Mohon tunggu...
Azizah Laili Rohmah
Azizah Laili Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Book

Book Review "Hukum Perwakafan Di Indonesia" Karya Rachmadi Usman S.H., M.H.

8 Maret 2023   22:10 Diperbarui: 10 Maret 2023   23:52 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul     : Hukum Perwakafan Di Indonesia

Penulis   : Rachmadi Usman S.H., M.H.

Penerbit : Sinar Grafika

Terbit     : 2009

Cetakan : Kedua, April 2013

Buku tulisan Rachmadi Usman yang berjudul "Hukum Perwakafan Di Indonesia" ini mendeskripsikan dengan lengkap dan rinci diawali dengan pembahasan terkait perkembangan hukum dan peraturan perundang-undangan perwakafan tanah dan perwakafan di Indonesia. Kemudian membicarakan mengenai peralihan hak milik dalam berbagai perspektif sistem hukum dan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Selanjutnya mengenai perwakafan dalam perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam, diteruskan dengan uraian perwakafan dalam perspektif Hukum Adat Indonesia. Lalu bekenaan dengan perwakafan tanah milik dalam perspektif Hukum Pertanahan Nasional. Juga membahas mengenai wakaf uang dalam perspektif hukum islam. Dan pada bagian terakhir diuraikan mengenai pembaruan hukum perwakafan di Indonesia yang mana termuat dalam Undang-Udang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Penulis dalam membuat buku ini membagi kajian pembahasan terkait perwakafan menjadi tujuh bab (hlm.xiii).  Hal ini sudah penulis sesuaikan untuk memudahkan pembaca untuk dapat mengetahui secara sistematis urutan dan tentang bagaimana terciptanya hukum perwakafan di Indonesia dengan padat dan jelas. Penulis juga mengharapkan agar buku dapat bermanfaat terutama dalam pengembangan perbendaharaan kepustakaan Hukum Perwakafan di Indonesia sebagai pengembangan Hukum Perdata dan Hukum Ekonomi Islam.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Pasal 1 Angka 1 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan Ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum dengan cara memisahkan sebagian harta milik dan dilembagakan untuk selama-lamanya bagi kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Hukum Agraria Nasional ditetapkan bersandarkan pada hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, juga peraturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tetap mengindahkan dan memperhatikan unsur-unsur hukum agama. Maka berkenaan dengan tanah untuk keperluan suci dan sosial diatur khusus dalam ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria yang berhubungan dengan hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

Dalam sejarah perkembangan ketentuan hukum dan peraturan perundang-udangan perwakafan tanah dan perwakafan di indonesia, penulis menjabarkannya dengan runtut mulai dari perbuatan perwakafan tanah yang harus diketahui oleh pemerintah karena saat itu indonesia masih dibawah kekuasaan kolonial belanda  dan dibuatnya pengaturaan perwakafan berturut-turut (hlm. 10). Kemudian terbentuklah Departemen Agama bernama Jawatan Urusan Agama yang diberi wewenang di bidang wakaf berbarengan setelah Indonesia merdeka. Kemudian berdasarkan Surat Edaran Jawatan Urusan Agama Nomor 5/D/1956 tentang Prosedur Perwakafan Tanah, urusan perwakafan menjadi wewenang Kantor Urusan Agama.

Dalam Pasal 49 ayat (3) Undang-Udang Pokok Agraria ini secara khusus berkenaan dengan perwakafan ditentukan, bahwa perwakafan tanah dilindungi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dan sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 49 Ayat (3) Undang-Udang Pokok Agraria tersebut, ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 yang terbatas mengatur mengenai perwakafan tanah milik, karena dimaksudkan untuk menyempurnakan ketentuan perwakafan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial (hlm. 13).

Namun, dalam perkembangannya persoalan perwakafan pada umumnya diatur kembali dalam Kompilasi Hukum Islam yang termuat dalam Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991.  Yang mana dalam perspektif KHI tidak hanya terbatas pada tanah hak milik, tetapi juga benda lainnya, termasuk benda bergerak yang dapat diwakafkan. Dan seiring dengan dimungkinkan wakaf uang, ruang lingkup wakaf menjadi lebih luas, kini dapat mewakafkan sebagian kekayaan seseorang atau badan hukum berupa benda wakaf bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan inteletuak, dan benda bergerak lainnya. Maka untuk mengembangkan terkait perwakafan dan memenuhi kebutuhan hukum, dibentuklah ketentuan hukum yang mengatur mengenai perwakafan ini, yakni pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Yang ketentuan perwakafannya berdasarkan syariah dan peraturan perudang-udangan. Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang pembahasannya lebih luas dan luwes dibanding dengan undang-undang sebelumnya dan KHI (hlm. 22)

Dalam hal peralihan hak milik penulis memaparkan dalam empat perspektif. Yang pertama dalam perspektif hukum islam, dalam hukum islam dikenal beberapa titel transaksi untuk memperoleh atau peralihan hak milik, yaitu dari yang klasik sampai dengan cara-cara yang lazim di masa kini seperti jual-beli, tukar-menukar, infak, sedekah, hadiah, wasiat, wakaf, pewarisan, hibah, zakat, dan ihyaul mawat (syariat dalam memakmurkan dan memanfaatkan bumi untuk kepentingan kemaslahatan manusia baik secara individu maupun kolektif.).

Kedua, dalam perspektif hukum adat kepemilikan tanah dipunyai oleh perseorangan, dimana tanah tersebut merupakan atau berasal dari pemberian masyarakat hukum adat kepada anggota masyarakat hukum adatnya. Peralihan hak milik oleh masyarakat hukum adat dapat melalui pembukaan tanah yakni dengan menaruh hubungan perseorangan atas pekarangan berdasarkan beschikkingsrecht/hak ulayat (hak persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu, yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan.). selanjutnya dapat melalui warisan, ada juga yang melalui pengaruh lampaunya waktu, dan yang terakhir hak milik numpang yang disebabkan karena mendapat izin dari pemilik tanah.

Yang ketiga dalam perspektif KUH Perdata Indonesia, berdasarkan Pasal 584 KUH Perdata Indonesia terdapat lima cara untuk memperoleh atau peralihan hak milik yakni pemilikan atau pendakuan, perlekataan oleh benda lain, daluarsa, perwarisan, dan penunjukkan atau penyerahan. Dalam perspektif KUH Perdata Indonesia ini penulis juga menambahkan bahwa terdapat cara lain di luar Pasal 584 KUH Perdata Indonesia untuk memperoleh atau peralihan hak milik, diantaranya penarikan buah tanaman, penjadian/pembentukan benda, pencabutan hak, perampasan, percampuran harta, pembubaran suatu badan hukum, dan pelepasan hak.

Dan perspektif yang keempat adalah peralihan hak milik dalam perspektif Hukum Pertanahan Nasional berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria. Terdapat empat cara terjadi atau peralihan hak milik atas tanah berdasarkan Pasal 22 UUPA yakni melalui hukum adat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, penetapan Pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, ketentuan Undang-Undang, dan konversi hak-hak Barat (berdasarkan Pasal 1 ketentuan konversi UUPA).

Wakaf dalam perspektif Hukum Islam berarti berhenti atau menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimkasudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Terdapat ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan perintah wakaf yang dijadikan sebagai dasar hukum wakaf diantaranya surah Al-Baqarah ayat 267, surah Ali Imran ayat 92, surah An-Nahl ayat 97, surah Al-Hajj ayat 77, juga hadits-hadits yang mengisyaratkan untuk melaksanakan wakaf. Wakaf diklasifikasikan menjadi 2, yakni wakaf ahli (wakaf keluarga atau wakaf khusus) dan wakaf khairi (wakaf umum). Untuk rukun dan syarat wakaf dibagi menjadi 4, yaitu orang yang berwakaf (waqif), benda yang diwakafkan (mauquf bih), penerima wakaf (nadzir), dan adanya aqad atau lafaz atau pernyataan penyerahan wakaf (simauquf-alaihi). 

Setelah selesai aqad maka harta wakaf tersebut menjadi milik Allah SWT. yang selanjutnya dikelola oleh orang yang disebut qayyim atau nazhir atau mutawali. Kemudian seandainya wakaf tersebut sudah tidak dapat dimanfaatkan maka diperbolehkan untuk diasingkan atau dijual guna mendapatkan manfaatnya. Dalam perspektif Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam tidak jauh berbeda karena sama-sama bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah serta ijtihad, hanya saja dalam KHI lebih di khususkan dan digunakan dalam Negara Indonesia yang dipadukan dengan hukum positif.

Sedangkan perwakafan dalam perspektif Hukum Adat Indonesia dianggap sebagai suatu lembaga hukum yang timbul dari hukum adat kebiasaan dalam pergaulan hidup dan diterima masyarakat adat karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Namun tidak sedikit ahli yang menyebutkan bahwa sebelum dikenalnya wakaf, di Indonesia sudah ada terlebih dahulu lembaga-lembaga yang mempunyai persamaan dengan wakaf. Di dalam hukum adat harta benda atau objek yang diwakafkan tidak terbatas pada tanah saja, tetapi yang pling banyak dijumpai adalah wakaf atas tanah. Bentuk-bentuk wakaf adat dibgi menjadi 2 yakni wakaf yang diperuntukkan tanah perumahan buat masjid atau surau (wakaf umum) dan wakaf yang diperuntukkan untuk sebagian dari kekayaannya (wakaf khusus).

Kemudian terkait perwakafan tanah milik dalam perspektif Hukum Pertanahan Indonesia, kali ini dikhususkan pada wakaf jenis wakaf tanah milik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Unsur dan syarat wakaf disini juga sama dengan yang ada pada KHI. Menurut ketentuan UUPA pendaftaran wakaf tanah milik wajib dilaksanakan dan diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik yang dianggap penting dari segi tertib hukum maupun dari segi administrasi penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977  Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa pada dasarnya tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan, namun pada ayat selanjutnya yakni Pasal 11 ayat (2) ditentukan bahwa penyimpangan dari ketentuan ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu yakni berupa tidak sesuainya tujuan wakaf dengan yang sudah diikrarkan wakif dan karena kepentingan umum yang sudah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama. Penyelesaian perselisihan wakaf tanah milik termasuk yurisdiksi Pengadilan Agama, dan dalam pengawasan dan bimbingan perwakafan tanah milik dilakukan oleh unit-unit organisasi dari Departemen Agama secara hierarkhis. Tanah wakaf (beserta bangunannya) dikecualikan sebgai objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan, hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Perbuatan pelanggaran perwakafan tanah milik dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran sesuai dengan Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.

Di indonesia praktik wakaf uang baru dapat dukungan MUI pada tahun 2002 seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Fatwa Komisi Majelis Ulama Indonesia Tentang Wakaf Uang. Dasar hukum wakaf uang bersumber dari Al-Qur'an, hadits, dan ijma' ulama. Rukun dan syarat wakaf uang ini pun sama dengan wakaf biasa. Peruntukan wakaf uang jauh lebih fleksibilitas dan memiliki kemaslahatan lebih besar yang tidak dimiliki oleh benda lainnya.

Dalam perspektif pengaturan, masalah perwakafan tidak hanya menyangkut masalah di bidang keagamaan islam saja, namun kini menyangkut pelaksanan tugas-tugas keagrariaan. Dan dapat dikatakan bahwa wakaf merupakan sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi, disamping kegiatan yang bersifat keagamaan dan sosial. Yang mana untuk meningkatkan dan mengembangkan pembagunan hukum nasional dibentuklah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam undang-undang tersebut juga dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai suatu lembaga independen yang bertugas untuk memajukan dan menggembangkan perwakafan nasional di Indonesia. Tugas dan wewenang BWI diantaranya adalah melakukakan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan sttus harta benda wakaf, memberhentikan dan menggantikan nazhir, memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerinta dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Nazhir merupakan pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. Kedudukan nazhir sendiri adalah suatu hal yang sangat penting dan sentral. Nazhir bertanggungjawab untuk memelihara, menjaga, dan menggembangkan wakaf agar dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Karena tugas dan tanggungjawab nazhir cukup berat, rekrutmen nazhir perlu dilaksanakan dengan cara sangat selektif.

Dari pemaparan penulis yang sudah saya ambil poin-poinnya ini menunjukkan bahwa penulis memberitahukan kepada pembaca dengan sangat rinci. Baik dari segi pembahasan maupun dari segi pernyataan. Penulis tidak hanya memaparkan yang penting saja tetapi juga ia jelaskan dengan baik. Pembahasannya yang padat dan berisi ini tidak terlalu sulit untuk dipahami dan menggunakan bahasa yang mudah. Di akhir juga penulis memberikan lampiran-lampiran yang berisi penjelasan terkait undang-undang yang ia cantumkan dalam buku. Hal ini memudahkan para pembaca awan yang mungkin akan sedikit kesulitan memahami undang-undang. Judul buku yang dicantumkan dengan ukuran yang besar ini sudah cukup untuk memikat mata pembaca dan memuat semua pembahasan di dalamnya, hanya saja covernya kurang menarik dan banyaknya kutipan membuat buku ini sedikit kurang memuaskan pembaca. Dan beberapa halaman terdapat layout yang tembus sehingga terlihat dobel tulisannya dan sedikit sulit untuk dibaca. Tetapi selebihnya sudah sangat bagus untuk ukuran buku yang hanya memiliki 150 halaman yang memuat inti materi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun