Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hadiah Istimewa di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-76

17 Agustus 2021   07:31 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:04 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini hadiahku, mana hadiahmu?" Rasanya inilah ungkapan yang nyaman kuucapkan untukku di hari istimewa negeri tercintaku, Indonesia. Bukan sok-sokan, apalagi menantang. Karena sejatinya aku ingin menghibur diriku, keluargaku, juga teman-temanku. Siapa yang tidak lelah, gundah dan begah dengan adanya pandemi berkepanjangan yang tak tahu kapan berakhir.

Tahun ini adalah tahun kedua peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia di era pandemi. Suasana penuh keprihatinan masih menyelimuti seluruh elemen bangsa. 

Berbagai cara telah ditempuh untuk memutus rantai penyebaran virus tak kasat mata tersebut. Ikhtiar tiada henti dilakukan dan doapun tak jeda dilangitkan. Hanya satu pinta yang dihunjukkan"badai segera berlalu".

Sudah berapa kisah pilu yang kita dengar. Ambulan yang meraung-raung hampir  setiap saat, seolah sudah menjadi pemandangan biasa bagi kita. 

Pengumuman kematian dari mikrofon masjid atau berita duka di berbagai grup medsos sudah menjadi asupan harian bagi kita. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Semua pasrah dalam kuasa-Nya.

Peringatan HUT RI yang akrab disebut agustusan ini kembali terasa hambar. Belum ada lagi lomba balap karung, makan krupuk, lari kelereng, dan sebagainya yang biasa meramaikan event tahunan tersebut. Tidak mustahil jika semua kangen. Sebuah kerinduan yang membuncah dan tak tahu kepada siapa harus ditumpahkan.

Namun, tentu sudah bukan saatnya saling menyalahkan. Bukankah selain musibah pandemi juga bertabur hikmah? Seperti halnya agustusan, pandemi juga berbagi hadiah. Aku pun turut merasakannya. Mungkin bagi orang lain ini biasa saja, tapi bagiku sangat istimewa.

1. Terpapar covid 19

Rutinitas berjemur saat isolasi mandiri (Dokpri)
Rutinitas berjemur saat isolasi mandiri (Dokpri)

Bagaimana perasaan anda saat dinyatakan positif terpapar covid 19? Tentu saja ada berbagai macam ungkapan dari mereka yang pernah merasakannya. Hal ini sangat tergantung dari kondisi masing-masing. Bagi mereka yang OTG, tidak bergejala mungkin sensasinya tidak begitu terasa. 

Kedahsyatan makhluk tak terlihat itu dalam mengobrak-abrik kekebalan tubuh memang luar biasa. Demam tinggi, tenggorokan sakit, anosmia, badan serasa digebuki, bagian tubuh yang lemah pasti diserang. Belum lagi harus melakukan banyak hal sendiri karena diisolasi. Lengkap sudah, lelah fisik dan psikis. 

Tentu saja aku tidak sendirian. Sudah banyak yang merasakannya. Bahkan aku adalah penghuni kantorku yang terakhir terpapar. Selorohan seorang teman "Semua akan covid pada waktunya" ternyata benar adanya. Nah, di hari istimewa ini, tepat 17 Agustus 2021, genap 14 hari kami sekeluarga menyelesaikan isolasi mandiri di rumah. 

Setelah berjuang untuk sembuh yang tidak mudah. Proses pemulihan patah tulang tangan kiriku pasca operasi ditambah positif covid 19 adalah paket komplit bagiku untuk menjalani dan menikmati indahnya kesabaran. Inilah salah satu hadiah kemerdekaan yang istimewa bagiku.

2. Mengikuti upacara detik-detik proklamasi secara langsung di Istana Negara melalui video videoconference dengan aplikasi zoom

Undangan resmi dari Sekretariat Negara (Dokpri)
Undangan resmi dari Sekretariat Negara (Dokpri)

Aku sangat berterimakasih kepada seorang teman penulis yang kukenal di dunia maya. Kami bersama ratusan tokoh dari berbagai agama dan latar belakang di Indonesia menulis buku "Doaku untuk Indonesia" yang akan kami persembahkan kepada Presiden Joko Widodo. Buku itu telah terbit dan kini dicetak edisi revisi dengan judul "Seribu Doa dan Puisi untuk Indonesia". 

Buku inilah yang diharapkan masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) dan kami bisa diundang ke istana. Pandemi membuyarkan semuanya, mustahil kami beramai-ramai ke istana. Alhasil, kami diundang langsung oleh Presiden Jokowi dan Ibu Iriana untuk mengikuti Upacara Peringatan Ke-76 Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia melalui videoconference dengan aplikasi zoom.

Syukur Alhamdulillah. Terpilih dari kurang lebih 271,3 juta penduduk Indonesia merupakan sebuah anugerah istimewa bagiku. Setidaknya jadi obat mujarab dan support untuk bangkit dari covid 19. Ini adalah salah satu berkah dari menulis. Bismillah, bersiap mengenakan pakaian adat, tampil cantik meski hanya di depan laptop. Hehehe.

3. Antologi ke-17 yang sudah di tangan sambil menunggu antologi lain yang masih dalam proses

Antologi ke-17 (Dokpri)
Antologi ke-17 (Dokpri)

Sebagai penulis pemula aku tak berhenti belajar. Aku selalu merasa 'masih butiran debu' selama belum bisa menerbitkan buku solo. Namun, ada kepuasan tersendiri ketika bisa menerbitkan buku ber-ISBN meskipun masih keroyokan. Antologi merupakan sarana belajar untuk bisa istiqamah menulis. 

Ya, menulis dan menulis. Menebarkan virus literasi minimal di kalangan teman-teman seprofesi. Meski sambutannya belum begitu menggembirakan. Namun seiring waktu berjalan, 'dakwah literasi' itu menemui takdirnya. Beberapa teman mulai tertarik dan ikut menulis. Tidak hanya menulis, merekapun turut ngoprak-oprak teman-teman untuk mengikuti jejaknya. 

Inilah salah satu hikmah yang kutuai dari pandemi. Dimulai dari ikut kelas menulis yang berbuah antologi, webinar kepenulisan yang juga demikian, berlanjut ikut kelas-kelas antologi baik sebagai penulis maupun penyusun sekaligus editor lapis satu, aku berusaha untuk terus menulis. 

Semoga cedera tangan kiriku yang cukup parah bukan alasan untuk tidak menulis. "Beruntung yang patah tangan kiri", hibur beberapa teman. Dan benar saja, dengan tangan kiri digips dan harus digendong, aku mengejar beberapa deadline naskah dengan satu tangan.

Pada hari istimewa ini, tepat di tanggal 17, antologi berjudul "Berbisnis, Siapa Takut?" yang baru kemarin aku terima dan sudah kupajang di rak hasil karya merupakan buku ke-17. Tentu saja masih menunggu antologi lain yang masih dalam proses, baik editing, layouting maupun dalam perjalanan menuju pelukan. 

Termasuk antologi yang naskahnya masih belum kelar. Hehehe. Lagi-lagi ini adalah hadiah istimewa di hari merdeka. Mungkin bagi penulis kelas kakap, ini bukan apa-apa. Tapi bagiku, ini adalah bagian dari langkah kecilku untuk terus berusaha menginspirasi banyak orang untuk meninggalkan jejak dengan menulis. 

Mengikat ilmu dan mengabadikan karya. "Ilmu itu bagaikan hasil panen atau buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya" (Imam Syafi'i)

Mari tetap bersemangat meski  pandemi belum juga pergi. Syukuri dan hadapi. Bukankah lautan hikmah tetap terbentang di sana? Jangan kendor, tetap terapkan 5 M (Memakai masker, Mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, Menjaga jarak, Menghindari kerumunan dan Mengurangi mobilitas). Jangan lupa tambahkan 1 D, langitkan doa kepada Sang Maha Cinta. Semoga kita segera merdeka dari covid 19. Yakinlah, badai pasti berlalu. Dirgahayu negeriku, cintaku dan tumpah darahku, Indonesia. Merdeka!!

Magelang, 17 Agustus 2021


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun