Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tembang Bisu di Malam Tahun Baru

31 Desember 2010   22:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

tahun baru itu sesunggunya adalah menikmati setiap jejak langkah hidup kita yang bertabur, manis, pahit, asam dan asin. merasakan setiap titian langkah hidup yang penuh misteri dan kejutan tak beralas, mengurai kembail rangkaian benang-benang kusut yang membuat wajah kita berganti tawa ceria hingga duka penuh luka. semua itu akan menyadarkan kita akan apa artinya perjalanan

tahun baru itu sesungguhnya menyadari keberadaanmu sebagai manusia didunia. mengingatkanmu akan hak yang kau miliki dan kewajiban yang harus kau jalani. kehadiran dirimu sebagai individu dapat dipengaruhi dan bisa mempengaruhi orang lain sehingga membentuk karaktermu sendiri. itu semua terangkai dalam setiap kisah supaya kau tahu apa artinya tanggungjawab

tembang kebisuan

hingar-bingar beberapa menit yang penuh suara dan cahaya itu kembali hilang dalam sesaat. kegaduhan, keramaian, hura-hura, sekejap kemudian hilang. ditelah oleh kegelapan dan kesunyian. harapan dan sejarah berputar jadi satu dalam bianglala, terkadang di atas terkadang pula di bawah. seperti layaknya percikan kembang api, seperti itu pulalah hidup ini jika di sadari. hanya sekejap, bersinar dan bersuara dalam sekejap. setelah itu hilang tak berbekas, kembali lagi menjadi gelap dan sunyi seperti biasa dan malam-malam sebelumnya.

... yen ing tawang ono lintang cah ayu,

aku ngenteni tekamu...

marang mego ing angkoso, nimas

sun takokane pawartamu...

tembang nenek-nenek itu begitu lirih, mengurai notasi sunyi sambil menghitung uban yang merambat di kepalanya. walau uban itu terlihat hitam di malam ini, hanya sekelibatan kilat dari kembang api saja yang membuat uban nenek itu tampak bercahaya akibat pantulan.

di lingkungan kami (saya dan nenek itu) begitu sepi, mungkin sebagian besar penduduknya pergi keluar, ke pusat-pusat keramaian jogja. di sini hanya gemerisik angin di musim hujan saja yang menghalau setiap kegisuan yang di datangkan malam. di dipan kayu lusuh yang berada di depan rumahnya itu, sang nenek menembang, mengalunkan melodi-melodi mengiris hati, seolah menantang deru lutas kembang api dan terompet yang tak pernah henti.

suaranya terus meranggas dalam hutan-hutan beton, hingga terbawa angin malam kalah beradu dengan teriakan dari sound system di pelataran bundara+boulevard UGM. dari sudut rumahnya inilah sang nenek bisa melihat ribuan percik cahaya kembang api berkedip. terkenang semua kisah dan sejarah di masa lampau yang penuh asam garam kehidupan. tembangnya sendiri adalah sebuah romantisme mengenang hidup yang penuh perjuangan dari masa-masa sebelum kemerdekaan hingga sejarah di ancamnya keistimewaan di bumi jogja ini. sebuah nostalgia yang hanya bisa dia nikmati sendiri karena suaminya telah menghadap yang kuasa terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun