Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tembang Bisu di Malam Tahun Baru

31 Desember 2010   22:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

seperti malam-malam sebelumnya di tahun 2010 maka malam-malam yang akan datang di tahun 2011 juga tak akan jauh beda. hanya ada dua pilihan malam malam itu akan bertabur cahaya bintang dalam pijar indah rembulan atau akan gelap gulita tanpa cahaya. dan -kebetulan- malam ini di jogja diperkenankan oleh Allah untuk mendapat pilihan pertama. suasana cerah berbagi tawa anak-anak manusia yang menyambut datangnya tahun baru. tapi sesungguhnya entah suka cita apa yang dirayakan, kisah selama 2010 atau harapan di 2011. manusia tak pernaha tau apa yang akan terjadi nanti, seperti itupulalah hakikat manusia sebenarnya, selalu menjalani "sandiwara" yang di sutradarai Allah SWT.

antara desa dan kota

ketika secara perlahan hidup saya pindah dari desa ke kota maka sesungguhnya tanpa di sadari saya mengalami apa itu yang disebut "shock city" kekagetan akan kehidupan kota dengan segala macam tetek-bengeknya termasuk di dalamnya kekagetan dalam perayaan tahun baru. aya tak pernah betul-betul memahami, mengapa orang –khususnya di kota-kota--selalu menyambut Tahun Baru dengan suka ria.

Pesta-pesta dan hura-hura untuk memeriahkan pergantian tahun dilangsungkan dimana-mana bahkan sering kali dengan menghamburkan uang yang tidak sedikit. Apakah itu sekedar mengikuti tradisi yang sudah berjalan atau merupakan naluri dari kesenangan manusia terhadap sesuatu yang baru. Senang Tahun Baru seperti senang kepada baju atau sepatu baru, atau naluri senang kepada peningkatan dan pertambahan. padahal sesungguhnya esensi tahun baru beda dengan kata "baru" yang lain, karena tahun baru adalah lepasnya tahun-tahun yang telah lampau.

saat saya di kampung, tahun baru hampir tidak pernah spesial, berlengsung biasa saja, justru perayaan tahun baru hijriah lebih meriah diisi dengan pawai obor sambil bersholawat. mungkin masih kentalnya lingkup adat lokal dan agama membuat tahun baru diisi dengan bermuhasabah diri, bukan dengan pesta-pesta dan hura-hura. ini semua membuat saya rindu akan kampung di mana perayaan tahun baru diisi dengan "kesunyian".

tahun baru itu

tahun baru itu sesungguhnya adalah mengenang kembali perjuangan ketika ibumu rela memutuskan 40 urat nadi di dinding rahminya dengaun peluh keringat dan darah disertai jeritan perjuangan hanya untuk membuatmu melihat cerahnya mentari pagi dan engkau bisa menghirup nafas kehidupan, supaya kau tahu apa artinya sebuah cinta dan kasih sayang

tahun baru itu sesungguhnya adalah mengang kembali wajah khawatir bapakmu ketika bibirnya tak lepas dari doa ketika menyaksikan perjuangan ibumu. saat itu adalah saat dimana mendengarkan kembali alunan adzan yang terlauntun di telingamu sebagai awal suara pertama yang bapakmu isi sebagai bekal perjalanan hidupmu kelak, supaya kau tahu apa artinya kehormatan

tahun baru itu sesungguhnya adalah mengenang kembali waktu yang telah hilang dimasa lampau. merasakan kembali sejarah manis getir hidupmu yang telah kau lewati selama ini. semua yang ada pada dirimu saat ini adalah sebuah proyeksi atas apa yang telah kau lakukan dimasa hidup yang telah kau lewati dulu supaya kau tahu apa artinya kehidupan

tahun baru itu sesungguhnya adalah menatap laju kedepan sebagai sebuah persiapan mengejar cita-cita dan harapan. mempersiapkan diri untuk perjalanan dan lika-liku hidup yang penuh misteri yang tak pernah kau tahu akan hal itu karena kita dimasa depan adalah apa yang kita lakukan sekarang. lepaskan semua harapan dari belenggu kekahawatiran untuk cita dimasa depan supaya kau tahu apa artinya perjuangan

tahun baru itu sesungguhnya adalah melihat sisa usia pada diri kita yang penuh noda. karena pada setiap kembang api bersinar sekejap lalu padam yang padam, pada setiap  gema trompet yang kita tiup adalah pertanda mulai padam dan terpotongnya jatah usia kita untuk beribadah dan berbakti sebagai anak dan hamba. mozaik itu adalah epos nyata suaya kau tahu apa artinya pengabdian

tahun baru itu sesunggunya adalah menikmati setiap jejak langkah hidup kita yang bertabur, manis, pahit, asam dan asin. merasakan setiap titian langkah hidup yang penuh misteri dan kejutan tak beralas, mengurai kembail rangkaian benang-benang kusut yang membuat wajah kita berganti tawa ceria hingga duka penuh luka. semua itu akan menyadarkan kita akan apa artinya perjalanan

tahun baru itu sesungguhnya menyadari keberadaanmu sebagai manusia didunia. mengingatkanmu akan hak yang kau miliki dan kewajiban yang harus kau jalani. kehadiran dirimu sebagai individu dapat dipengaruhi dan bisa mempengaruhi orang lain sehingga membentuk karaktermu sendiri. itu semua terangkai dalam setiap kisah supaya kau tahu apa artinya tanggungjawab

tembang kebisuan

hingar-bingar beberapa menit yang penuh suara dan cahaya itu kembali hilang dalam sesaat. kegaduhan, keramaian, hura-hura, sekejap kemudian hilang. ditelah oleh kegelapan dan kesunyian. harapan dan sejarah berputar jadi satu dalam bianglala, terkadang di atas terkadang pula di bawah. seperti layaknya percikan kembang api, seperti itu pulalah hidup ini jika di sadari. hanya sekejap, bersinar dan bersuara dalam sekejap. setelah itu hilang tak berbekas, kembali lagi menjadi gelap dan sunyi seperti biasa dan malam-malam sebelumnya.

... yen ing tawang ono lintang cah ayu,

aku ngenteni tekamu...

marang mego ing angkoso, nimas

sun takokane pawartamu...

tembang nenek-nenek itu begitu lirih, mengurai notasi sunyi sambil menghitung uban yang merambat di kepalanya. walau uban itu terlihat hitam di malam ini, hanya sekelibatan kilat dari kembang api saja yang membuat uban nenek itu tampak bercahaya akibat pantulan.

di lingkungan kami (saya dan nenek itu) begitu sepi, mungkin sebagian besar penduduknya pergi keluar, ke pusat-pusat keramaian jogja. di sini hanya gemerisik angin di musim hujan saja yang menghalau setiap kegisuan yang di datangkan malam. di dipan kayu lusuh yang berada di depan rumahnya itu, sang nenek menembang, mengalunkan melodi-melodi mengiris hati, seolah menantang deru lutas kembang api dan terompet yang tak pernah henti.

suaranya terus meranggas dalam hutan-hutan beton, hingga terbawa angin malam kalah beradu dengan teriakan dari sound system di pelataran bundara+boulevard UGM. dari sudut rumahnya inilah sang nenek bisa melihat ribuan percik cahaya kembang api berkedip. terkenang semua kisah dan sejarah di masa lampau yang penuh asam garam kehidupan. tembangnya sendiri adalah sebuah romantisme mengenang hidup yang penuh perjuangan dari masa-masa sebelum kemerdekaan hingga sejarah di ancamnya keistimewaan di bumi jogja ini. sebuah nostalgia yang hanya bisa dia nikmati sendiri karena suaminya telah menghadap yang kuasa terlebih dahulu.

Nostalgia sang nenek di tahun baru mungkin juga nostalgia saya, Nostalgia emang asik. Banyak hal yang mungkin telah kita temukan. Banyak titik-titik yang ternyata menjadi garis yang mengantar kita hingga menjadi apa kita sekarang ini. Hati-hati lubang kesedihan menganga di setiap langkah yang telah terjejak, bahkan kegembiraan menjadi suatu hal yang pahit untuk dikenang karena maknanya menjadi berbeda kini. Dia yang dulu mungkin bergembira dengan kita telah tiada, dia yang dulu menjadi kesayangan orang lain, dan betapa singkatnya semua tertutup menjadi kenangan dibungkus waktu dalam kotak ingatan.

nyanyian sang nenek itu masih sangat terasa membius saya malm ini, hingga enggan beranjak untuk pergi, lantunannya benar-benar menyihir saya dalam remang kebisuan malam. tembang nenek itu adalah sebuah tembang harapan dan kenangan, entah harapan untuk apa dan kenangan akan siapa. tembang itu menjadi terasa bisu malam ini, dalam magis gemerlap kembang api sang nenek terus bernyanyi tanpa peduli karena mungkin buat nenek itu, malam ini tak jauh beda dengan malam-malam sebelumnya.

....yen ing tawang ono lintang cah ayu

aku ngenteni tekamu...

tembang magis ini beradu deru terompet dan ledakan kembang api, hingga mengurai melodi notasi yang membuatnya serasa penuh kebisuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun