Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dan Suksesi Kepemimpinan Nasional: Antara Calon Pemimpin Otentik dan Kosmetik

24 Agustus 2023   10:06 Diperbarui: 26 Agustus 2023   07:01 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Media juga dapat berfungsi harus mendorong pelaksanaan Pemilu supaya berjalan dengan jujur, transparan an adil serta meneguhkan persatuan Indonesia. Dengan catatan, media harus tetap independen, berpegang teguh pada idealisme, objektif dan tidak tergelincir dalam polarisasi sebagaimana dikatakan oleh Jokowi pada peringatan hari pers Nasional Tahun 2023 di Medan bulan februari yang lalu.

Apa dan bagaimana wajah calon pemimpin juga sangat terpulang dan tergantung pada media. Sekiranya media tidak berada pada porosnya sebagai corong informasi yang objektif dan independen niscaya tidak ada ruang dan panggung bagi calon pemimpin berwajah kosmetik. 

Sebaliknya, jika media menjadi alat politik kekuasaan niscaya calon pemimpin kosmetik akan diberikan ruang dan panggung selebar-lebarnya dan seluas-luasnya. Tidak hanya itu, pelbagai polesan kosmetik pun akan dilakukan untuk mempercantik tampilan calon pemimpin kosmetik. 

Segala hal ihwal terkait dengan kekurangan dan kelemahannya dipoles menjadi sebuah kelebihan dan kekuatan untuk dipasarkan di tengah-tengah tuntutan akan kebutuhan informasi tentang masing-masing calon pemimpin yang akan berlaga dan bertarung dalam Pemilu.

Bersama dengan itu, rupa-rupanya media juga cukup berperan dalam mendistorsi dan memanipulasi fakta-fakta terkait dengan rekan jekak politik calon pemimpin otentik. Sama dengan upaya membangun opini dan citra untuk calon pemimpin kosmetik, pada calon pemimpin otentik kadang juga diberitakan oleh media secara tidak benar dan adil. 

Pelbagai berita-berita palsu bin hoax dimainkan untuk sebisa mungkin mendegradasi status calon pemimpin otentik. Termasuk di dalamnya adalah mencari-cari kelemahan calon pemimpin otentik dengan pelbagai macam cara dan dalih. Sementara untuk calon pemimpin kosmetik malahan dicari pelbagai cara dan dalih untuk menutupinya dan mengubahnya menjadi sebuah prestasi politik yang luar biasa dahsyat. Sehingga, tidak ada yang terlihat dari wajah calon pemimpin otentik melainkan pelbagai kekurangan, kelemahan dan termasuk hororisme di dalamnya.

Implikasinya, semacam terjadi pertukaran wajah calon pemimpin masing-masing. Wajah calon pemimpin otentik berubah menjadi kosmetik karena polesan media yang merusak imagenya dengan pelbagai issu dan berita palsu bin hoax. Sebaliknya, wajah calon pemimpin kosmetik malah dilihat sebagai wajah otentik karena polesan kosmetik terlampau tebal hingga menutupi lubang-lubang dosa dan kemunafikan politik di dalamnya. 

Akhirnya, masyarakat sebagai publik yang ikut serta menyaksikan dan akan menentukan pilihannya dalam Pemilu nantinya menjadi bingung bin pusing. Apalagi bersama dengan itu sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan media sebagai corong informasi. Hampir semua issu dan berita dikonsumsi begitu saja tanpa melalui proses penalaran dan kritik di dalamnya. Sehingga, masyarakat tidak memiliki pijakan yang jelas dan pasti dalam menentukan referensi pilihannya.

Termasuk yang cukup berperan di tengah-tengah kemajuan media dalam alam demokrasi adalah hasil lembaga survei tentang elektabilitas masing-masing calon pemimpin. Malahan peran lembaga survei ini nyaris lebih berpengaruh dalam membentuk wajah pemimpin; opini publik dan image. Karena, hasil survei yang dilansir dengan menggunakan angka-angka tertentu dan diandaikan sebagai sebuah "kebenaran mutlak". 

Apa dan bagaimana hasil survei yang dilansir itu pulalah yang diandaikan akan terjadi dalam setiap Pemilu dan kontestasi politik lainnya. Kalau pun terdapat selisih, maka selisihnya hanya satu sampai lima angka saja. Tidak ada selisih yang terbilang cukup signifikan. Karena, human error yang ditetapkan dan digunakan dalam setiap lembaga survei dalam melakukan kerja-kerja survei diandaikan cukup kecil dan standarnya sebagaimana lazimnya dalam lembaga survei pada umumnya.

Meskipun, ada banyak hasil lembaga survei tidak sebagaimana faktanya. Salah satu contoh yang nyaris digunakan terus untuk mempercakapkan kembali probabilitas kebenaran hasil survei oleh masing-masing lembaga survei adalah hasi survei terkait dengan Pemilukada DKI Jakarta pada 2017 silam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun