Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Hari Anak Nasional, Momentum Mendengar dan Menyimak Apa Kata Anak

23 Juli 2020   11:40 Diperbarui: 23 Juli 2022   06:50 1559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak adalah sosok polos tanpa beban. Mereka bebas mengekspresikan apa yang dipikirkannya dengan caranya sendiri. Tugas orangtua adalah mendidik, mendampingi, dan mengarahkan supaya apa yang dilakukan tetap sesuai rel yang diajarkan agama dan etika di masyarakat. 

Dalam teori tabularasa, anak ibarat kertas putih tanpa coretan. Orangtuanya lah yang nantinya akan menorehkan tulisan, gambar, atau sekadar coretan pada kertas tersebut. Tentu saja hasilnya bermacam-macam.

Ibarat memory card, masih kosong belum terisi. Mau diisi apa, tergantung siapa yang mengisi. Agama juga mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci. Orangtuanya lah yang kelah menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Anak-anak juga perekam ulung. Apa yang dilihat dan didengar akan sangat mudah direkam dalam otaknya. Makanya jangan heran kalau kita merasa tidak mengajarkan apa yang diucapkan dan dilakukan anak, tapi dia amat fasih mengucapkan dan lihai melakukannya.

Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam berucap dan berbuat di depan anak. Orangtua adalah role model bagi anak.

'Kacang ora ninggal lanjaran', begitu kata orang Jawa.

Kacang panjang yang ditanam tidak akan meninggalkan kayu penyangga. Maknanya tidak jauh beda dengan 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Atau 'Like son like father'. Begitulah, anak adalah cermin orangtuanya.

Aktivitas keseharian orangtua pun bisa jadi objek rekaman bagi anak. Dari yang bersifat rutinitas sederhana sampai pada rutinitas yang membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup berat.

Meskipun tidak semua persepsinya tepat, tapi hal itu sangat berarti bagi kita, para orangtua. Namanya juga anak-anak, mereka bebas menilai apa saja terhadap orangtuanya.

Hari-hari istimewa kita pun bisa menjadi ajang bagi anak untuk mengekspresikan apa yang menjadi kesukaannya. Mengekspresikan hobinya.

Ada yang mengekspresikan lewat gambar, lewat tulisan melalui sepucuk surat bergambar hati, atau bisa juga melalui puisi dan lagu. Tidak harus mewah. Apalagi harus beli kado mahal untuk memberi persembahan special.

Saya jadi teringat waktu Hari Ibu tahun lalu. Anak kedua saya memang ekspresif. Selalu saja ada kejutan istimewa yang tak terduga di hari istimewa itu. Nah, persembahannya untuk saya saat itu adalah selembar kertas berisi gambar perempuan berhijab dengan ucapan Selamat Hari Ibu dalam bahasa Inggris.

Gambar perempuan berhijab itu dikelilingi gambar-gambar lucu dengan keterangan di bawahnya. Gambar dan tulisan yang membuat saya makjleb, tersenyum, terharu, tersanjung atau malah geli sendiri. Tak peduli itu sebuah bentuk apresiasi, penilaian, dugaan, kesimpulan, atau bisa jadi sebuah bentuk protes. Yang jelas, saya sangat menyukainya.

Gambar pertama di sisi kanan atas adalah gambar topi chef bertuliskan koki. Gambaran rekaman yang sangat jelas bahwa di matanya saya adalah sosok koki yang selalu menyempatkan diri untuk memasak, meskipun dia tahu saya sangat sibuk.

Baginya masakan saya adalah istimewa. Meski tidak seenak dan seistimewa masakan chef Juna, tapi saya merasakan bahwa masakan saya selalu dinanti.

Di bawah gambar topi koki ada gambar radio dengan tulisan penyiar radio. Kesimpulan ala anak yang bagi saya sangat simple. Munculnya rekaman ini tidak lain karena dia sering mendengar suara saya di radio. Bahkan sesekali saya ajak main ke radio bersama adiknya.

Padahal sejatinya, saya bukanlah penyiar, tapi pengisi acara sebuah kajian rutin rohani Islam. Itulah kesimpulan anak, no problemo.

Tidak ketinggalan gambar laptop bertuliskan orang kantoran. Gambaran yang sangat jelas dari rekamannya sejak dia masih kecil yang disaksikannya setiap hari. Saya berangkat kerja di pagi hari dan pulang di sore hari. Persis orang kantoran.

dok. pribadi
dok. pribadi
Gambar sisi paling kanan adalah gambar sapu bertuliskan cleaning service. Gambar ini membuat saya tersenyum geli. Bagaimana tidak, saya sempat pegang sapu dan lap pel cuma musiman. Paling tidak kalau libur.

Bersyukurlah kalau si anak mengapresiasi rutinitas musiman itu seolah-olah saya juga rajin bersih-bersih. Tapi, benar juga sih, kalau sedang mood, saya melakukan aktivitas bersih-bersih rumah dengan all out.

Beberapa gambar di sisi kiri benar-benar membuat hati saya makjleb. Salah satunya tulisan traveler di bawah gambar pesawat terbang. Entah ini protes atau apresiasi.

Sejak kecil saya memang sering meninggalkannya ke luar kota untuk melaksanakan tugas, baik tugas profesi maupun organisasi. Kadang dia sangat enjoy karena sudah terbiasa, tapi tidak jarang dia protes sering ditinggal. Hemmmm... tidak makjleb.

Satu-satunya gambar yang membuat saya tertawa lepas adalah gambar angka yang menunjukkan rupiah dengan tulisan orang kaya, dalam kurung 'kayaknya'. Ini kesimpulan dan dugaan versi anak banget. Bisa jadi karena saat minta sesuatu cenderung dipenuhi.

Terkadang harus merayu dengan rayuan maut, di mana saya bisa melayang dibuatnya. "Ibu kan kaya," katanya. Dan benar saja, ini adalah modus. Diaminkan saja. Semoga menjadi orang kaya beneran, tidak pakai  'kayaknya'.

Dua gambar terakhir sepertinya sebuah closing tentang apresiasinya terhadap saya. Tentang bagaimana di sela kesibukan saya bekerja, saya tetap berusaha menjadi ibu yang harus kembali ke rumah, menjadi ibu rumah tangga. Gambar seorang ibu mengepakkan kedua tangannya ke atas bertuliskan 'IRT tapi ngantor' membuat saya tersenyum simpul.

Finnaly, gambar huruf S ala Superman bertuliskan 'My Hero' adalah apresiasi luar biasa dari seorang anak kepada ibunya. Benar-benar membuat saya ge-er. Sangat menghibur.

Hal ini menunjukkan bahwa dia menganggap saya adalah pahlawan baginya. Seseorang dengan segala keterbatasannya berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Begitulah ekspresi salah satu anak saya terhadap saya. Penilaian ala anak. Terlepas tepat atau tidak, itulah anak-anak. Sosok polos yang selalu merindukan ibunya. Ada secercah harap bagi para orangtua, salah satunya ibu untuk terus semangat dan berbuat yang terbaik untuk keluarga terutama anak-anak.

Di sisi lain, selalu ada pesan bagi para anak untuk terus berbuat yang terbaik kepada kedua orangtuanya. Dua sosok yang tak kenal lelah memberikan yang terbaik bagi keluarga khususnya anak-anak.

Semoga momen Hari Anak Nasional tahun ini menjadi pengobar semangat bagi para orangtua untuk mendidik, membimbing, dan membersamai anak-anak untuk menjadi generasi sholeh yang berkarakter.

Mari belajar menyimak dan mendengar 'apa kata anak', sehingga terjalin komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Karena komunikasi adalah salah satu sarana untuk memastikan bahwa anak tetap berada di jalur yang benar.

Menjadi contoh terbaik dalam perkataan dan perbuatan, karena sejatinya orangtua adalah teladan yang sesungguhnya bagi anak-anaknya. Selamat Hari Anak Nasional untuk anak-anak hebat di seluruh Tanah Air. Ayo kamu bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun