Azis Maloko
Pada paru awal tahun 2021 lalu, saya dan beberapa orang terlibat dalam Ikhtiar mendirikan sebuah Yayasan yang murni bergerak di bidang pendidikan. Niat dan wacana ini sudah bergulir dan dipercakapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Setidak-tidaknya selepas tarbiyah yang kami lakukan pada setiap Sabtu dan Ahad pagi pada salah satu masjid yang berada di jantung kota Makassar. Hingga pada awal tahun 2021 disepakati sekaligus bergerak untuk menyiapkan segala sesuatu terkait pendirian Yayasan.
Salah satu tujuan asasi yang menjiwai dan melandasi niat suci tersebut adalah menyediakan lembaga pendidikan "alternatif" dalam mencetak dan melahirkan generasi al-Qur'an. Bahkan platform lembaga pendidikan tersebut adalah "kelopak baru peradaban Qur'ani". Untuk mewujudkan grand misi tersebut, maka dirumuskan model dan bentuk lembaga pendidikan dimaksud. Alhasil, disepakati lembaga pendidikan bermodel dan berbentuk Pondok Pesantren yang berfokus pada program unggulannya yang bernama Tahfizh al-Qur'an.
Tentunya, tujuan lain pendirian Yayasan dan juga lembaga pendidikan di bawahnya adalah sebagai "otak dan framework pemberdayaan". Di sana banyak generasi umat yang potensial diberdayakan menjadi tenaga pengajar sekaligus musyrif untuk ikut serta mewujudkan grand mission Pondok Pesantren sebagai kelopak baru peradaban Qur'an, menjadi locus dan episentrum lahir dan terbentuknya generasi Qur'ani yang unggul, berjiwa leadership dan entrepreneurship.
Dalam konteks demikian, saya mengandaikan bahwa pemberdayaan SDM tidak hanya berlaku ketika kita memiliki jabatan besar dan uang banyak. Akan tetapi, lebih pada jiwa care (kepedulian) terhadap konteks kehidupan masyarakat sekitar. Artinya, untuk bisa terlibat aktif dalam kerja-kerja pemberdayaan umat tidak harus menunggu memiliki jabatan dan segudang harta kekayaan. Namun, paling penting adalah kepedulian terhadap kondisi sekitar sekaligus ada komitmen dan ghirah untuk mewujudkannya.
Sebab, pada kenyataannya banyak orang yang memiliki jabatan dan harta benda akan tetapi tidak punya kepedulian dan effort lebih untuk memikirkan nasib orang-orang di sekitarnya. Mereka hanya mau kaya dan asyik sendiri dengan kekayaannya. Mereka kaya bukan semata karena banyaknya harta benda, akan tetapi karena tidak adanya kepedulian dan juga terlampau pelit dengan titipan nikmat yang dimiliki. Bahkan banyak pula yang menggunakan jabatan dan harta bendanya untuk menjadi manusia sombong dan zalim.
Di antara indikatornya adalah menggunakan jabatan dan harta bendanya untuk meremehkan dan merendahkan orang yang memiliki status sosial di bawahnya. Mereka melihat orang-orang yang memiliki status sosial di bawahnya dengan sebelah mata secara sinis dan pandangan yang meremehkan, merendahkan dan menghinakan. Selain itu, indikatornya adalah menggunakan jabatan dan harta benda dalam rangka memotong karir dan rezeki orang lain hanya karena berbeda pendapat dan atau karena ketidaksukaan semata.
Pengalaman Penting Mengurus Yayasan
Dalam pendirian Yayasan tersebut, saya cukup berperan aktif di dalamnya, mulai mengurusi hal yang paling elementer dan fundament maupun teknis sekali pun. Hal demikian mengharuskan saya banyak belajar sekaligus menjadi banyak tahu soal terkait dengan Yayasan. Selain juga keluar masuk pada banyak instansi pemerintah, mulai dari Walikota hingga Gubernur (Kesbangpol).
Karena itu pulalah sampai-sampai saya sempat berniat untuk mendirikan Yayasan tersendiri untuk ke depannya yang saya beri nama *Yayasan Nure Insan Adabi*. Nure adalah singkatan dari nama ibu dan ayah, Nurjannah dan Ebe Maloko. Sementara insan adabi adalah tujuan asasi dari lahir dan terbentuknya Yayasan, yakni membentuk insan adabi melalui institusi pendidikan.
Aspek paling penting dalam mengurus Yayasan adalah aspek legalitas. Setidaknya ada tiga legalitas Yayasan yang mesti diperhatikan dan dipenuhi. Ketiganya bersifat hirarkis. Satu sama lainnya saling terkait. Legalitas pertama tekait dengan legalitas kedua dan legalitas kedua terkait dengan legalitas ketiga. Tidak akan mungkin Yayasan bisa mendapatkan legalitas kedua kalau belum terpenuhi legalitas pertama dan seterusnya.
1.Legalitas Akta Notaris
Legalitas ini dibuat langsung oleh Notaris alias bukan Kemenkumham yang buat seperti dikatakan oleh beberapa orang. Dalam Akta Notaris terdapat AD/ART yang mengacu secara langsung pada UU No. 16 Tahun 2001 Tentang YAYASAN jo. UU No. 28 Tahun 2004. AD/ART Yayasan berbeda dengan AD/ART organisasi dan atau perkumpulan lainnya. Bahkan saking pentingnya masalah Yayasan sampai-sampai ada UU khusus yang mengaturnya.
Termasuk mengatur hal ihwal terkait dengan AD/ART Yayasan. Prinsipnya adalah jika sekiranya Yayasan sudah punya AD/ART sebelum lahir UU Yayasan, maka AD/ARTnya harus menyesuaikan dengan UU Yayasan. Dengan demikian, kalau-kalau Yayasan dimaksud lahir setelah adanya UU Yayasan, maka tdak ada pilihan lain kecuali langsung mengacu pada UU Yayasan. AD/ART yang termuat dalam Akta Notaris langsung mengacu pada UU Yayasan.
Meskipun, ada sebagian kecil yang belum tercover dalam AD/ART yang termuat dalam Akta Notaris. Misalnya, soal terkait dengan tujuan Yayasan dan logo Yayasan. Tentunya, UU Yayasan tidak akan mungkin kepo-kepoan mau mengatur hal ihwal itu. Sebab, itu wilayah Yayasan. UU Yayasan hanya mengatur hal elementer dan fundament saja. Selebihnya terpulang kembali kepada Yayasan. Ya, supaya Yayasan juga punya pekerjaan sedikit, walau hanya pekerjaan kecil-kecilan.
Selain AD/ART Yayasan, dalam Akta Notaris juga diatur hal ihwal terkait dengan struktur kepengurusan Yayasan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian Pembina, bagian Pengurus dan bagian Pengawas. Masing-masing struktur kepengurusan ini memiliki kedudukan, wewenang dan tugasnya yang ditetapkan berdasarkan AD/ART Yayasan. Di antara ketiganya, Pembina Yayasan memiliki otority bahkan hak veto penuh terhadap Pengurus dan juga Pengawas Yayasan.
Salah satu wewenang Pembina adalah mengangkat dan memberhentikan Pengurus dan Pengawas Yayasan dengan masa baktinya Pengurus dan Pengawas Yayasan perlima tahun. Bukan pihak lain di luar Yayasan yang membentuk dan menSKkan Pengurus dan Pengawas Yayasan. Dalam perjalanan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap Pengurus dan Pengawas Yayasan, maka Pembina Yayasan bisa memberhentikannya berdasarkan rapat terbatas antar Pembina Yayasan.
SK non defenitif yang digunakan sebagai persyaratan pengajuan permohonan Akta Notaris pada Notaris nantinya kembali diperbarui setelah terbit Akta Notaris dan keluar SK Ijop dari Kemenkumham. Pembaruan SK kepengurusan Yayasan langsung diSKkan Pembina Yayasan. Lagi-lagi, bukan selain Pembina yang mengSKkan kepengurusan Yayasan. Dengan catatan nama-nama yang berada dalam Akta Notaris itulah yang masuk dalam SK yang dikeluarkan Pembina. Karena, nama-nama itu pula ada dalam lembar kedua SK Ijop Kemenkumham.
2.Legalitas Ijop Kemenkumham
Setelah terbit Akta Notaris Yayasan dari Notaris, maka langkah selanjutnya adalah mengajukan pengesahan kepada Kemenkumham. Pengesahan ini posnya berada di Kemenkumham. Lagi-lagi, bukan di Notaris dan lain-lain. Pengajuan pengesahan ini bisa langsung oleh Notaris pembuat Akta Notaris Yayasan berapa hari setelah tanggal terbitnya Akta Notaris. Sehingga, SK Ijop Yayasan dari Kemenkumham satu paket dengan Akta Notaris Yayasan.
Dengan demikian, legalitas pertama Yayasan adalah Akta Notaris, bukan SK Ijop Kemenkumham seperti disangka oleh sebagian orang. Karena, dasar pertimbangan penting terkait dengan penerbitan SK Ijop Kemenkumham terhadap Yayasan adalah Akta Notaris Yayasan dan permohonan Notaris. Sehingga, keliru rasanya jika ada sebagian orang beranggapan bahwa SK Ijop Kemenkumham lebih duluan ketimbang Akta Notaris. Bahkan ada pula yang mengandaikan bahwa Akta Notaris dan SK Ijop Yayasan semuanya dibuat oleh Kemenkumham.
Padahal tidak demikian halnya. SK Ijop Yayasan dari Kemenkumham pun tidak ada AD/ART di dalamnya. Sebab, SK Ijop Yayasan dari Kemenkumham hanya cuman dua lembar saja. Itupun hanya memuat dasar pertimbangan SK pada umumnya yang terdapat pada lembar pertama. Sementara pada lembar kedua memuat poin terkait jumlah dana awal, pendiri Yayasan hingga pada struktur kepengurusan Yayasan, mulai dari Pembina Yayasan, Pengurus Yayasan dan Pengawas Yayasan disertai dengan nama masing-masing.
3.Legalitas SKT Kesbangpol
Setelah kedua legalitas itu (baca: Akta Notaris dan SK Ijop Kemenkumham) terbit, maka langkah selanjutnya yang mesti dilakukan oleh pihak Yayasan adalah mengajukan permohonan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Kesbangpol. Sehingga, kedudukan Akta Notaris dan SK Ijop Kemenkumham dalam konteks ini menjadi syarat penting dalam pengajuan SKT Kesbangpol. Karena, keduanya akan dilampirkan dalam proses pengajuan SKT Kesbangpol.
Sebenarnya Akta Notaris dan SK Ijop Kemenkumham sudah cukup untuk sebuah Yayasan. Namun, karena regulasi dan pertimbangan lain berupa keamanan dan stabilitas politik ditambah juga biasanya menjadi persyaratan mengurusi hal-hal tertentu lainnya, maka perlu adanya pengajuan SKT ke Kesbangpol. Hal demikian di antaranya akan dijelaskan oleh pihak Kesbangpol ketika proses pengajuan dan pengurusan SKT Kesbangpol.
Selain itu, biasanya Yayasan berurusan dengan anggaran yang begitu besar yang masuk dari pelbagai sumber. Salah satu syarat pengajuan permohonan bantuan dana dari instansi tertentu biasanya mempersyaratkan adanya SKT Kesbangpol. Fungsinya bahwa Yayasan tersebut bukan semata terdaftar dalam sistem Kesbangpol, melainkan dipastikan tidak bertentangan dengan empat pilar negara sekaligus tidak terkapar paham-paham radikal dan lainnya. Sehingga, di dalamnya mudah dilakukan proses kontrol bahkan pengendalian.
Pengalaman Lain
Selain mengurusi ketiga legalitas tersebut, rupanya masih ada pengalaman lainnya ketika berurusan dengan Yayasan. Memang awal-awal persiapan pendirian Yayasan membutuhkan sebuah kerja yang super ekstra. Sebab, terlampau banyak hal yang mesti dipersiapkan di dalamnya. Belum lagi nanti Yayasan beroperasi setelah terbit Akta Notaris dan SK Ijop Kemenkumham. Tentunya, di situ lebih membutuhkan kerja ekstra lagi. Di antara pekerjaan penting adalah mengeksiskan Yayasan sesuai dengan garis ketentuannya.
Pengalam lainnya ketika berurusan dengan Yayasan adalah mengurus beberapa hal penting lainnya dalam Yayasan. Berikut ini akan dikemukakan pengalaman terkait.
1.Atribut Yayasan
Atribut Yayasan terbilang penting, bukan saja sebagai identitas Yayasan semata, akan tetapi berurusan dengan proses administrasi intra Yayasan maupun ekstra Yayasan. Sehingga, bukan semata personalia kepengurusan Yayasan saja yang mesti menjadi perhatian. Atribut Yayasan paling penting adalah logo dan stempel. Keduanya sebagai legalitas penting dalam pelbagai proses administratif. Di antaranya adalah digunakan sebagai syarat pembukaan rekening Yayasan. Stempel digunakan untuk mengambil dan atau mencairkan anggaran Yayasan.
2.NPWP Yayasan
Selain itu, Yayasan juga harus memiliki NPWP tersendiri bersama dengan NPWP masing-masing Pengurus Yayasan. Karena, keduanya ini pula menjadi persyaratan penting dalam pengajuan permohonan pembukaan rekening Yayasan dan termasuk syarat pengajuan permohonan bantuan dari pelbagai instansi. Sekarang pembuatan NPWP perorangan maupun badan hukum sudah serba online sistem dan diterbitkan secara online sistem pula, meskipun nantinya beberapa persyaratan validasi di dalamnya yang harus terpenuhi.
3.Rekening Yayasan
Paling melelahkan dari semua itu adalah ketika mengurus rekening Yayasan. Karena, banyak persyaratan yang mesti dipersiapkan sebelum masuk pada meja pengurusan berkas pembukaan rekening Yayasan. Di antara syaratnya adalah stempel Yayasan, NPWP Yayasan dan Pengurus Yayasan di atas. Selain tentunya perlu menunggu antrian juga karena waktu-waktu padatnya nasabah berurusan dengan perbankan yang hendak dijadikan tempat pembukaan rekening Yayasan.
Persyaratan terkait dengan pengurusan rekening Yayasan harus terpenuhi dengan baik. Terpenuhi sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku umum dan dijalankan sesuai mekanismenya. Tidak boleh ada jalur ninja di dalamnya. Sebab, persyaratan pembukaan rekening Yayasan bukan semata terkait dengan tertib administrasi, akan tetapi menjadi bukti dan validasi data dalam server perbankan. Ketika ada apa-apa terkait dengan rekening Yayasan setidak-tidaknya pihak bank memiliki data untuk cross checknya.
Pada konteks demikian, cukup menyaksikan bagaimana pihak bank komitmen dalam menjalankan sistem the equality before of the law. Pihak bank meminimalisir sedini mungkin hal ihwal terkait dengan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan). Semua orang harus tertib administrasi dan tertib antrian. Tidak ada yang didahulukan dan tidak ada yang dikesampingkan. Semua sama. Sama-sama punya hak untuk dilayani berdasarkan mekanisme dan persyaratan-persyaratan yang ada.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H