Mohon tunggu...
aziz ahlaf
aziz ahlaf Mohon Tunggu... Editor - kita hanya berbeda acara dalam menggapai ridho tuhan

setiap kita punya cara unik dalam mengumpulkan pundi-pundi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Jika Beneran Lockdown?

22 Maret 2020   19:46 Diperbarui: 22 Maret 2020   20:00 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi jika lockdown//dokpri

ya tinggal Lockdown aja, jika kiranya itu langkah terbaik hasil kajian pihak terkait yang kompeten, dalam hal ini adalah pemerintah selaku decision maker.

Berarti indonesia akan berada dalam kerugian besar dong?

Itu jelas, ekonomi pun akan kena imbasnya, sektor industri, bursa efek, kurs, perdagangan, pemerintahan, masyarakat kecil terlebih. Jika toh akan ada banyak kerugian, itu artinya sebelumnya telah banyak keuntungan. 

Terlepas siapa saja yang menikmati keuntungan, masing-masing punya keuntungan versi masing-masing dengan caranya masing-masing. Saya pun punya keuntungan, keuntungannya adalah bisa menulis artikel seprti ini, hehehe..

apa yang mesti dilakukan ?.

saya pun tidak berharap terjadi lockdon, namun jika kondisi memang mengharuskan, mau gimana lagi?

  1. kualitaskan ibadah

sengaja mengambil kata kualitas, bukan tingkatkan ibadah, karena saya meyakini setiap individu sudah maksimalkan meningkatkan ibadah sesuai versi dan kemampuan masing-masing.

hanya kualitasnya yang harus diprioritaskan, kualitas adalah esensi dari ikhlas dan khusyu', adalah ketika ibadah hanya semata-mata berharap ridho tuhan, tak ada niatan lainnya.

juga, terfokus pada tuhan. bukan atas dasar sekedar menggugurkan kewajiban atas perintah tuhan. bukan pula, menjadikan ibadah atas dasar keterpaksaan.

Terlepas dari teori konspirasi global bahwa virus corona adalah hasil rekayasa genetika oleh negara AS terhadap china melalui senjata biologis, dengan misi agar china menghapuskan hutang AS terhadap china, itu diluar analisis kita sebagai rakyat biasa. Yang jelas sebagai rakyat yang juga penikmat kebijakan pemerintah hanya bisa beradaptasi dengan kondisi terpahit jika sampai lockdown diberlakukan.

1. tafakur

mati itu pasti, manusia hanyalah makhluk ciptaan. setiap yang diciptakan sudah tentu pasti binasa. hanya waktu dan cara yang tidak dapat dipastikan, itu wilayah tuhan.

Apa yang mesti ditafakuri?

Bahwa makhluk zombie supernini virus corona yang tidak kasat mata dan tidak berakal, namun dapat membuat manusia yang berakal justru dibuat panik gelisak cemas takut. Tidak kah berfikir betapa hinanya manusia atas virus corona dari sisi anatomi?, lantas apa masih juga mempertahankan ego dan kesombongannya?.

Virus corona tidak punya mobil tidak punya hp, sayap, mobil, pesawat, jabatan, pangkat, namun mereka dapat bergerak bebas, seolah mampu terbang mondar mandir kesana kemari secepat pesawat Mig 31 saat mengejar pesawat SR 71, hingga mampu membuat manusia yang konon punya fasilitas otak super jenius namun dibuat kalang kabut oleh makhluk hina seperti covid-19.

2. syukuri

waduh.. sedang wabah virus corona kok malah disyukuri ya?, ya iya lah, itu artinya kita masih diberi hidup jika mengalami kondisi lockdown. Sesimpel itu kah? Iya. Hidup itu sudah banyak kerumitan, tidak perlu lagi ditambah kerumitan berikutnya. Lockdown emang kondisi sangat tidak diharapkan.

Antisipasi itu perlu, agar punya kesiapan terhadap kondisi terburuk yang tidak diinginkan. Setidaknya secara mental masih punya kemampuan berfikir positif dan fokus pada solusi.

Hal lain yang patut disyukuri adalah tidak terjadi pemutusan saluran listrik dan jaringan seluler. Entah apa jadinya kehidupan saat ini, jika saluran listrik dan jaringan selular juga di stop oleh tuhan dengan cara-NYA secara mendadak tanpa ada kesiapan sebelumnya?. 

Tapi kan ini lagi momennya wabah corona, loh kok merambat ke listri dan jaringan seluler sih?. Iya bener, emang enggak nyambung sih, ini hanyalah sebagai bahan agar rasa syukur kita atas wabah corona namun masih diberikan nikmat lain berupa pasokan listrik dan jaringan seluler.

Meski sedang dilanda wabah corona, bukan berarti kita abaikan rasa syukur, itu intinya. Bayangkan, rumah gelap gulita, kulkas tumbang, ac modyar, lampu merah tak jelas arah, laptop bangkar, hp tak berfungsi karena kehabisan energi batere, aktifitas lumpuh total, belum lagi yang di rumah sakit dalam kondisi tanpa listrik, ruang IGD, sedang menjalani operasi, infufan pasien, penangan pasien virus corona bisa makin parah. Itu misal listrik di stop oleh tuhan secara mendadak.

Andai di tambah lagi dengan diberhentikan pula jaringan seluler?, wow... mungkin hanya kata "kiamat" yang pantas untuk diucapkan. Komunikasi terputus, koordinasi berantakan.

Tanpa bermaksud menyepelekan kondisi wabah corona, setidaknya hati kita masih ada ruang untuk bersyukur. Kita tak pernah tahu, bisa jadi hanya dengan perbanyak rasa syukur tuhan mencabut wabah corona dalam hitungan detik.

Caranya bersyukur ?

mudahkan urusan oranglain, jangan persulit hal yang sebenarnya mudah , Kurangi keluhan (lebih bagus jika tidak koleksi keluhan), buang saling nyinyir, tingkatkan kepedulian sesama, eratkan silaturahmi, sedekah banyakin, cinta duniawi dibuang, tinggalkan hal yang tidak berfaedah, dan lain sebangsanya.

3. jangan belagu

analogi mudah tentang virus corona. manusia dibekali akal untuk berfikir, punya banyak fasilitas dan perlatan mutakhir, mobil, kendaran, jabatan, kekuasaan, hp, peralatan elektronik lainnya, gelar, prestasi. Namun, Kenapa hanya melawan virus corona yang tidak punya otak, tidak bisa berfikir, tidak bisa terbang, berbadan kecil mungil, tak terlihat kasat mata. Tapi manusia dibuat tak berdaya?. Kenapa coba?.

Adalah agar manusia tidak belagu atas segala yang dimiliki.

4. peduli sesama itu penting

Virus corona datang seolah membawa pesan sindiran keras, atau bahkan makian kepada manusia yang tidak punya rasa peduli terhadap sesama, atau menurunya kepedulian sosial dan lingkungan.

hal sepele dan seringkali disepelekan adalah sikap peduli. Mentang-mentang punya gelar akademik, punya banyak prestasi, gaji besar, fasilitas melimpah, populer, punya kekuasaan, lantas kepedulian kita terhadap sesama menjadi menitipis bahkan hilang.

Jangankan terhadap sesama tetangga disekitar tempat hunian, dalam situasi tempat kerja pun menyepelekan kepedulian sesama. Meski atasan atau pimpinan berlaku tidak peduli terhadap bawahan pun bukan hal yang terpuji, apalagi hanya sebatas bawaha, budak, jongos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun