Mohon tunggu...
Bee Qolbi
Bee Qolbi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Negeri Malang dan santri PPTQ Nurul Furqon

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Analisis Novel Salah Asuhan

15 Februari 2017   22:17 Diperbarui: 15 Februari 2017   23:18 10427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Corrie memutuskan untuk meninggalkan Hanafi dan pergi ke Semarang. Mengabdi di sebuah panti asuhan. Latar belakang dari kepergian Corrie itu tidak lain karena dirinya difitnah berzina oleh Hanafi. Ketika dalam kesendirian itu, sadarlah Hanafi bahwa dirinya merindukan ibu yang telah ditinggalkannya di tanah Solok. Dia pun merindukan Corrie dan menyesali perbuatannya kepada Rapiah selama ini.

Ketika Hanafi menjemput Corrie di Semarang, Corrie telah meninggal dunia akibat penyakit kolera yang dideritanya. Hanafi semakin terpukul dan putus harapan. Kemudian, dia memutuskan kembali ke kampung untuk bertemu dengan ibunya, Rapiah dan anaknya, Syafei.

Rapiah justru bersikap dingin, bahkan menghindari untuk bertemu Hanafi. Rapiah juga menjauhkan anaknya dari Hanafi. Cerita ditutup dengan kematian Hanafi yang tragis. Dia sengaja meminum tablet sublimat agar dirinya bisa bersama Corrie di alam kekal.

Tema yang diangkat dalam novel ini adalah ketidakbanggaan sebagai masyarakat bumi putera. Sehingga tokoh mengidentifikasikan dirinya selayaknya orang Belanda. Namun, penulis tidak sampai menyinggung atau menjelek-jelekkan rakyat Belanda atau menimbulkan penafsiran yang engatif. Karena pada masa novel ini diterbitkan, masih berlaku aturan nota rinkes yang mewajibkan pengarang untuk menghasilkan karya sastra yang bersifat didaktis. Novel ini juga mengusung tema kehidupan masyarakat Minangkabau, dengan tradisinya yang bermacam-macam dilihat dari variasi Bahasa yang digunakan. 

Dari gaya penceritaan penulis, terlihat jelas bahwa novel ini masih sangat terpengaruh oleh kolonialisme. Beberapa percakapan dan istilah dalam novel ini menggunakan Bahasa Belanda. Gaya hidup Hanafi juga digambarkan sebagaimana orang Belanda pada umumnya. Jika dilihat dari judulnya, salah asuhan dapat diartikan Hanafi salah masuk dalam pergaulan. Pendidikan Hanafi yang tinggi dan bercampur dengan orang Belanda membuatnya sombong dan tidak mau berkumpul dengan kalangan bumiputra. Baginya, bumiputra adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti tatanan kehidupan bangsa Eropa. Pendidikan Hanafi yang tinggi tidak dibarengi dengan pendidikan agama yang mumpuni. Gaya hidup Haanfi yang kebarat-baratan itu seperti tercermin dalam kutipan berikut ini:

Maka tiadalah ia segan-segan mengeluarkan uang buat mengisi rumah sewaan di Solok itu secara yang dikehendaki oleh anaknya. Hanafi berkata, bahwa ia dari kecilnya hidup di dalam rumah orang Belanda saja; jadi tidak senanglah hatinya, jika aturan mengisi rumahnya tidak mengarah-arah itu pula.

Tapi sepanjang hari orang tua itu termangu-mangu saja, karena dari beranda muka sampai ke dapur dan kamar mandi diperbuat secara aturan rumah orang Belanda…(hlm. 23)

Diskriminasi bangsa dan superioritas bangsa barat juga jelas tergambar dalam novel ini. Pernikahan antara Hanafi dan Corrie yang berbeda bangsa mendapat perlawanan sosial dari masyarakat. Bagi sudut pandang orang Eropa, pernikahan dengan bumiputra hanya akan menjatuhkan martabat.

“…Tapi lain sekali keadaannya pada pertimbangan orang barat itu, kalau seorang nyonya barat sampai bersuami, bahkan beranak dengan orang sini. Terlebih dahulu nyonya itu dipandang seolah-olah sudah membuang diri kepada orang sini. Di dalam undang-undang negeri ia pun segera dikeluarkan dari hak orang Eropa…”(hlm. 15)

Selain mencerminkan kuatnya pengaruh kolonial, novel ini juga mencerminkan kebudayaan Melayu yang kental. Beberapa kata menggunakan Bahasa Melayu. Budaya yang masih melekat itu adalah tradisi balas budi. Seperti pernikahan antara Hanafi dan Rapiah. Budaya balas budi ini pada masa itu kemungkinan menjadi tradisi yang amat kental di kalangan bumiputra. Seperti dalam novel oleh Siti Nurbaya karangan Marah Roesli yang juga mengangkat tentang pernikahan balas budi.

“Maka terpikir pulalah ia akan utangnya kepada mamaknya utang uang dan utang budi, secara yang telah diterangkan ibunya dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun