Assalaamu'alaikum
Saya, Azizah Herawati. Salah satu kompasianer yang berminat mengikuti kelas menulis Khrisna Pabichara dalam rangka tutup tahun. Berikut ini saya ikutkan tiga naskah saya yang sudah pernah dimuat di Kompasiana sebagai Artikel Utama. Kategori esai. Naskah tersebut adalah:
1. Hari Anak Nasional, Momentum Mendengar dan Menyimak Apa Kata Anak
Anak-anak adalah sosok polos tanpa beban. Mereka bebas mengekspresikan apa yang dipikirkannya dengan caranya sendiri. Tugas orangtua adalah mendidik, mendampingi, dan mengarahkan supaya apa yang dilakukan tetap sesuai rel yang diajarkan agama dan etika di masyarakat.
Dalam teori tabularasa, anak ibarat kertas putih tanpa coretan. Orangtuanya lah yang nantinya akan menorehkan tulisan, gambar, atau sekadar coretan pada kertas tersebut. Tentu saja hasilnya bermacam-macam.
Ibarat memory card, masih kosong belum terisi. Mau diisi apa, tergantung siapa yang mengisi. Agama juga mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci. Orangtuanya lah yang kelah menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Anak-anak juga perekam ulung. Apa yang dilihat dan didengar akan sangat mudah direkam dalam otaknya. Makanya jangan heran kalau kita merasa tidak mengajarkan apa yang diucapkan dan dilakukan anak, tapi dia amat fasih mengucapkan dan lihai melakukannya. Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam berucap dan berbuat di depan anak. Orangtua adalah role model bagi anak.
'Kacang ora ninggal lanjaran', begitu kata orang Jawa. Kacang panjang yang ditanam tidak akan meninggalkan kayu penyangga. Maknanya tidak jauh beda dengan 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Atau 'Like son like father'. Begitulah, anak adalah cermin orangtuanya.
Aktivitas keseharian orangtua pun bisa jadi objek rekaman bagi anak. Dari yang bersifat rutinitas sederhana sampai pada rutinitas yang membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup berat. Meskipun tidak semua persepsinya tepat, tapi hal itu sangat berarti bagi kita, para orangtua. Namanya juga anak-anak, mereka bebas menilai apa saja terhadap orangtuanya.
Hari-hari istimewa kita pun bisa menjadi ajang bagi anak untuk mengkspresikan apa yang menjadi kesukaannya. Mengekspresikan hobinya. Ada yang mengekspresikan lewat gambar, lewat tulisan melalui sepucuk surat bergambar hati, atau bisa juga melalui puisi dan lagu. Tidak harus mewah. Apalagi harus beli kado mahal untuk memberi persembahan special.
Saya jadi teringat waktu Hari Ibu tahun lalu. Anak kedua saya memang ekspresif. Selalu saja ada kejutan istimewa yang tak terduga di hari istimewa itu. Nah, persembahannya untuk saya saat itu adalah selembar kertas berisi gambar perempuan berhijab dengan ucapan Selamat Hari Ibu dalam bahasa Inggris.