Mohon tunggu...
Noor Azizah
Noor Azizah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sensitivitas Sosial

4 April 2016   09:10 Diperbarui: 6 April 2016   20:39 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi seseorang yang berkarakter bukanlah sesuatu yang instant namun harus melalui sederetan proses yang berkepanjangan dan berkelanjutan serta dimulai dari diri sendiri dan atas kemauan sendiri sehingga sangat melekat pada diri seseorang tersebut. Seseorang dikatakan sukses apabila ia telah tuntas dalam mengelola dirinya  sendiri dan untuk terus mengembangkan diri dan potensinya, namun kesuksesan tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak membaginya dengan orang lain. Karena dibalik kesuksesan kita tentulah ada kontribusi dari oranglain entah sekecil apapun itu. Contoh kecil ketika kita menang dalam kompetisi dengan peserta hanya kita sendiri?? Tentunya hal itu tidak dapat disebut kompetisi bukan? Dan apabila kita dikatakan juara berarti masih ada orang lain yang kemampuannya masih di bawah kita. Dari sini kita udah mulai mendapat gambaran bahwa setiap manusia pasti membutuhkan mausia yang lain karena manusia adalah makhluk sosial.

Sensitivitas sosial merupakan suatu kebutuhan yang hendaknya dikaji oleh serta diasah oleh setiap orang khususnya generasi pada era teknologi seperti sekarang ini yang menjadikan seseorang terlalu sibuk dengan gadgetnya sehingga kurang adanya kepekaan terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Sebuah ungkapan mengatakan bahwa wilayah pengakuan seseorang ditentukan oleh wilayah berfikirnya, atau selama kita masih mau menyediakan diri kita sendiri untuk memikirkan orang lain maka disanalah letak pengakuan diri kita akan terpatri, namun sebaliknya jika kita hanya memikirkan diri kita sendiri maka jangan harap orang lain mau memikirkan diri kita dan menjadikan bagian dalam kehidupannya, dan inilah substansi dari semangat kepedulian sosial (Social sensitivity) sebagai salah satu tangga mencapai kemenangan tertinggi. Dalam membangun sensitivitas sosial sebagaimana dikemukakan Akhamad Muwafiq Saleh dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter dalam perspektif spiritual” terdapat 5 cara yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: (1) peka dan peduli, (2) bersikap empati terhadap oranglain, (3) jeli dan cermat, (4) memiliki semangat memberi, (5) Dzikir diri dan Dzikir sosial dengan uraian sebagai berikut:

1.      Peka dan Peduli

Kepekaan dan kepedulian adalah salahsatu ajaran dalam islam yang seharusnya sudah tidak asing lagi bagi kita kaum muslimin, kepekaan dan kepedulian terhadap sesama telah tercermin dalam kewajiban menunaikan zakat, dimana Allah ingin benar-benar memastikan bahwa seorang muslim harus memiliki sebuah karakter yang tinggi berupa kepekaan dan kepedulian kepada sesama sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab yang tinggi tidak hanya pada dirinya juga tanggung jawab kepada sekitarnya, oranglain dan semua manusia. Inilah salahsatu tanggungjawab kemanusiaan yang harus dipenuhi oleh setiap muslim sebagai khalifah fil “ard.

Sebagai orang tua maupun pendidik tugas kita adalah mengembangkan kepekaan dan kepedulian sosial pada anak kita sejak usia dini serta telaten dan getol dalam pengawasannya dan tidak lupa dibarengi dengan tauladan dari kita selaku figur model bagi mereka sehingga benar-benar mengantarkan generasi kita menjadi seperti apa yang kita harapkan karena kepedulian seseorang pada orang lain bahkan bagi kehidupan  akan mengantarkan derajat tertinggi dari sisi kemanusiaan dan pengakuan keberadaan. Karena segalanya bermula dari diri dalam pikiran kita, dissaat kita berpikir hanya untuk diri kita sendiri, tentulah hanya diri kita sendiri pulalah yang akan mengakui diri kita. sebaliknya, jika yang kita pikirkan adalah dunia dan generasi masa depan tentu demikianlah yang akan kita dapatkan.

Kepedulian haruslah bersumber dari hati yang hidup, hati yang bersedia untuk menerima cahaya Allah sehingga hati tersebut bersedia memahami perasaan orang lain dan menanggalkan jauh-jauh egoisme pribadinya, yang tidak hanya mau peduli atas dirinya sendiri melainkan lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Banyak sekali contoh keteladanan yang telah ditunjukkan oleh generasi terbaik Islam dalam membangu  sikap peduli ini dengan lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan oranglain daripada semata hanya kebutuhan dirinya sendiri.

2.      Bersikap Empati terhadap orang lain

Empati adalah suatu suasana sikap psikologis pribadi yang berusaha untuk belajar menempatkan pada suasana psikologis orang lain. Yaitu kesediaan menempatkan diri dalam posisi orang lain. Dengan dikap ini memngkinkan seseorang akan lebih sensitif dalah hal sosial serta menekan rasa egoisme pada dirinya melalui beberapa kali latiahn dan pembiasaan tentunya. Empati dan kepekaan serta kepedulian sebenarnya memang memang berbeda tipis namun sejatinya keduanya sama karena sama-sama lahir dari semangat untuk menempatkan kepentingan pribadi dibawah kepentingan orang lian atau bersama. Mengembangkan empati haruslah bermula dalam diri kita sendiri yaitu melalui penerapan beberapa hal antara lain kesediaan belajar dan memaknai pengalaman emosi pribadi dengan berusaha mengenali secara baik diri kita sendiri, mengembangkan kepekaan sosial melalui terus menerus membuka pikiran, mata, telinga dan hati secara padu untuk melihat setiap realitas dengansebuah niat baik untuk memahaminya dari sudut pandang mereka dan diri kita sehingga memunculkan rasa kepedulian untuk terlibat dalam realitas. Kesediaan merasakan, mendengarkan, serta memahami orang lain. Kesediaan keluar dari zona nyaman pribadi menuju zona orang lain. Serta belajarlah melihat masalah dari sudut pandang orang lain.

3.      Jeli dan Cermat terhadap berbagai peristiwa.

Sikap jeli dan cermat akan menuntun kita dalam melihat, merasakan setiap realitas dan perubahan apapun yang ada secara detail, sepele dan mungkin remeh. Karena seringkali kita hanya peduli terhadap masalah yang sifatnya besar serta tampak dengan nyata namun mengesampingkan hal-hal yang sifatnya remeh. Sementara dalam memandang sesuatu harusnya kita memandang dari yang terkeci atau remeh yang terjadi di sekitar kita sehingga kita telah terbiasa jeli dan cermat serta tangggap mengambil langkah untuk menyelesaikannya. Kincinya, adalah di muali dari diri kita sendiri untuk memperhatikan dan peduli pada hal-hal yang remeh, sepele, kecil, dan detail karena sikap ini akan mengantarkan kita untuk belajar peduli pada hal-hal besar yang ada di sekitar kita. Untuk membangun kejelian dan kecermatan, aktifkan panca indera untuk kemudian hidupkan sensitivitas diri anda sebagai dasar dan modal untuk mebangun sensitivitas soaial diri kita.

4.      Memiliki semangat memberi

Sebagaimana rasa peka dan peduli, semangat memberi juga sangat dianjurkan dan syariatkan oleh Rosulullah, dengan semangat memberi kita akan menekan rasa egoisme kita. Lebih dari itu, orang yang dermawan (suka memberi) mendapat berbagai kemuliaan sebagai mana hadits Nabi SAW “Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah, tangan yang diatas adalah yang memberi dan tangan di bawah adalah yang menerima” selain itu tak jarang orang yang dermawan akan mampu mendatangkan keajaiban dalam kehidupannya yang tidak pernah disangka-sangka. Hal ini karena sikap atau karakter dermawan yang telah melekat pada diri seseorang akan melekat sehingga kepedulian terhadap sesama makhluk akan tumbuh dengan sendirinya dan menjadikannya mulia di sisi Tuhan. Dengan memberi tidak hanya dapat menyenangkan hati orang lain tetapi juga membuat pemberi merasa tenang serta turut bahagia. Semangat memberi harus sudah terlatih sejak usia dini agar enjadikan generasi kita generasi yang kuat iman dan akhlaknya seperti tuntunan Rosulullah SAW.

5.      Dzikir diri dan Dzikir Sosial.

Iman yang benar adalah keyakinan diri yang kuat dan kokoh di dalam hati pribadi seseorang (dzikir diri) yang dapat mengarahkan pada sebuah tindakan tertentu yang terbaik (dzikir sosial). Sehingga seseorang yang menyatakan beriman tentu ia akan berupaya kuat untuk mewujudkan keimanan atau keyakinannya untuk melakukan berbagai tindakan positif yang bermanfaat bagi orang lain karena mereka sadar bahwa itulah letak nilai kebaikan manusia.

Dzikir diri adalah wujud pengenalan diri yang sangat dalam dan wujud kesadaran diri yang berkaitan dengan hubungannya dengan Allah, diri dan sesama manusia. Seseorang yang telah matang dalam memahami keberadaan baik itu sebagai makhluk Allah maupun sebagai makhluk sosial haruslah mampu memaknai setiap tindakan yang dilakukan dalam hidupnya sebagai amanah yang kelah akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sikap ini akan memunculkan rasa peduli, perhatian dan tanggungjawab yang tinggi atas pola hububungan dengan Pencipta-Sesama manusia- dan Pribadi. Bentuk sikap tertingginya dzikir diri dan dzikir sosial itu kemudian berwujud kepada kepedulian nya lebih mementingkan oranglain dibandingkan hanya untuk dirinya sendiri. Tidaklah sempurna keimanan seseorang (dzikir diri) tanpa dibarengi dengan tindakan nyata yang bermanfaat bagi sosial (dzikir sosial).

Demikian adalah beberapa pengetahuan yang penulis dapat dari sebuah buku yang menarik untuk difahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah kebaikan dari diri kita, lakukan sekarang juga dan jangan segan berbagi kebaikan dengan orang lain. Semoga bermanfaat.

Sumber : Ahmad Muwafiq saleh. Pendidikan karakter dalam perspektif spiritual. (Jogjakarta: Aditya Media Publishing) 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun