Entah berapa kali fitri telah ku lalui
Bias seribu kata terucap hampaÂ
Melebur maaf tanpa makna
Namun rasa itu tetap saja menyesakkan dada
Duhai penguasa jiwa dan rasa
Bilakah bayang kelam itu akan sirna
Berganti suka berhias teman sahaja
Tetapi jiwa tetap meronta menunggu pengakuan dosa penjilat lidah
Dosa macam apa yang mereka tak mengerti
Ataukah memang tak  peduli
Mengukuhkan hati penebar benci
Menguatkan faksi menebar benci
Duhai peluruh duka masa lalu
Begitu benarkah pengakuan indiividu
Melibas bangga tanpa rasa malu
Berbaur suka cerita palsu
Duhai engkau yang memejamkan muka
Memalingkan muka dibelakang sua
Bercerita dusta dibalik kata teman sekerja
Cibir mimik bibir tak henti mencela
Duhai penguasa jiwa dan jiwa
Sejatinya aku muak dengan kepura-puraan
Bilah beda dianggap pelanggaran
Merusak tatanan kehormatan
Duhai penguasa jiwa dan rasa
Berkali waktu telah ku coba menghibur diri
Menafikan misteri penebar benci
Namun sampai hari ini
Belum ku temukan doa penyuci hati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H