Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ibuku Dihukum Penjara 2 Tahun (Sebuah Kisah di Bangku Pengadilan)

6 Oktober 2010   16:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:39 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

hari ini mungkin hari yang tak akan peranah kulupakan bahkan mungkin oleh seluruh keluargaku, oleh ayah, ibu maupun dua saudaraku. hari ini 6 oktober ibuku resmi menjadi narapidana dan diputus bersalah danal sebuah rangkaian kasus gayus yang tak ku mengerti sebagai anak manusia. hari ini semua tertuju pada pembatalan pak presiden ke tanah kompeni, dan kolega-kolega ibuku sibuk berjudi dengan pimpinan barunya. tidak akan banyak yang peduli dengan kasus dan nasi yang menimpa keluarga kami terutama ibu. buat mereka kasus ini sudah tak penting, kasus perwira administrasi kecil yang terjebak dalam labiri busuk korupsi negeri ibu pertiwi.

kini kepada siapa aku harus mengadu, apakah aku harus seperti seorang ayah dari malang yang berjalan kaki menuntuk keadilanke istana hingga terlunta-lunta di jakarta, ataukah aku harus seperti ibu yang membawa anaknya ke istana untuk menuntut keadilan atas anaknya yang terkena ledakan tabung gas tiga kilo. tapi apalah dayaku aku hanyalah seorang anak perempuan yang pingsan di pengadilan saat mendengar ibuku di vonis 2 tahun penjara. aku tak berdaya, aku hanyalah seorang hamba yang menuntut keadilan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. kini kepercayaanku pada hukum di indonesia telah sirna.

[caption id="attachment_281007" align="alignleft" width="400" caption="anggi, dalam pelukan ibunya (sri sumartini) {sumber: kompas.com}"][/caption]

ibuku bernama sri sumartini atau dalam kepolisisn sering di panggil akp sri sumartini, tapi orang-orang lebih sering memanggilnya tini. panggl saja itu. tini. sederhana. kini kami dalam keluarha masih bertanya, kenapa hanya ibu dari petugas administrasi yang hanya mengurus surat-menyurat terseret dalam bui, padahal ibu tak tahu apa-apa. beliau dituduh menerima uang yang bahkan hingga palu di ketuk bukti uang sampai di tangan ibu tidak pernah terbukti, yang ada hanya keterangan dari seorang karyawan pajak yang terkenal busuknya dan keterangan seorang pengacara yang terbukti sebagai napi.

kenapa ibu yang petugas administrasi harus harus bersalah. kenapa bukan atasan beliau yang para jendral itu yang di seret ke pangadilan, atau inikah kedilan, kedailan yang ada di pengadilan. ibu di muasi ke dalam bui sedangkan para jendral yang menerima uang miliyaran di mutasi sebagai staf ahli, sungguh terhormat sekali. dimana para jendral itu sekarang? ibu adalah orang kecil dan kami juga hanyalah keluarga kecil sama seperti semua keluarga-keluarga di indonesia lainnya. tapi kongkalikong para jendral orang pajak dan para pengusaha merubah segalanya, mereka menikmati uangnya sedangkan kami harus menderita akibat ulah para bajingan yang tak pernah dianggap bersalah.

Pada prinsipnya ibu adalah polisi yang selama ini sudah mengabdi dan sangat mencintai Polri. Tanpa cacat ibu bekerja dengan disiplin melakukan perintah pimpinan, apa pun yang diberikan ibu laksanakan dan jalankan sebaik mungkin serta tidak pernah meninggalkan tugas.

Dalam menaikkan karier, ibu selalu mengikuti pendidikan yang diajarkan pimpinan sesuai aturan-aturan di kepolisian seperti kejuruan, pendidikan jenjang keperwiraan di Sukabumi. ibu adalah seorang ibu dari tiga anak-anak yang sangat ibu cintai dan sangat membutuhkan asuhan, belaian, dan harapan. kami sekeluarga hanyalah masyarakat kecil, dan ibu seorang anggota veteran, melanjutkan cita-cita menjadi seorang polisi.

apabila dalam melaksanakan tugasny ibu melakukan kesalahan dalam administrasi, karena ibu hanyalah petugas administrasi, maka maafkanlah sesuai kadar kesalahannya. ibu dalam melaksanakan ibadah pun adalah uang dari pinjaman koperasi dan uluran tangan-tangan senior-senior atau rekan-rekan di Bareskrim. Tidak ada sedikit pun dalam melaksanakan tugas ibu menikmati atau merekayasa untuk memperkaya diri ibu pribadi atau keluarga kami. Sama sekali tidak ada. Bisa dicek di keluarga kami, benda apa yang saya miliki sampai sekarang ini.

ibu sudah menjalani hukuman sejak bulan Maret sampai hari ini menerima vonis penjara 2 tahun. Sekiranya sudah cukup beban yang diberikan kepada kami sekeluarga ayah saya memerlukan ibu yang selama ini beliau tinggalkan. kami perlu bimbingan ibu. Dalam masalah ini, ibu sudah dibela oleh rekan-rekan penasihat hukum tanpa sedikit pun dipungut biaya darikami sekeluarga.

ibu hanyalah bawahan yang patuh pada perintah atasan, karena itu yang berlaku dalam kesatuan dan tempat ibu bekerja. melawan atasan adalah desersi dan makar. kini ketika ada masalah ibu yang di penjara sedangkan para jendral bebas merajalela. adakah kedilan itu kini.

kini siapa lagi yang akan membangunkan saya dan kedua saudara saya di pagi hari, siapa yang akan membuatkan sarapan kami, tangan lembut siapa lagi yang akan kami cium, di pundak siapa lagi kini berkeluh kesah dan meminta bimbingan. kini saya benar-benar tak berdaya dan hanya bisa berharap saya dan seluruh keluarga benar-benar siap untuk menjalani 2 tahun yang berat ini tanpa ibu di sisi.

inilah keadilan di tanah katulistiwa yang di puja bak tetesan sorga. kongkalikong dan persekutuan jahat para jendral jaksa ber"bintang" tiga, pejabat depkeu pajak yang rakus, akhirnya hanyalah mengobarkan ibu saya sang petugas administrasi yang tak tahu apa-apa. ibu bahkan bukan penyidik, hanya pencatat dan membuat surat khusus administrasi.

mungkin esok hari ketika terbangun dari tidur pasca hari ini yang sangat berat, saat mentari menyelimuti hanatnya dunia dan kicau burung berdengung ditelinga, saya akan tahu app artinya kasih sayang, pengabdian, kesetiaan dan keadilan.

----------------------------------------------------------

tulisan ini terinspirasi dari berita kompas hari ini tentang vonis untuk akp sri sumartini dan anaknya yang terluka pingsan di bangku dan pelukan ibunya.

si ibu masih memegang tasbih di tangannya saat vonis diketuk, dan anaknya anggi hanya bisa terlukai lemas dengan yang terus menangis. "Ya Allah, yah Allah," ucap Anggi. "Istigfar nak, istigfar," kata Tini menenangkan putriny.

mari kita tunggu apakah para jendral dan jaksa senior serta para pengusaha akan masuk bui seperti orang kecil bernama akrab tini ataukah akan bebas melenggang dan berpesta di luar jerusi besi.

sumber : disini , disini , disini .

ket: tulisan ini adalah bentuk keprihatinan kenapa hanya "orang kecil" yang selalu dikorbankan sedangkan "orang besar" tidak tersentuh. dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan proses hukum yang berlaku saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun