"Siap bapak, Insya Allah saya akan datang ke tempat bapak," balas Alma.
Kegagalannya bertemu dengan Pak Kumis karena ia harus mengerjakan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa. Ia harus menyelesaikan naskah yang harus ia kumpulkan beberapa jam kemudian di ruang dosen. Beruntung, kos-kosan Alma dengan kampusnya tak jauh. Hanya butuh sepuluh menit untuk sampai ke kampus.
***
Jarum jam membentuk sudut 180o. Jendela dan korden menghalau mentari masuk ke kamar Alma yang sedang bercumbu dengan hangatnya selimut bercorak bintang kuning yang ia beli tempo hari. Ia memang sengaja bermesraan dengan ranjangnya karena hari ini adalah hari minggu. Hari yang sangat dinanti Alma dan kebanyakan orang untuk rehat dari tanggung jawabnya.
Mentari tak lagi berada di timur jendela Alma. Jarum jam tak lagi membentuk 180o. Kali ini ia membentuk 90o. Alma masih saja tak kunjung beranjak dari kamar tidur. Ia masih saja diatas sprei biru bercorak shuttlecock dan selimut bintang itu. Tanpa sadar, air yang mengalir dari mulutnya mengalir dan membasahi bantalnya.
Berjam-jam ia di atas ranjang sambil memeluk guling yang sudah ditetesi air liurnya. Lantunan suara khas orang terlelap yang terdengar dari mulut Alma pun tak ketinggalan untuk mengiringi Alma di tempat tidurnya hingga suara azan duhur mulai berkumandang yang membuat Alma sedikit mulai sadar.
"Alma, apa kamu lupa hari ini ada latihan?" papar Sinta, teman satu kosnya sambil sedikit menggoyangkan badan Alma.
"Ya ampun, ini udah jam berapa?" ujar Alma yang langsung melihat gawainya untuk menengok jarum jam.
Dengan segera Alma langsung mengambil handuk yang ia gantungkan di belakang pintu dan juga langsung mengambil peralatan mandi yang ia letakkan di atas meja riasnya. Suara Alma mengguyur badannya menemani Sinta yang sedang makan siang sambil menonton film yang ia putar melalui laptopnya.
Jarum jam terus mengarah ke sisi kanan dan kini ia sedang menunjukkan pukul satu siang. Dengan cepat Alma mengayuh sepeda agar dapat segera sampai di 'neraka'. Ya, terkadang Alma menyebut tempat latihannya seperti neraka terlebih jika terik matahari menemaninya yang membuat telapak kakinya sedikit melepuh. Namun, ia tetap terus berlatih agar ia meraih impiannya untuk mengalungkan medali emas.
"Maaf pak, terlambat," ucap Alma sambil menundukkan kepalanya dihadapan pelatihnya.