Mohon tunggu...
Nur Azizah
Nur Azizah Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswi

Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Money

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Utang Luar Negeri (ULN) ?

19 April 2021   19:51 Diperbarui: 20 April 2021   07:47 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pembangunan dalam sebuah negara terutama peningkatan perekonomian merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya negara yang sedang berkembang.

Berbagai negara sedang berkembang di dunia khususnya Indonesia mempunyai hubungan kerjasama internasional dengan negara maju dan berkembang didunia. Kerjasama yang dimaksud adalah baik secara multilateral ataupun bilateral.

Kerjasama bilateral berarti kerjasama antar dua belah pihak yang didorong oleh tiga faktor. Pertama, memelihara kepentingan nasional. Kedua, memelihara perdamaian. Dan ketiga, meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, hubungan bilateral Indonesia saat ini adalah dengan 162 Negara dan satu teritori khusus (Non Self Governing Territory).

Negara yang bekerjasama dengan Indonesia saat ini terbagi menjadi delapan kawasan, yaitu meliputi Afrika, Timur Tengah, Asia Timur dan Pasifik, Asia Selatan dan Tengah, Amerika Utara dan Tengah, Amerika Selatan dan Karibia, Eropa Barat serta Eropa Tengah dan Timur. Contohnya adalah kerjasama Indonesia dengan Jepang, China, Amerika, dan lain-lain.

Sedangkan Kerjasama Multilateral melibatkan lebih dari dua negara tanpa memandang wilayah atau perkembangan perekonomian suatu negara. Menurut Cambridge English Dictionary multirateral berarti kegiatan yang melibatkan lebih dari dua kelompok atau negara.

Dengan adanya hubungan internasional, maka dapat meningkatkan perkembangan pembangunan suatu Negara terutama Negara yang sedang berkembang.

Seperti yang kita ketahui, dalam sebuah pembangunan membutuhkan kecukupan modal. Baik modal eksternal maupun modal sendiri guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya masih terbilang mempunyai permasalahan dalam keterbatasan modal. Hal ini di dorong karena adanya berbagai ketimpangan antara jumlah modal yang ada dengan biaya yang dikeluarkan.

Ketimpangan antara penerimaan dan pengeluaran mendorong timbulnya defisit anggaran. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan diperlukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi sebuah negara khususnya Indonesia.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah melaksanakan berbagai upaya kebijakan seperti kebijakan stimulus internal maupun eksternal. Seiring dengan perkembangannya, untuk mengatasi defisit, maka pinjaman daerah menjadi salah satu alternatif untuk menopangnya. Selain itu, juga untuk menutupi defisit dapat diperoleh dari investasi asing.

Permasalahan utang luar negeri Indonesia mulai muncul pada masa pergantian orde lama ke orde baru yang disebabkan oleh kondisi perekonomian yang menurun akibat krisis moneter pada tahun 1998. Sebelum krisis moneter yaitu pada tahun 1990 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 69.871,53 Juta atau 40,66%.

Dalam kurun waktu 1992 dan 1997, Utang Luar Negeri Indonesia didominasi oleh pinjaman swasta yaitu mencapai 85% dari total pinjaman asing. Hal tersebut yang akhirnya memicu ketidakstabilan ekonomi sehingga terjadi krisis moneter pada tahun 1998.

Sehingga, permasalahan tersebut menyebabkan inflasi yang tinggi dan terjadinya keterbatasan sandang pangan serta minimnya tabungan pemerintah.

Pemerintah melakukan Uutang Luar Negeri untuk mengatasi masalah krisis nasional yang diikuti oleh peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Utang Luar Negeri (ULN) merupakan bagian dari total hutang pada suatu negara yang didapatkan dari kreditor diluar negara.

Pihak yang menerima Utang Luar Negeri adalah pemerintah, perusahaan maupun perorangan.

Namun, Utang Luar Negeri (foreign debt) akan berdampak positif dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jika digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan baru, investasi dalam bidang pembangunan seperti contohnya pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian negara. Disisi lain, Utang Luar Negeri akan berdampak negatif dan menjadi penghambat pertumbuhan perekonomian jika tidak dimanfaatkan secara optimal.

Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, utang luar negeri sangat dibutuhkan. Namun, hingga saat ini utang luar negerti Indonesia terus mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Utang Luar Negeri Indonesia menurut Bank Indonesia, pada tahun 2019 utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 400,6 atau sekitar 5,608 triliun Rupiah. Utang tersebut naik jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu naik sebesar 11,9%.

Utang Luar Negeri Indonesia terus mengalami kenaikan hingga Januari 2021 yaitu tembus sebesar Rp.6.233,14 Triliun. Dimana nilai tersebut memiliki rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,28%. Rasio tersebut juga meningkat dibandingkan dengan bulan Desember 2020 yaitu sebesar 38,68%.

Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah paling banyak di dominasi oleh penarikan dana lewat Surat Berharga Negara (SBN) yaitu mencapai Rp.5.383,55 triliun atau 86,37% dari total ULN.

Selain itu, pemerintah juga menarik utang dari pinjaman bilateral dan multilateral yaitu sebesar Rp.849,59 Triliun atau 13,63% dari seluruh Utang pemerintah.

Meskipun meningkat, menurut Bank Indonesia pengelolaan utang luar negeri diprioritaskan untuk pembangunan di berbagai sektor. Selain itu, Menteri Keungan Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa kebijakan Utang Luar Negeri dilakukan dengan strategi oportunistik, yaitu dengan memantau dan memasuki pasar keuangan saat kondisi yang stabil untuk mendapatkan pembiayaan yang efisien.

Strategi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tercatat sangat baik dibandingkan dengan Negara lain.

Jika dibandingkan dengan tahun 1997, Utang pemerintah telah meningkat 1.525% dari Rp. 238 Triliun pada 1997 dan menjadi Rp.3.866 Triliun pada tahun 2017. Rasio Utang terus terjadi kenaikan dari 24,7% (2014), 27,4% (2015), 28,3% (2016) dan 28,6% (2017) disaat defisit anggaran akibat meningkatnya belanja infrastruktur.

Namun, meskipun meningkat rasio Utang terhadap PDB hanya 28,3% (2016) yang sangat jauh pada saat krisis yaitu sebesar 85% (1998). Rasio Utang terhadap PDB jika belum melebihi 60%, maka masih dapat dikatakan baik. Hal ini diatur dalam UU Keuangan Negara 17/2003.

Selain itu, jika dibandingkan dengan negara lain yang terkena krisis 1997-1998, Indonesia merupakan negara yang memiliki rasio terkecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia telah menerapkan pengelolaan utang yang baik.

Indonesia mempunyai kemampuan dalam membayar Utang Luar Negeri (ULN), hal ini dikarenakan Rasio Pendapatan Pajak terhadap Utang lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Hal tersebut terlihat sejak 10 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 -- 2019 rasio utang pemerintah terjaga 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, pada tahun 2020 rasio Utang Luar Negeri meningkat menjadi 38,7% karena Pandemi Covid-19.

Namun, dengan membaiknya pembangunan, terutama di sektor-sektor yang memiliki potensi menarik investor asing, maka hal tersebut akan mendorong investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen yang baik serta pertimbangan yang matang ketika mengambil kebijakan untuk meminjam ke negara lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun