Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
Ulama saat ini sesungguhnya telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Dalam puluhan kali konferensi, muktamar, simposium dan seminar, para ahli ekonomi Islam dunia, Chapra menemukan terwujudnya kesepakatan para ulama tentang bunga bank. Artiya tak satupun para pakar yang ahli ekonomi yang mengatakan bunga syubhat atau boleh. Ijma’nya ulama tentang hukum bunga bank dikemukaka Umer Chapra dalam buku The Future of Islamic Econmic,( 2000). Semua mereka mengecam dan mengharamkan bunga, baik konsumtif maupun produktif, baik kecil maupun besar, karena bunga telah menimbulkan dampak sangat buruk bagi perekonomian dunia dan berbagai negara. Krisis ekonomi dunia yang menyengsarakan banyak negara yang terjadi sejak tahun 1930 s/d 2000, adalah bukti paling nyata dari dampak sistem bunga.
Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES, 2008:12) beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah:
- Bunga (interest) sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cenderung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment) (MA Khan, 1986: Ahmad, 1952: Mannan, 1986)
- Krisis-krisis moneter internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga (MA. Khan, 1986)
- Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga (Ahmad, 1952: Su’ud, 1980)
- Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justifikasi terhadap eksistensi bunga (Khan dan Mirakhor, 1992). Pandangan Islam tentang Riba & Bunga Bank
Majelis ulama Indonesia (MUI), mengeluarkan fatwa tentang bunga bank (interest/fai’dah), yaitu;
- Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al qaradh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
- Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya.
Praktek pembangunan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnnya maupun dilakukan oleh individu.[3]
- Umat Islam Indonesia dan Perbankan
Sistem perbankan telah muncul di dunia Islam sejak kedatangan penjajah Barat menyerbu ke berbagai negeri Islam. Di negeri-negeri jajahannya, mereka menerapkan sistem ekonoÂmi Kapitalisme yang bertumpu kepada sistem perbankan (riba). Di Indonesia muncul bank pertama, yaitu Bank Priyayi, tahun 1846 di Purwokerto, dengan pendiriÂnya Raden Bei Patih Aria Wiryaatmaja dari kalangan keraÂton. Kemudian secara meluas di berbagai daerah, berdiri Bank Rakyat (Volksbank); antara lain di Garut (1898), Sumatera Barat (1899), dan Menado (1899).
Dalam menanamkan sistem perbankan ini, penjajah Belanda mendirikan Sentral Kas, tahun 1912, yang berfungsi sebagai pusat keuangan. Dari kalangan intelektual, didiriÂkanlah Indonesische Studie Club di Surabaya tahun 1929. Kemudian Belanda, dalam menyuburkan sistem riba, mendiriÂkan Algemene Volkscredit Bank (AVB) tahun 1934.
Pada tahun-tahun pertama setelah terusirnya pejajah Belanda dari Indonesia, didirikanlah Yayasan Pusat Bank Indonesia tahun 1945, yang menjadi cikal bakal Bank IndoÂnesia sekaligus memberikan rekomendasi pendirian bank-bank yang ada. MelaÂlui PP No.1, tahun 1946, lahirlah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada tahun yang sama, menyusul berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Kemudian jumlah bank semakin bertambah banyak. Di antaranya Bank Industri Negara (BIN, 1952), Bank Bumi Daya (BBD, 19 AgusÂtus 1959). Bank PemÂbangunan Industri (BPI, 1960), Bank Dagang Negara (BDN, 2 April 1960), Bank Export-Import Indonesia (Bank Exim) yang dinasionalisasikan pada 30 Nopember 1960. Pada tahun-tahun berikutnya sampai sekaÂrang, dunia perbankan tumbuh seperti jamur di musim hujan.
Secara garis besar, dunia perbankan di Indonesia didominasi oleh bank-bank yang menjadi Badan Usaha Milik Negara/BUMN (misalnya BNI 1946, BRI, BDN) dan bank-bank milik swasta. Untuk yang pertama, jumlahnya tidak terlalu baÂnyak. Tetapi untuk yang kedua, ia terbagi ke dalam tiga kategori; yaitu swasta asli Indonesia (misalnya Bank SusiÂla Bakti, Bank Arta Pusara, Bank Umum Majapahit), swasta merger bank luar (misalnya Lippo Bank, BCA, Bank Summa), dan bank luar tulen (misalnya Chase Manhattan, Deutsche Bank, Hongkong Bank, Bank of America).
Untuk melihat perkembangan perbankan di Indonesia, saat ini telah dibangun sejumlah 2652 bank (tidak termasuk BRI dan BRI Unit Desanya). Menurut standard AmeÂriÂka ditiÂlik dari jumlah penduduk Indonesia, maka negeri ini masih memerlukan 7800 bank lagi.
- Dampak Riba dan Bunga Bank
Sistem bunga bank dan riba di Indonesia menyebabkan berbagai masalah seperti di bawah ini:
- Bagi jiwa manusia, hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain
- Bagi masyarakat, dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat 15
- Bagi roda pergerakan ekonomi, dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
- Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997 dan sampai saat ini.
- di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
- Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.
- Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan inflasi.
- Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.[4]