Mohon tunggu...
Azizah Ismail
Azizah Ismail Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi

Joie De Vivre

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rentannya Tindakan Online Abuse di Kota Tangerang

2 Desember 2020   01:52 Diperbarui: 5 Desember 2020   17:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

    Kota dan Perkembangannya tidak terlepas dengan adanya teknologi. Teknologi yang kini menjadi konsumsi umum bagi masyarakat modern atau masyarakat kota memiliki dampak bagi para penggunanya. Teknologi dapat membawa dampak baik, berupa semakin mudahnya komunikasi dan dengan adanya teknologi dunia diibaratkan hanya dalam genggaman tangan. Namun dibalik adanya kemudahan-kemudahan yang tersedia membuat peluang baru bagi para pelaku aksi kejahatan. Online abuse merupakan salah satu bentuk kriminalitas baru, namun sayangnya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa hal ini masuk kedalam ranah kejahatan.

     Bentuk-bentuk online abuse bisa berupa Pelecehan Seksual melalui Media Sosial seperti yang dialami oleh Mawar. Berdasarkan pernyataannya Mawar mengalami pelecehan seksual secara verbal melalui media social.

"Jadi waktu itu aku lagi ngelive gitu di ig (instagram). itu aku live berdua, sma temenku. Ya kaya biasa aja sih, jawabin pertanyaan yg nanya kita dimana etc. Sampe ketika ada satu cowo join, dia ini temen satu jurusan aku. anaknya emg friendly banget, dan asik. dia kayak yah spam komen gitu di ig aku dan yaudah aku ladenin aja tuh tanpa mikir aneh aneh. terus gak lama, ada 2 cowo dr circle si temen aku ini join juga. mereka nntn live aku lumayan lama sampe selesai bahkan. Singkat cerita, tbtb adasalah satu temen cowokku, anak kelas gt nge wa (whatsapp) aku. Nah disini dia ngess (Screenshot) grup mereka, grup circle mereka lah, dan isinya mereka omongin aku. awalnya aku uda ngira ini gabakal baik, dan bener aja. Dan yaa, gitu. sebenernya itu bukan pertama kali aku kena sexual harassment tapi rasanya masih aja sakit bgt wkw ga ngerti lagi deh".

      Selain pelecehan seksual secara online, Hacking atau peretasan yang dialami oleh Freezar juga termasuk kedalam online abuse. Peretasan sendiri dalam klausul hukum merupakan "akses ilegal" yang dilakukan terhadap komputer/sistem elektronik milik orang lain.

     Pasal 30 ayat 1 UU ITE menyebutkan "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun."

     Berdasarkan pernyataan Freezar bahwasanya ia mengalami peretasan akibat menggunakan aplikasi perantara seperti VPN atau Virtual Private Networking. 

"Awalnya mungkin karena VPN (Virtual Private Network) kebuka buat nyari website yang diprotect di indonesia, tau tau di email, ig, sama akun sosial media telah login di negara lain"

     Selain itu peretasan bisa memungkinkan terjadinya pencurian data pribadi, seperti kasus yang sedang ramai pada bulan Maret 2020, dimana terjadinya peretasan dan pencurian data pada 15 juta pengguna aplikasi E-Commerce Tokopedia.

     Jika dilihat berdasarkan pasal 32 ayat 1 UU ITE yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik."

     Maka bagi para pelaku pelanggaran UU tersebut akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

Dampak Kasus Online Abuse?

    Setiap terjadinya kejadian kriminalitas pasti terdapat dampak yang ditimbulkannya, macam-macam dampak yang dirasakan bagi korban. Seperti misalnya dampak pelecehan yang dialami oleh Mawar.

"Dampaknya yaa? aku kayak lebih ati ati banget buat milih pakaian. even aku suka pun kadang aku gaberani pake keluar karna takut banget di cat calling ataupun dilecehin lagi"

    Dari kasus yang terjadi memunculkan rasa takut pada diri Mawar ketika ia ingin keluar rumah, korban takut akan terjadinya pelecehan lagi sehingga hal ini bisa memunculkan dampak atau rasa takut yang menetap dalam diri sang korban. Selain dari segi mental, Online abuse ini bisa menimbulkan dampak rasa was-was seperti kasus peretasan yang dialami oleh freezer.

"Takutnya email yg diretas bisa ngerembet ke atm apalagi posisi kita bisa dilacak. Jadi was was aja gitu"

Prespektif Sosiologi dalam Kasus Online abuse

 Jika menganalisisnya menggunakan Teori Struktural Fungsionalisme, dimana teori ini mengajarkan bahwa secara teknis masyarakat dapat dipahami dengan melihat sifatnya sebagai suatu analisis sistem sosial, dan subsistem sosial, dengan pandangan bahwa masyarakat pada hakekatnya tersusun kepada bagian-bagian secara struktural, dimana dalam masyarakat ini terdapat berbagai sistem-sistem dan faktor-faktor yang satu sama lain mempunyai peran dan fungsinya masing-masing, saling berfungsi, dan mendukung dengan tujuan agar masyarakat dapat terus bereksistensi.

 Karena kasus Online Abuse ini termasuk kedalam kriminalitas atau bentuk kejahatan, maka dalam prespektif struktural fungsionalisme memandang bahwa kejahatan adalah aspek normal dalam masyarakat dan kejahatan itu sendiri berfungsi sebagai fungsi sosial. Kriminalitas memiliki fungsi didalam kehidupan masyarakat karena ketika terjadi kejahatan dimasyarakat akan membawa dampak perubahan sosial yang efektif bagi masyarakat itu sendiri. 

Sebagai contoh pada pernyataan Informan Abdul Aziz, dimana berada pada posisi yang memiliki teman baik itu yang menjadi korban atau pelaku dari online abuse ini. Maka dari pengalaman yang informan alami, Aziz pun melakukan tindakan preventif berupa membatasi diri dalam bersosial media.

"Cara saya buat menghindari ini ya saya membatasi diri saya dalam bersosial media, contoh biasanya saya kan kalo main sosmed ini lebih dari 6-7 jam nah saya kurangi mbak penggunaannya, Terus saya juga lock akun mbak guna mengangisipasi akun akun yang gak saya kenal. Jadi saya temenan di sosmed sama yang emang saya kenal aja di real life"

     Selain itu menurut pandangan Durkheim dalam Teori Struktural Fungsionalismenya berpendapat bahwa kejahatan atau reaksi dari adanya kejahatan sendiri (hukuman) menyatukan orang-orang, sehingga membangun solidaritas dan kekompakan sosial, yang pada akhirnya akan mengurangi kejahatan. Tanpa adanya  kejahatan di masyarakat, petugas penegak hukum seperti polisi tidak akan berfungsi. Selain itu, jika tidak ada kejahatan, sistem-sistem peradilan tidak akan berfungsi. Durkheim sendiri percaya bahwa "kejahatan tidak dapat dihindari"

     Selain itu dengan adanya kasus kasus kejahatan juga membuat pihak aparat agar terus melakukan perubahan sosial dalam sistem kerjanya. Karena dari hasil wawancaran yang saya temukan, kebanyakan para korban ada rasa "malas" dan tidak percaya ketika ingin melaporkan hal yang mereka alami.

     Mawar pun menjelaskan alasanya ketika diajukan pertanyaan mengenai apakah ia akan melaporkan kasus yang ia alami atau tidak?

"Udah males duluan karna kasus yang bahkan lebih berat dari ini, kaya pemerkosaan dll aja banyak juga yg diskip sama pihak berwajib. apalagi kasus begini".

     Selain Mawar, Freezar pun berpendapat sama.

"Kalopun lapor polisi pasti uud (ujung ujungnya duit). Kalopun ada yang jawab Engga ko dari pemerintah gratis' iya dari sono gratis tapi pas dilapangan beda"

     Hal ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi para pihak berwajib dalam menangani kasus-kasus baik online abuse maupun kasus lainnya.

     Selain itu tindak kejahatan dalam pandangan sosiologi merupakan perilaku menyimpang dari nilai dan norma dalam masyarakat. Dalam Teori Interaksi Simbolik, penyimpangan datang dari individu yg mempelajari perilaku menyimpang oranglain. Ketika seseorang melakukan perilaku penyimpangan melakukan tindakan seperti pada kasus yang dialami Mawar, dan tidak adanya hukuman atau tindak tegas bagi sang pelaku. Maka dapat melahirkan kasus-kasus baru lagi seperti kasus tersebut. 

Karena tidak adanya tindak tegas, maka pelaku aka berpikir bahwasanya tindakan yang meraka lakukan adalah hal biasa dan merupakan bahan candaan. Padahal hal tersebut dapat menimbulkan dampak yang dalam bagi para korbannya. Untuk itu diperlukannya tindak tegas pagi para pelaku kejahatan Online abuse ini sesuai dengan apa yang tertulis pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kesimpulan 

     Online abuse merupakan tindakan kejahatan baru sebagai bentuk dari perkembangan modernitas teknologi pada masyarakat. Dalam kasus-kasus online abuse diperlukannya lagi penindakan tegas agar bentuk kriminalitas online abuse ini tidak akan semakin marak. Selain itu perlunya tindakan preventif oleh individu dalam mencegah tindakan Kriminal online abuse, karena kejahatan dalam bermasyarakat tidak bisa hilangkan melainkan dari diri individu berusaha untuk mencegah agar tidak menjadi korban.  Sebagai masyarakat modern pengguna gawai dan teknologi lainnya, agar terus berhati-hati dan menjaga diri dalam menggunakan media sosial dengan baik dan bijak. Agar mengurangi dan melindungi diri dari tindak kejahatan online lainnya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun