Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerdas di Tengah Krisis

6 Mei 2020   10:49 Diperbarui: 6 Mei 2020   11:10 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nila cantik-cantik, masih fresh, bikin makan bisa nambah! per-kilo 35K. Monggo diorder....!! Yang dibumbui tinggal goreng juga ada! Gratis ongkir untuk area Muntilan!!"

"Saya pesen 1 kilo ya mbak, yang fresh belum dibumbui!" Dianter ke depan Apotik Kauman ya mbak, Bu Yazid!"

"Injih bu, habis duhur njih, sambil antar ayam goreng ke Tamanagung!".

"Hallooo....adakah yang jual kolang kaling di sini? Order njih, 1 kilo aja!"

"Siap mbak! Maturnuwun dilarisi...!"

Aroma covid 19 masih terasa. Pandemi yang berkepanjangan menimbulkan dampak multi dimensi. Badai krisispun mengancam semua lini. Terlebih pada sektor ekonomi. Upaya pencegahan penularan covid 19 yang menuntut masyarakat untuk berdiam di rumah (stay at home) serta menghindari kerumunan berupa pembatasan sosial dengan orang lain (social distancing) menyebabkan para pedagang banyak kehilangan pelanggan. 

Sebaliknya masyarakat umum yang notabene menjadi konsumen juga dibuat repot dengan kondisi ini. Toko dan warung langganan tutup. Barang-barang kebutuhan sulit didapat dan harganyapun melambung tinggi bak meteor. Belum lagi yang dihinggapi penyakit malas keluar rumah karena terlanjur nyaman dengan posisi work from home, bekerja dari rumah.

Bulan Ramadlan yang biasanya merupakan pestanya para pedagang, kini tinggal kenangan. Bahkan teman saya yang selalu berjaya di bulan Ramadlan dengan toko fashionnya yang penuh sesak dengan pengunjungpun mengeluh sepi. 

Produsen kue lebaran yang biasanya banjir order juga memilih lockdown. Pertokoan di deretan pecinan Muntilan yang tidak pernah luput dari yang namanya prepegan, kini bisa dibilang nyenyet, sepi pengunjung. 

Usaha catering yang selalu banjir pesanan aneka macam menu takjil juga turut sepi pemesan, karena hampir semua masjid dan perkantoran meniadakan buka bersama. Pilu rasanya. Dalam kondisi demikian, dibutuhkan cara cerdas untuk tetap bertahan sehingga dompet tetap terisi dan dapur tidak berhenti mengepul.

Jualan online bukan sesuatu yang asing dan merupakan salah satu solusi praktis di dunia digital seperti saat ini. Namun berbagai aplikasi dan  varian dagangan yang selama ini mendominasi jagat maya ternyata belum mampu memenuhi keinginan yang dibutuhkan pasar. 

Mengapa demikian? Aplikasi belanja online selama ini hanya dikonsumsi oleh mereka yang bener-bener melek tekhnologi. Sebut saja Tokopedia, Lazada, Shopee, OLX, Bukalapak dan aneka aplikasi lain yang sudah lama berkibar.

Pemakainya rata-rata emak-emak sosialita, orang kantoran, mahasiswa dan orang-orang yang 'merasa' berkelas lainnya.  Barang yang ditawarkanpun bukan barang-barang habis pakai, namun barang-barang berat seperti elektronik, fashion bahkan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Kalaupun pesan makanan melalui aplikasi go-food atau go-send, bisa dipastikan konsumennya orang-orang tajir atau pelajar dan mahasiswa.

Cara belanja konvensional yang sederhana, pesan, dapat barang dan bayar tetap jadi pilihan. Apalagi bulan Ramadlan. Amunisi untuk buka dan sahur bagi setiap keluarga menjadi agenda wajib, khususnya para emak. Namun kondisi menuntut untuk mau beralih ke system online. 

Padahal tidak semua emak melek dan tertarik dengan cara belanja online. Aplikasi yang umum digunakan para emak di semua kalangan adalah whatsapp. Sehingga tuntutan memaksimalkan fungsi aplikasi ini menjadi sebuah keniscayaan. 

Harapannya semua bisa terlibat di dalam grup dan apa yang dibutuhkan tersedia dan bisa didapat dengan mudah. Cukup buka hp, simak tawaran di grup, jika ada yang diminati segera chat pribadi dan bikin transaksi. Mudah dan semua bisa.

Petikan obrolan di awal artikel ini adalah obrolan pada wall salah satu grup whatsapp. Anggotanya emak-emak segala usia tanpa memandang status sosial namun merupakan anggota dan simpatisan sebuah komunitas. 

Namanya "Kedai Kita". Semua anggota bisa berperan menjadi penjual maupun pembeli bahkan bisa meminta admin untuk memasukkan teman, saudara maupun tetangganya untuk bergabung di grup. 

Setiap hari grup dibuka dan digelar berbagai dagangan yang variatif. Variannya meliputi bahan mentah seberti telor, daging, bawang putih, bawang merah, gula pasir dan lain-lain. Adapun yang tinggal santap sangat bervariasi dari aneka jenang, buah-buahan, lauk pauk dan berbagai olahan sayur yang begitu mengundang selera. 

Semuanya COD ( Cash On Demand) yakni kesepakatan penjual dan pembeli bertemu dan bertatap muka secara langsung, bertransaksi offline atau bahasa mudahnya bayar di tempat saat barang sudah diterima.  Ini merupakan salah satu bentuk solusi emak-emak cerdas dalam memenuhi kebutuhan di tengah krisis. Hemat, cepat dan praktis. Penjual senang, pembelipun riang.

Slogan yang cukup viral "Blonjo ning tonggo, nglarisi konco" (Belanja di (warung) tetangga, melarisi (dagangan) teman) dijadikan prinsip emak-emak di grup whatsapp tersebut. Selain belanja ke warung tetangga untuk hal yang ada dan mudah, nglarisi teman sendiri, juga jadi pilihan. 

Mungkin sudah naluri emak-emak ya, kalau biasanya rempong mbanding-mbandingkan harga. Ibaratnya uang seribu rupiah, minta saja boleh, tapi kalau urusan jual beli, selisih seribu rupiah saja, langsung cancut pilih yang lebih murah. Begitulah! 

Namun kerempongan itu harus dibuang jauh-jauh di grup ini. Toh, selisih cuma sedikit dan barang sudah sampai di rumah. Apalagi karena kebanyakan kasepuhan dan biasa ikut ta'lim maka semua diniati ibadah. Sambil belanja, dapat pahala, tambah saudara. Untuk nyambung tresno tepatnya.

Tidak ada yang diciptakan Allah tanpa hikmah. Termasuk makhluk kecil bernama covid 19 ini. Krisis yang timbul sebagai dampak penularan virus ini justru memunculkan ide-ide cerdas, salah satunya dari emak-emak tadi. Tetap taat pemerintah untuk tinggal di rumah, tanpa meninggalkan kesempatan silaturahim dan berbagi rizki pada sesama. 

Nglarisi konco dan nyambung tresno. Sesuatu yang patut disyukuri di tengah kesyahduan Ramadlan nan suci. Satu lagi, grup emak-emak cerdas ini juga mengajarkan tentang tepo seliro sesama bakuler, sebutan bagi pelapak. Dari mana? Dari ketegasan admin. 

Admin akan menegur bakuler yang menawarkan barang yang sama dan sudah ditawarkan lebih dahulu oleh bakuler yang lain. Namun tetap mempersilahkan para bakuler menawarkan barangnya di status pribadinya. Sebuah upaya mong tinemong sesama bakuler, saling menghargai, tanpa ada yang merasa dirugikan.

Saya yakin ada komunitas lain yang senada dan sudah melakukan hal yang sama. Karena sayapun bergabung di sana. Namun, ada beberapa catatan penting yang saya garis bawahi dan diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi yang lain dari terbentuknya komunitas ini.  Pertama, adanya prinsip ta'awun, tolong-menolong sesama teman.

Kedua, adanya prinsip tafadlul, mengutamakan membeli dagangan teman. Ketiga, adanya prinsip ta'abud, belanja diniati ibadah baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia (hablun minallah wa hablun minannas). Keempat, adanya prinsip tasamuh, tanggang rasa, tepo seliro sesama pedagang.

Mari kita hadapi pandemi covid 19 ini dengan  tetap berbagi semangat, menabur manfaat. Bekerja keras dan berpikir cerdas. Kita gapai keberkahan Ramadlan dengan meningkatkan kepedulian kepada sesama. Jangan pernah berhenti melantunkan doa dan harapan agar badai segera berlalu. 

Karena sebagai insan beriman, kita meyakini bahwa tidak ada satupun yang dicipta-Nya dengan sia-sia "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka". Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun