Mohon tunggu...
Azis Bachtiar AS
Azis Bachtiar AS Mohon Tunggu... -

Pemerhati masalah-masalah sosial, politik dan keagamaan, serta penggiat Institute Study Agama Civil Society (ISACS)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Tragedi Nasional G-30-S Berdasarkan Bukti Empiris

21 Februari 2012   22:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:21 5694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(Soekarno)

"Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963, Brunai menolak bergabung, dan Singapura keluar dikemudian hari."

Akhir konfrontasi

"Menjelang akhir Tahun. 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasan di Indonesia. Setelah berlangsungnya G-30-S 1965. Keinginan Bung Karno untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang, dan peperangan pun mereda.

"Pada 28 Mei 1966, sebuah konferensi di Bangkok. Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia (Soeharto), mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditanda tangani pada 11 Agustus, dan diresmikan dua hari kemudian."

[7]
Tidak/belum berhasil untuk menjatuhkan Bung Karno, pemimpin-pemimpin Amerika Serikat hampir frustasi. Karena ini merupakan salah satu yang sudah menjadi kewajiban Presiden Amerika Serikat, untuk menjalankan politik luar negerinya. Siapapun yang menjadi Presiden Amerika Serikat, baik dari kubu Partai Demokrat maupun dari Partai Republik, harus bisa menjalankan politik luar negerinya yang tertuang di dalam konstitusi Amerika Serikat. Kostitusi (Undang-Undang) tersebut yang intinya; Amerika Serikat harus bisa menguasai dunia (untuk ini, apabila ada orang yang mengatakan: bahwa Amerika Serikat adalah biang kerok dunia, tidak salah). Karena bisa dibuktikan secara autentik dan bisa dibuktikan secara empiris, yaitu kejadian-kejadian di negara-negara berkembang.

[8]
Maka, skenario selanjutnya diterjunkan intellejennya CIA (Central Intellegens Agence), tentunya tidak lupa untuk mengrekrut 'intel-intel' Indonesia. Lalu diajak mempelajari adat-istiadat / kebiasaan masyarakat Indonesia, dan mendapatkan kesimpulan; bahwa masyarakat Indonesia adalah mayoritas beragama Islam. Akan tetapi (maaf pen), sebagian umat Islam di Indonesia adalah umat Islam yang statis tradisional bukan umat yang dinamis rasional, adanya cuma fanatisme dan emosional, jadi mudah dipancing. Bagaimana cara memancing emosinya? Pakai Partai Komunis, di-issukan dulu, bahwa Komunis identik atheis, outomatis bertentangan dengan Islam. Dan yang paling prinsip bagi Amerika Seririkat adalah; ideologi sosialisme harus dilenyapkan dari muka bumi, karena ini bertentangan dengan ideologi Amerika Serikat yang Neo-Leberalisme dan Kapitalisme.

[9]
INDONESIA pada waktu itu ada tiga kekuatan yang akan merebut kekuasaan;
1. PKI (Partai Komunis Indonesia)
2. AD (Angkatan Darat)
3. AU (Angkatan Udara)
Oknum-oknum dari ketiga institusi tersebut diajak berkonspirasi untuk menjatuhkan Bung Karno. Dengan cara, oknum dari salah satu ketiga institusi tersebut disusupkan keinstitusi lainnya, begitu sebaliknya. Mereka diberi tugas memprovokasi atau memberi semangat untuk merebut kekuasaan, dan wajib melaporkan setiap perkembangan kepada para 'DECITION MAKER' di suatu tempat yang disebut KAWAH CHONDRO DIMUKO, di tempat inilah rapat-rapat untuk menyusun strategi merebut kekuasaan dilakukan secara MARATON.

[10]
Sebelum menentukan hari "H" pelaksanaannya, diadakan dulu rapat pembagian tugas (job discription), pihak Amerika Serikat menunjuk "AHN" sebagai komando (hanya sebagai komando strategi, tidak untuk menggantikan posisi Bung Karno sebagai Presiden). Sebab kalau "AHN" langsung naik untuk menggantikan Bung Karno sebagai Presiden, Bung Karno akan tahu, akibatnya gagal lagi untuk menjatuhkan Bung Karno. Namun demikian "AHN" diberikan kebebasan memilih anak buahnya untuk menggantikan Bung Karno sebagai Presiden, dan pilihannya jatuh kepada "S" sekaligus ditunjuk sebagai komando pelaksana lapangan.

[11]
Waktu rapat untuk menentukan hari "H" pelaksanaan, "S" diperintahkan untuk menghubung "U", sekaligus menugaskan "U" untuk menculik beberapa jendral yang 'dekat' dengan Bung Karno, seraya "S" berkata; "kamu ("U") yang berbuat nanti saya ("S") yang mengamankan". Dalam hal ini, mungkin pembaca bertanya: kalau memang "AHN" yang menjadi komando, kenapa dia akan dibunuh?! Inilah politik, di dalam teori politik kekuasaan tidak ada kawan maupun lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan pribadi (Pertama: latar belakang pendidikan perwira militer "AHN" dari Amerika Serikat, kedua: waktu pergantian anggota MPRS antar waktu, "AHN" menjadi Ketua MPRS), kemudian waktu sidang umum istimewa MPRS (22 Juni 1966) untuk meminta pertanggung jawaban Presiden Soekarno, yang berjudul "NAWAKSARA" langsung ditolak oleh Ketua MPRS "AHN." Sebaliknya Ketua MPRS ("AHN") memutuskan memberhentikan Bung Karno sebagai Presiden seumur-hidup (Tap MPRS No. IV Th 1960), dan mengangkat Jendral Soeharto sebagai penggantinya.

[12]
Semua ini ada kaitannya dengan wawancara wartawan TVRI dengan Soeharato di dalam pesawat terbang tentang komunisme, sekembalinya Soeharto melawat kenegaraan dari Uni Sovyet. Soeharto berkata: "dulu saya dipaksa, setelah jadi begini saya dijatuhkan secara inkonstitusional, akan saya GEBUG." Kalimat tersebut penulis tafsirkan ditujukan kepada "AHN" khususnya, sehingga dia ("AHN") di-'CEKAL' sampai akhir hayatnya, dan kepada masyarakat pada umumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun