Permasalahan utang luar negeri Indonesia mulai muncul pada masa pergantian orde lama ke orde baru yang disebabkan oleh kondisi perekonomian yang menurun akibat krisis moneter pada tahun 1998. Sebelum krisis moneter yaitu pada tahun 1990 Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sebesar US$ 69.871,53 Juta atau 40,66%.
Dalam kurun waktu 1992 dan 1997, Utang Luar Negeri Indonesia didominasi oleh pinjaman swasta yaitu mencapai 85% dari total pinjaman asing. Hal tersebut yang akhirnya memicu ketidakstabilan ekonomi sehingga terjadi krisis moneter pada tahun 1998.
Sehingga, permasalahan tersebut menyebabkan inflasi yang tinggi dan terjadinya keterbatasan sandang pangan serta minimnya tabungan pemerintah.
Pemerintah melakukan Uutang Luar Negeri untuk mengatasi masalah krisis nasional yang diikuti oleh peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Utang Luar Negeri (ULN) merupakan bagian dari total hutang pada suatu negara yang didapatkan dari kreditor diluar negara.
Pihak yang menerima Utang Luar Negeri adalah pemerintah, perusahaan maupun perorangan.
Namun, Utang Luar Negeri (foreign debt) akan berdampak positif dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jika digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan baru, investasi dalam bidang pembangunan seperti contohnya pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian negara. Disisi lain, Utang Luar Negeri akan berdampak negatif dan menjadi penghambat pertumbuhan perekonomian jika tidak dimanfaatkan secara optimal.
Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, utang luar negeri sangat dibutuhkan. Namun, hingga saat ini utang luar negerti Indonesia terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data Utang Luar Negeri Indonesia menurut Bank Indonesia, pada tahun 2019 utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 400,6 atau sekitar 5,608 triliun Rupiah. Utang tersebut naik jika dibandingkan dengan tahun 2018 yaitu naik sebesar 11,9%.
Utang Luar Negeri Indonesia terus mengalami kenaikan hingga Januari 2021 yaitu tembus sebesar Rp.6.233,14 Triliun. Dimana nilai tersebut memiliki rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,28%. Rasio tersebut juga meningkat dibandingkan dengan bulan Desember 2020 yaitu sebesar 38,68%.
Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah paling banyak di dominasi oleh penarikan dana lewat Surat Berharga Negara (SBN) yaitu mencapai Rp.5.383,55 triliun atau 86,37% dari total ULN.
Selain itu, pemerintah juga menarik utang dari pinjaman bilateral dan multilateral yaitu sebesar Rp.849,59 Triliun atau 13,63% dari seluruh Utang pemerintah.