Azis Maloko
Kurang lebih dua hari belakangan ini saya sempat membaca hal ihwal terkait dengan gonjang-ganjing dunia persepakbolaan, khususnya untuk wilayah NTT. Informasi terkait tersebar luas di kanal perfacebookan hingga pada WAGrup. Inilah mungkin di antara "kelebihan" dari bermedia sosial di era serba digitalisasi semacam ini. Karena, banyak informasi terkait dengan pelbagai peristiwa di belahan bumi manapun dapat diupdate dengan leluasa. Bahkan hal ihwal terkait dengan pergosipan, permakian, penghinaan, pencemaran dan lainnya pun sangat mudah untuk ditemu-jumpai di alam permedsosan. Tentunya selain hal-hal yang bersifat positif. Dunia permedsosan menjadi "rumah terbuka" bagi pelbagai permasalahan manusia modern yang merasa akrab dan penting dengan yang namanya perupdatean.
Laiknya para akademisi otentik (ya, karena ada akademi hanya sekedar akademisi, menjalankan tugasnya lalu kemudian mendapatkan "upeti" dari Negara sebagai "balas jasa" tanpa ada upaya updating and upgrade (bahkan hanya sekedar installing saja sep8 jarang) intelektualitas dan karya ilmiah yang bermutu) yang memburuh pelbagai referensi terupdate pada ruang-ruang perjurnalan online. Para akademikus pasti banyak menghabiskan waktunya untuk "bersenggama" dengan dunia perdigitalan. Apalagi bagi mereka-mereka yang mendapat "mandataris" khusus untuk mengelola perjurnalan. Sebab, di sana, di dunia perdigitalan, publikasi ilmiah yang bernama perjurnalan hidup laiknya manusia di alam nyata ini. Di sana pulalah proses sitasi hingga pada proses akreditasi perjurnalan dilakukan.
Sehingga, tidak masalah jika kemudian kita sedikit menggeser status kita sebagai "verum humano" (manusia nyata) menjadi "homo digital" (manusia digital). Ya, karena sekarang kita hidup di era serba digital. Jika anda tidak akrab dan bersahabat dengan dunia perdigitalan, dapat dipastikan anda akan kehilangan banyak sekali informasi, khususnya informasi terupdate dan terupgrade tentunya. Tidak mungkin anda duduk manis sambil senyam-senyum tidak jelas kemudian tiba-tiba informasi baru datang menghampiri. Apalagi jika anda hanya tidur, main domino dan games online, main kartu, ketawa-ketiwi tidak jelas dan lainnya lalu kemudian berharap untuk mengupdate dan mengupgrade nalar, khazanah dan cakrawala anda. Tidak mungkin. Anda bukan Superman, apalagi Nabi. Kalau menjadi manusia halu mungkin bisa.
Itulah mengapa ketika membuka "jendela perdigitalan" seketika mendapatkan banyak informasi. Termasuk informasi yang berkaitan dengan gonjang-ganjing persepakbolaan Flotim itu. Pada kanal Facebook dan juga WAGrup cukup ramai percakapan tentang hal ihwal itu. Ada hanya sekedar menshare informasi yang terpublikasi di beberapa media online lokal. Ada pula yang mencoba membuat status khusus pada laman Facebooknya yang memancing dunia perdiskusian dengan pelbagai pendekatan, baik pendekatan paling sederhana hingga paling musykil dan mengedepankan data, nalar, dan moral maupun hanya sekedar memuntahkan nalar sentimen-spekulatif di dalamnya sembari meratapi dan sesekali menciptakan sebuah ekspektasi yang bersifat imajiner.
Akar Kegagalan Perseftim Berlaga di EMTC 2023
Jika mencermati informasi terkait dengan gonjang-ganjing persepakbolaan Flotim (nama klubnya adalah Perseftim, kepanjangan dari Persatuan Sepak Bola Flores Timur) di situ ditemukan akar genelogis terkait alasan kenapa Perseftim dinyatakan tidak ikut serta dalam turnamen, karena Askab Flotim disinyalir belum sempat menyelesaikan sanksi yang ditetapkan oleh Divisi Disiplin Asprov PSSI NTT terhadap Perseftim pasca terjadinya kericuhan pada turnamen ETMC 2022 di stadion Gelora 99 Lembata saban hari. Hal demikian sebagaimana nampak dikatakan oleh Ketua Askab Flotim (Yosep Tua Dollu) juga Divisi Disiplin Asprov PSSI NTT (Lukman Hakim) yang tersebar luas pada salah satu laman berita online (di sini).
Sepintas lalu kita akan mengatakan demikian halnya. Tidak ada salahnya. Akan tetapi, bisa saja ada persoalan lainnya yang menjadi latar dibalik dari adanya sanksi 50 juta yang diberikan kepada Perseftim itu. Tidak mungkin tiba-tiba saja tanpa ada apa-apa Divisi Disiplin Asprov PSSI NTT memberikan sanksi terhadap Perseftim dengan membayar 50 juta itu (di sini). Logikanya, ada asap karena ada api atau apalah di sana yang bisa menimbulkan adanya asap. Tidak mungkin tiba-tiba asap muncul begitu saja. Pun begitu halnya juga ada si A (lahir), karena ada ibu dan bapaknya, ada pertemuan antara sel sperma dan ovum yang berujung pada pembuahan dan kehamilan. Kecuali si A itu Nabi Adam dan Nabi 'Isya. Satunya tanpa melalui peristiwa saintifik. Satunya lagi setengah peristiwa saintifik dan setengahnya lagi peristiwa ilahiyat.
Lalu apa sebenarnya akar genelogis dari kegagalan Perseftim untuk ikut berlaga pada ajang turnamen ETMC 2023? Sanksi 50 juta merupakan akar yang berada pada lapisan paling atasnya; nampak di permukaan. Sementara dibalik itu masih terdapat akar masalah lainnya. Bukan saja menjadi masalah khusus bagi dunia persepakbolaan NTT dan lebih khususnya Flotim, akan tetapi hal demikian nampaknya terjadi merata hampir seluruh dunia. Di mana-mana, pertandingan sepakbola tidak hanya sebagai ajang untuk menciptakan dan menunjukkan sportifitas permainan bola, akan tetapi juga ajang untuk menciptakan dan menunjukkan masalah di lapangan. Karena itu, selain menyaksikan sportifitas pertandingan sepakbola, kita juga seringkali menyaksikan kericuhan dan konflik yang tidak kalah sengitnya dengan permainan bola.
Tentunya, tidak bermaksud untuk mencari kambing hitam dan menyalahkan pihak-pihak tertentu dalam insiden itu. Sama sekali tidak. Hanya saja kita perlu memperluas jangkauan "suport(er)" kita terhadap dunia persepakbolaan. Tidak boleh menyalahgunakan ruang-ruang "support(er)" yang diberikan. Bukannya digunakan untuk mensupport, tentunya dalam makna positif sebagaimana dipahami dan dimaklumi secara umumnya, klub kesayangan kita untuk bisa terus berlaga dalam setiap turnamen persepakbolaan, namun malah melakukan sesuatu yang bisa berdampak buruk terhadap masa depan karir persepakbolaan klub kesayangan kita. Sekiranya kita sebagai pencinta bola misalnya, maka sportifitas harus dijunjung tinggi. Tidak boleh sedikit-sedikit langsung tersulut api emosi dan amarah hingga melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sportifitas.
Karena, termasuk problem akut dalam dunia persepakbolaan kita adalah sikap support(er) yang terlampau berlebihan dalam memberikan apresiasi dan support dalam setiap pertandingan sepakbola. Support yang diberikan bukan saja bersifat positif, produktif dan konstruktif semata, akan tetapi juga malah ada yang bersifat destruktif-negatif. Sehingga, kita seringkali menyaksikan bagaimana lapangan bola berubah menjadi lapangan kericuhan, keonaran dan tawuran antar sesama penonton. Bahkan ada kalanya juga pemain dengan pemain saling hantam satu dengan lainnya hanya karena persoalan yang bisa dikompromikan. Implikasinya banyak yang luka-luka, berguguran dan permainan dihentikan hingga pada sanksi tertentu yang dialamatkan pada pemain dan klub.
Kericuhan yang terjadi pada turnamen ETMC 2022 di stadion Gelora 99 Lembata yang melibatkan supporter Perseftim (di sini) belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kericuhan pada turnamen persepakbolaan lainnya. Kita masih cukup mengingat betul bagaimana peristiwa kerusuhan terbesar kedua, begitu kata beberapa media (di sini), dalam sejarah persepakbolaan terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pada 2022 lalu. Di situ menimbulkan banyak masalah, bukan saja permainan bola dihentikan, akan tetapi juga memakan banyak korban, selain juga merusak stadion Kanjuruhan Malang. Dalam pelbagai berita dilansir betapa banyak nyawa yang berguguran diakibatkan oleh kerusuhan tersebut, angkanya sekitar ratusan jiwa.
Sebenarnya bukan soal angka kematian orang dalam setiap kerusuhan sepakbola. Pun bukan juga berapa banyak dampak lainnya yang diberikan terhadap dunia persepakbolaan dan fasilitas-fasilitasnya. Tetapi, kita mau mengatakan bahwa kericuhan semestinya tidak perlu terjadi dalam dunia persepakbolaan. Karena, kericuhan, kerusuhan dan apalah istilah lainnya tidak sesuai dengan watak persepakbolaan kita. Di mana ajang persepakbolaan kita dimaksud untuk menciptakan sportifitas dalam pertandingan sepakbola, juga sekaligus memupuk tenun persatuan antara sesama anak bangsa yang berbeda-beda itu. Sehingga, bagi mereka-mereka yang belum saling kenal, melalui ajang tersebut terbuka ruang untuk saling kenal antara satu dengan lainnya. Bisa-bisa perkenalan hanya sebatas teman dan sahabat saja atau ada lebih hingga sampai pada pernikahan.
Karena itu, perlu kiranya meninjau ulang sekaligus memperbaiki logika "suport(er)" dan sportifitas dalam dunia persepakbolaan. Bahwa pertandingan sepakbola adalah pertandingan sportifitas antar pemain. Bukan pertandingan perkelahian, kericuhan, kerusuhan dan lainnya antar sesama pemain. Pun begitu halnya dengan supporter sepakbola bukan untuk mensupport terjadi kericuhan, perkelahian, keonaran dan lainnya dalam setiap pertandingan sepakbola. Akan tetapi, mensupport masing-masing pemain dan klub kesayangan untuk tetap menjaga ritme sportifitas dalam pertandingan. Sehingga, iklim pertandingan sepakbola tetap kondusif dan sportif. Sebab, soal menang dan kalah adalah hal biasa, sesuatu yang niscaya terjadi dalam setiap permainan bola. Paling penting adalah menjaga sportifitas.
Askab Flotim Perlu Kerja Ekstra
Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia perbolaan merupakan dunia yang banyak digandrungi anak-anak muda, bahkan anak-anak kecil dan orang tua, laki maupun perempuan, sekalipun tidak ketinggalan kereta di dalamnya. Begitu pula halnya dengan masyarakat Flotim pada umumnya juga memiliki kecenderungan yang luar biasa terhadap dunia perbolaan. Hampir setiap event dan laga persepakbolaan selalu saja dipadati oleh masyarakat. Entah event dan laga ini hanya sebatas pertandingan antar RT, RW dan Desa/Kelurahan sekalipun. Setidak-tidaknya hal itu terpantau pada kampung masing-masing atau melalui kanal permedia-sosialan ketika ada ajang pertandingan sepakbola.
Di Lamakera (salah satu desa terkeren di kabupaten Flotim) misalnya, dunia perbolaan dikenal akrab oleh masyarakatnya. Nyaris hampir setiap saat ada ajang pertandingan sepakbola, meskipun terbilang biasa-biasa saja. Biasanya tempat pertandingan bola kaki dilakukan pada beberapa titk, di lapangan bola seperti biasanya dan pantai ketika airnya pada surut bahkan pada tempat-tempat tertentu yang memungkinkan adanya ruang untuk pertandingan atau tepatnya permainan bola kecil-kecilan pun akan dilakukan juga. Untuk poin terakhir ini biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil yang memiliki ghirah dan antusiasisme terhadap dunia perbolaan. Sehingga, biar dua sampai beberapa orang saja pun mereka akan main bola. Kalau tidak, mereka akan main sendiri saja; simpan bola lalu kemudian tendang ke arah dinding pagar atau rumah seperti kebiasaan main bola yang ditemukan di mana-mana.
Ketika ada turnamen tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Kota/Kabupaten pada tempat tertentu, masyarakat akan berbondong-bondong datang untuk menonton dan menyaksikan, hatta harus bersesak-sesakan, menyeberangi lautan dan kembali pulang saat hari kian gelap gulita. Misalnya, turnamen diadakan di Larantuka (sebagai pusat Ibu Kota Kabupaten Flotim), Adonara dan Lembata, pasti masyarakat akan mencarter kapal laut sekelas KM Rahmat Solor atau kapal nelayan pada umumnya, tentunya untuk konteks Lamakera, untuk bisa ikut serta menonton dan memberikan apresiasi serta support terbaiknya kepada klub kesayangannya dalam setiap pertandingan sepakbola. Di sini kita bisa melihat bagaimana masyarakat berbondong-bondong untuk menonton pertandingan bola; tua, muda, anak-anak kecil hingga laki dan perempuan pun ikut serta di dalamnya.
Jika saja tempat pertandingan bolanya terlampau jauh misalnya, maka masyarakat pecinta bola juga nggak kehilangan akal; kreativitas dan inovasi. Mereka berupaya agar sebisa mungkin dapat menyaksikannya, walau hanya melalui kanal media yang tersedia. Misalnya, tempatnya di Kupang, Ende, Rote Ndao dan lainnya, tentunya sulit bagi masyarakat pecinta bola bagian timur untuk bisa datang secara langsung untuk menyaksikannya. Pun begitu halnya ketika ada turnamen bola pada Provinsi lain, rasanya juga sulit untuk ikut serta secara langsung. Apatah lagi kalau sudah antar negara, rasa-rasanya ketidakmungkinan berlipat-lipat jadinya. Tetapi, mereka akan menonton melalui kanal media yang tersedia. Mereka bisa menonton melalui live streaming via Facebook, Instagram, YouTube dan lainnya. Atau bisa juga mereka menonton via televisi.
Tentunya hal demikian menggambarkan kondisi kebatinan masyarakat Flotim (dan juga lainnya) tentang betapa pentingnya dunia persepakbolaan. Sekaligus juga sebagai petanda betapa ghirah, antusiasme hingga apresiasi, support dan komitmen masyarakat Flotim terhadap dunia persepakbolaan. Lebih khususnya lagi terhadap glup kesayangan masyarakat Flotim yang bernama Perseftim itu. Masyarakat Flotim pastinya sangat menaruh harapan yang begitu besar agar kiranya Perseftim selalu bisa ikut serta dalam setiap ajang turnamen persepakbolaan, khususnya yang diadakan oleh ETMC. Perihal itu kita tidak perlu melakukan survei dan angket, apalagi melibatkan lembaga survei tertentu, untuk mensurvei supporting masyarakat Flotim terhadap klub kesayangan kita, Perseftim.
Karena itu, Askab Flotim tidak cukup hanya menyatakan sikap terkait dengan kegagalan Perseftim untuk ikut serta dalam turnamen ETMC 2023, akan tetapi juga harus bekerja lebih ekstra lagi untuk bisa memastikan nasib Perseftim ke depannya. Seharusnya pasca Perseftim mendapatkan saknsi pada turnamen liga III ETMC di Lembata saat Perseftim Flores Timur bertemu Perse Ende di babak 16 besar pada 2022 lalu, Askab Flotim langsung tancap gas untuk bekerja dengan ekstra agar supaya masalah terkait dengan sanksi Perseftim dapat teratasi dengan segera. Tidak boleh menjelang beberapa hari pendaftaran turnamen ETMC 2023 baru kemudian Askab Flotim bergerak melakukan pelbagai upaya.
Dalam konteks demikian, Askab Flotim tidak cukup hanya mengharapkan dan mengandalkan anggaran yang bersumberkan pada APBD yang didistribusikan melalui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten. Sebab, kucuran dana APBD melalui KONI tidak hanya semata diperuntukkan pada dunia olahraga yang bernama persepakbolaan saja, akan tetapi diperuntukkan juga untuk cabang olahraga yang berada di bawah naungan KONI. Sehingga, efektivitas dan jangkauan anggarannya terbilang sangat terbatas. Apalagi segmentasi peruntukan anggaran untuk cabang olahraga persepakbolaan digunakan juga untuk banyak hal, tidak untuk pembayaran sanksi (semata).
Kita ambil saja contoh pada turnamen ETMC tahun 2022 lalu di Kabupaten Lembata sana. Dalam pelbagai berita yang dilansir oleh media online disebutkan bahwa pada turnamen ETMC 202 Askab Flotim mendapat kucuran dana dari APBD Flotim sebesar 130 juta sebagai hasil dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD bersama KONI, Askab dan Dinas PKO Flotim di Balai Gelekat DPRD Flotim (di sini). Selain itu, konon Askab Flotim juga mendapatkan bantuan lain dari BUMN dan BUMD melalui jalur KONI Flotim sebesar 60 juta (di sini). Namun, bisa saja seperti sebelumnya, anggaran demikian habis digunakan dalam suksesi turnamen ETMC 2022 lalu, sehingga Askab mengalami kekosongan saldo kas yang berimplikasi pada ketidakberdayaan untuk berbuat banyak hatta termasuk membayar sanksi sebesar 50 juta itu.
Kita tidak tahu apakah pada tahun ini, tahun 2023, ada alokasi APBD secara khusus untuk dunia perolahragaan atau tidak. Mencermati informasi yang tersebar nampaknya Askab Flotim tidak mendapatkan jatah APBD untuk tahun ini. Sehingga, melalui surat resmi disampaikan ketidakbisaan Perseftim untuk mengikuti turnamen ETMC 2023. Namun, jangan terburu-buru dulu. Kita bisa saja belajar pada tahun 2022 lalu. Pada tahun 2022 lalu, sebelum Askab Flotim mendapatkan kucuran dana APBD sebanyak 130 juta dari Pemda melalui KONI, Askab sempat menyampaikan perihal kekosongan saldo kasnya (di sini). Sangat boleh jadi hal demikian sebagai bagian dari strategi untuk memancing harimau turun dari gunung. Ya, adanya informasi semacam itu akan segera diresponi oleh banyak pihak, mulai dari masyarakat hingga KONI dan Pemda. Bisa-bisa saja ada lagi Rapat RDP di Balai Gelekat Flotim.
Malahan menarik juga kiranya kalau ada "ijtihad" dan "ikhtiar" lain yang (perlu) dilakukan oleh Askab Flotim. Misalnya, mengacu pada fakta di lapangan, rupa-rupanya dunia perbolaan bukan saja menjadi tanggungjawab atau tepatnya perhatian Askab, akan tetapi juga masyarakat pencinta bola pada umumnya. Apalagi, maaf, sanksi yang dialamatkan kepada Perseftim pada sesungguhnya bukan oleh kehendak Askab dan pemain, akan tetapi oleh luapan ekspresi kecintaan yang tidak terkontrol dari mereka yang dikatakan sebagai "suporter" sehingga melahirkan kericuhan yang berujung pada adanya sanksi itu. Sehingga, bisa juga kiranya melibatkan masyarakat pada umumnya untuk sama-sama kembali memikirkan dan membenah masa depan klub kesayangan kita semua yang bernama Perseftim itu.
Maksudnya, kita juga bisa mengembangkan lebih jauh lagi "suport(er)" dalam dunia perbolaan, yakni tidak hanya memberikan support dalam bentuk moral, akan tetapi kalau memungkinkan bisa memberikan support secara finansial juga. Apalagi kondisi memang menghendaki adanya upaya untuk mengupgrade konsep "support(er)" kita dalam persepakbolaan kita. Sehingga, kita tidak melulu memberikan support dalam bentuk moral dan emosional, tetapi juga siapa tahu ada gerakan nyata untuk memberikan support dalam wujud yang lain sebagai bukti kecintaan terhadap klub masing-masing, misalnya. Tidak ada salahnya jika ada yang berpikir demikian, apalagi pikiran tersebut dilanjutkan sebagai sebuah gerakan nyata di lapangan. Sama halnya juga tidak ada salahnya jika supporter hanya memberikan support sebatas dalam kerangka moral dan emosional.
Perihal logika demikian, terdapat beberapa tawaran yang bisa dipertimbangkan lebih jauh lagi. Pertama; Askab Flotim bisa menalangi dulu sambil berikhtiar mencari anggaran untuk menutupinya. Kedua; Askab bisa melibatkan sesama pengurus, kolega hingga masyarakat luas yang terkenal memiliki perhatian dan kecintaan khusus terhadap dunia persepakbolaan. Kedua tawaran ini nampaknya dilakukan oleh banyak Askab, baik tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, bahkan selevel PSSI sekaligus terdapat rumor semacam itu (di sini). Setidaknya hal itu yang terbaca pada beberapa berita terkait dengan PSSI dan turunannya. Wujud dari tawaran bagian kedua bisa dalam bentuk membuka "donasi untuk Askab" atau apa namanya, yang penting tidak terikat. Hal demikian harus dilakukan dengan penuh tanggungjawab, integritas, kredibilitas, transparansi dan komitmen moral yang tinggi.
Tawaran demikian terbilang cukup realistis, faktual dan rasional. Bukan saja semata karena kecenderungan masyarakat kita terhadap dunia persepakbolaan secara umumnya. Akan tetapi, rupa-rupanya masyarakat kita juga terkenal dengan masyarakat yang memiliki ghirah, antusias dan komitmen kegotongroyongan yang terbilang begitu tinggi. Bahkan gotong-royong telah menjadi bagian dari identitas inhern kebudayaan kita pada umumnya. Makanya, ada rumor mengandaikan bahwa masyarakat kita dikenal dengan masyarakat gotong-royong. Semangat gotong-royong nampak terlihat di mana-mana. Tidak ada pesta atau "penderitaan" masyarakat misalnya, melainkan di sana pasti masyarakat akan berbondong-bondong untuk membantunya sesuai kadar kemampuan masing-masing.
Intinya, ada yang mesti untuk dilakukan. Apalagi sekarang kita tengah berada pada bulan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semangat "kemerdekaan" harus senantiasa dikobarkan melalui perjuangan dan pengorbanan secara sungguh-sungguh dan kontinyu agar supaya kita bisa sampai pada kemerdekaan hakiki. Di antaranya adalah kita mampu kemudian bisa memerdekakan Perseftim dari kemelut sanksinya untuk bisa mengikuti ajang turnamen ETMC 2023. Tentunya, dengan cara menjadi bagian integral dari Perseftim; mensupport Perseftim habis-habisan dengan segala apa yang kita miliki masing-masing. Bahwa Perseftim adalah kita dan kita adalah Perseftim. Dengan harapan sederhananya Perseftim bangkit dan maju dalam setiap ajang kompetisi persepakbolaan!
Hal demikian tentunya jauh lebih berintelektual, bermoral dan elegan untuk dilakukan ketimbang hanya sekedar melakukan komentar-komentar satire dalam merespon "kabar buruk" terkait ketidakikutsertaan Perseftim dalam laga turnamen ETMC 2023. Kita harus bergeser sedikit saja (karena agak berat karena orang memiliki habitus berbeda) dari kebiasaan kita hanya sekedar meratapi sesuatu sembari menyalahkan dan mengutuk pihak-pihak tertentu tanpa memberikan tawaran gagasan dan narasi besar lagi segar sebagai solusi terhadap suatu hal. Tentunya logika demikian berlaku dalam hal apa pun, tidak hanya persoalan yang bertalian dengan dunia persepakbolaan. Sehingga, dunia kita jauh lebih adem ayem sedikit, jauh dari kebisingan dan kegaduhan yang tidak perlu. Meskipun, hal demikian rasanya sulit menjadi kenyataan. Setidaknya ada pikiran dan harapan untuk itu.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H