecelakan secara fulgar.
ATAS NAMA PEMBERITAAN JUNALIS WARGA Â
Bagi media atau jurnalis madia maenstrim baik media cetak maupun elektronik mereka tentu sangat memahami bagaimana aturan dan Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik adalah hal yang menjamin agar setiap kegiatan pemberitaan dan peliputan yang dilakukan tidak melanggar nilai-nilai, norma serta etika dan rasa kemanusiaan, secara hukum kita bisa dituntut apabila menyebarkan gambar korban kecelakaan dan bencana secara vulgar, karena itu sudah melanggar kode etik pers yang seharusnya tidak boleh menyebarkan gambar yang sadis, kejam, dan tidak mengenal belas kasihan (pasal 4 Kode Etik Jurnalistik).
Namun sayangnya tidak semua masyarakat memahami hal tersebut, maraknya dan ergeseran paradigma jurnalistik bahwa menghadirkan banyaknya masyarakat yang mendadak menjadi pewarta, atau lebih dikenal dengan jurnalis warga (citizen jurnalism).
Jurnalis warga terebut seringkali hanya berpedoman pada pemahaman bahwa masyarakat sebagai pewarta atau pemberikan berita dari apa yang ia lihat dilapangan, dan minimnya pelatihan dan pembinaan khususnya jurnalis warga yang tidak memiliki komunitas seringkali beralasan untuk pemberitaan mereka menyebarkan gambar tersebut untuk lebih menjelaskan gambaran dilapangan.