Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dan Suksesi Kepemimpinan Nasional: Antara Calon Pemimpin Otentik dan Kosmetik

24 Agustus 2023   10:06 Diperbarui: 26 Agustus 2023   07:01 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mulai dari Bung Karno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gusdur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Joko Widodo adalah pemimpin nasional yang memiliki jabatan publik tertentu. Olehnya, di sana masing-masing pemimpin tersebut maupun calon pemimpin nantinya memiliki kerja dan karya yang bisa menjadi parameter di dalamnya mengenal mereka. Sehingga, kerja dan karya terkait dengan sebelum menjadi calon pemimpin nasional yang terlibat dalam jabatan masing-masing.

Ketiga; mengenal calon pemimpin dari aspek rekam jejak kerja dan karya. Karena, masing-masing calon pemimpin nasional memiliki dan atau pernah memiliki jabatan publik, maka masing-masing punya rekam jejak terkait dengan kerja dan karyanya yang dipersembahkan selama mereka diberikan amanah untuk menjadi seorang pemimpin pada jabatan dan tempat masing-masing. 

Rekam jejak kerja dan karya adalah sesuatu yang nyata terlihat selama seorang calon pemimpin menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin pada jabatan dan tempatnya masing-masing. Sehingga, eksistensi keberadaan rekam jejak kerja dan karya masing-masing calon pemimpin terbilang tidak mudah terdistorsi dan termanipulasi dengan begitu mudahnya. Karena, fakta-fakta rekam jejak sendiri akan memberikan jawaban terhadap pelbagai upayakan penyesatan di dalamnya.

Keempat; mengenal calon pemimpin dari aspek kredibilitas dan integritas politik, demokrasi dan bernegaranya. Tentunya aspek ini terbilang sangat penting sekali. Karena, aspek ini akan menentukan sejauh mana tiga aspek sebelumnya; apakah benar-benar adanya atau hanya sekedar kosmetik dan kamuflase politik semata. 

Artinya, aspek kredibilitas dan integritas sebagai standar etik untuk memastikan bahwa ketiga aspek sebelumnya memang merupakan sesuatu yang benar-benar otentik, bukan sekedar kosmetik dan kamuflase politik. Sehingga, aspek ini menghendaki dan menuntut agar kiranya tidak ada dusta dalam berpolitik demokrasi. Masing-masing harus menampilkan kredibilitas dan integritasnya sebagaimana adanya tanpa perlu polesan kosmetik. Masing-masing harus menjunjung setinggi-tingginya kredibilitas dan integritas dalam berpolitik demokrasi.

Kelima; mengenal calon pemimpin dari aspek komitmen keindonesiaannya. Aspek ini merupakan akumulasi dari aspek-aspek sebelumnya di atas. Aspek ini harus menjadi basis pertimbangan moral-etik bagi masing-masing calon pemimpin dalam berpesta demokrasi. Tentunya, komitmen keindonesiaan harus menempati posisi yang penting lagi strategis dalam diri dan perjuangan masing-masing calon pemimpin. 

Tidak boleh ada komitmen komunisme, kapitalisme, oligarkisme, dinastisme dan radikalisme hingga neo kolonialisme dalam berindonesia; dalam berpolitik, berdemokrasi dan bernegara Indonesia. Tidak boleh juga ada komitmen Asing, Aseng dan Asing dalam berindonesia. Karena, bangsa dan negara Indonesia merupakan bangsa dan negara yang merdeka, sah dan berdaulat dalam segenap aspek dan sektor kehidupan bernegara.

Nampaknya kelima poin yang dikemukakan di atas merupakan karakteristik calon pemimpin otentik. Dengan demikian, karakteristik calon pemimpin kosmetik kebalikan darinya. Misalnya, ketika karakteristik kepemimpinan otentik adalah memiliki gagasan dan narasi, maka kebalikan dari karakteristik kepemimpinan kosmetik adalah tidak memiliki gagasan dan narasi. 

Pemimpin dan kepemimpinan yang miskin gagasan dan narasi. Atau pemimpin dan kepemimpinan yang terkenal dengan plonga-plongo. Sehingga, semacam mengalami kesulitan ketika berbicara tentang gagasan dalam berindonesia. Atau kesulitan ketika berbicara tentang peta dan dinamika politik global dengan menggunakan bahasa asing beserta tawaran gagasan baru dan segar di dalamnya. Begitu pula dengan karakteristik lainnya adalah kebaikan dari karakteristik calon pemimpin kosmetik.

Peran Media dalam Pembentukan Wajah Pemimpin

Media merupakan instrumen sekaligus pilar penting dalam demokrasi. Apalagi demokrasi di tengah-tengah kemajuan teknologi dan sains semacam ini semakin menempatkan media pada posisi yang begitu strategis. Keberadaan media dalam demokrasi setidak-tidaknya menjadi corong informasi atau referensi utama masyarakat dalam mendapatkan informasi, edukasi dan pencerahan, partisipasi masyarakat hingga mengimbangi informasi-informasi palsu bin hoax. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun