Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Manusia biasa

Sedang mencari apa yang dicari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menjaga Kewarasan dengan Self-Love

24 Oktober 2023   22:50 Diperbarui: 4 November 2023   22:23 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self love | shutterstock via kompas.com

Kehidupan selalu mengalami perubahan zaman. Sangat mudah akan menjadi "gila" di zaman disrupsi seperti saat ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kelangsungan kehidupan sehat jasmani dan rohani agar tetap dapat mencapai tujuan tanpa terhalang hambatan.

Dalam tulisan ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga kecerdasan dan moralitas agar tetap waras, menegaskan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kewarasan yang alami. 

Tulisan ini mengulas topik tentang mencintai diri sendiri, orang yang terlalu memperhatikan keinginan orang lain, berpikir berlebihan, dan ketidakamanan, serta kesadaran diri yang begitu menggugah dan erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita.

Menyadari Identitas, Menyayangi Diri

Kepercayaan diri memiliki kepentingan yang besar karena merupakn aset yang berharga untuk dapat menjelajahi jati diri; memaksimalkan potensi individual untuk menjadi versi superior dari diri sendiri. Dengan mengakui dan menerima diri sendiri---kelebihan dan kekurangannya---itu dapat memotivasi kita untuk terus mengembangkan kemampuan diri, bukan menggunakan self-love sebagai alasan untuk menjadi malas.

Self-love (kecintaan pada diri sendiri) merupakan usaha yang bersifat rahasia dalam membentuk pandangan yang positif terhadap diri sendiri. Kemampuan mengasihi diri sendiri ini adalah yang dapat mengatasi krisis identitas dan menjaga kepercayaan diri seseorang.

Seringkali, sulit untuk melakukan self-love karena munculnya pemikiran self-hated yang terdalam di dalam pikiran. Selalu menitikberatkan pada aspek-aspek yang kurang menguntungkan, sangatlah penting untuk "mengangkat diri" agar dapat menikmati setiap kebahagiaan dan berkat yang diberikan oleh Tuhan, dan akhirnya menjadi seseorang yang takut untuk bermimpi. 

Manifestasi dari pola pikir benci diri inilah yang seringkali menyebabkan kita kesulitan menerima diri apa adanya.

Seringkali kita tidak menyadari bahwa setiap orang dari kita memiliki ciri khas yang unik. 

Menurut Osho Rajneesh, kita sebagai individu memiliki keunikan yang tak tertandingi karena hanya ada satu diri kita di dunia ini dan tidak akan pernah ada yang serupa dengan kita.

"Seringkali, hidup kita terasa tidak tenang karena kita sering kali memaksa diri untuk menjadi serupa dengan orang lain dengan cara meniadakan keunikannya yang sebenarnya."

Janganlah membuat hidup menjadi asal penderitaan karena sebab bagaimanapun juga, masa yang telah berlalu sudah terjadi. Tidak dapat diubah dan tidak bisa direvisi atau dihapus. Karena itu, disarankan untuk mengarahkan perhatian kita pada apa yang kita miliki saat ini supaya kita dapat mencapai peningkatan dari versi diri kita yang sebelumnya.

Menjadi individu yang cenderung menghargai segala nikmat dalam kehidupan. Mempertimbangkan ke depan dengan sungguh-sungguh begitu vital, hanya saja harus disesuaikan dengan kebutuhan yang tepat. Rasa cemas yang berlebihan terhadap hal-hal yang belum terjadi dengan pasti hanya akan membuat seseorang terjebak dalam perasaan takut dan keraguan, sehingga sulit untuk melakukan langkah maju.

Namun kita sendiri yang paling mampu mencerna diri kita secara penuh. Pemahaman terhadap keberhargaan, kapasitas, dan keterbatasan pribadi menjadi kunci untuk mampu menerima dan mengasihi diri dengan sepenuh hati. 

Namun, kita harus menyadari bahwa memiliki rasa cinta pada diri sendiri tidak sama dengan bersikap egois. Pendapat Erich Fromm adalah bahwa kasih terhadap diri sendiri sebenarnya bertentangan dengan sikap egois.

Seseorang yang memiliki kasih pada dirinya sendiri harus mampu menjadi individu yang lebih memperdulikan orang lain, bukan sebaliknya. Ini sangat wajar karena menyangkut pengertian keberadaan individual. Seseorang yang betul-betul memahami tentang dirinya pasti mengerti batasan antara peduli pada diri sendiri dengan sikap egois atau narsistik.

Mengatasi Sifat Menyenangkan Orang Lain (People Pleaser)

Seseorang yang suka menyenangkan orang lain adalah individu yang menaruh kepentingan orang lain di atas kebebasannya; ia menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada tanggapan yang orang lain berikan terhadapnya. Perbedaannya dengan seorang altruist, orang yang senang menyenangkan orang lain adalah mereka yang melakukan tindakan baik dengan tujuan untuk mendapatkan pujian serta penghargaan dari orang lain, sedangkan seorang altruist lebih bersifat tanpa mengharapkan imbalan ketika berbuat baik; mereka hanya memberikan tanpa mengharapkan balasan.

Orang yang sering berusaha menyenangkan orang lain cenderung menjadi seorang yang mudah mengiyakan dan menyetujui setiap pendapat orang lain. Adanya jenis karakter seperti ini dapat merusak keaslian diri. Dalam hal ini terlihat bahwa dirinya kurang memiliki kasih sayang terhadap dirinya sendiri karena terlalu terfokus pada cari pengakuan dari orang lain.

Akan tetapi, itu tidak berarti kita dilarang menciptakan kebahagiaan bagi orang lain.

Di dalam lingkungan sosial Timur, kita mengalami budaya rasa hormat yang kuat; kebingungan dan keragu-raguan. Suatu budaya yang positif sebenarnya mengajarkan kita untuk memiliki empati yang mendalam terhadap individu lain. Akan tetapi, apabila tingkatnya tidak seimbang dan tidak sesuai dengan situasi, dampaknya bisa menjadi negatif, bisa membuat seseorang merasa minder karena kurangnya kepercayaan diri yang kuat ketika berinteraksi dengan orang lain.

Biasanya, inferioritas seperti ini muncul karena adanya konflik yang terus-menerus dengan ketidakpuasan dan pandangan negatif yang terus-menerus tertanam dalam cara kita melihat diri sendiri. Dampaknya begitu kuat sehingga seorang pribadi penyenang selalu mengejar konfirmasi dari orang lain tentang nilai dirinya, bukannya lebih memahami dirinya sendiri melalui metode intrapersonal.

Lao Tzu dahulu pernah mengingatkan bahwa bila kita terus-menerus memfokuskan perhatian pada pendapat orang lain, kita akan selamanya terikat oleh mereka. Keaslian diri menjadi tertahan oleh kandang-kandang komentar, yang mana hal itu berada di luar kekuasaan kita. Maka dari itu, kita juga perlu teguh pada prinsip-prinsip diri kita sendiri. Apabila benar, silakan mengatakan ya; apabila tidak benar, silakan mengatakan tidak. Sangatlah penting untuk memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang teguh dalam menjalani kehidupan.

Melawan kecenderungan berlebihan dalam berpikir dan ketidakamanan diri (Overthinking dan Insecure)

Kekurangan rasa kasih terhadap diri sendiri bisa membuat kita merasa tidak nyaman dalam menjadi diri sendiri. Insecurity mengakibatkan kita kurang menghormati diri sendiri. Mendapati bahwa diri kita bukanlah individu yang berpengaruh dan memberi makan rasa tidak berharga yang merusak.

Banyak kali perasaan tak percaya diri muncul karena ketidakmampuan kita untuk memenuhi harapan yang kita miliki terhadap diri sendiri. Sayangnya, keadaan ini bermula dari kita yang mempercayai ilusi mengenai standar-standar ideal yang tidak nyata.

Membuat seseorang merasa cantik seolah-olah menuntut seseorang memiliki kulit yang putih terlebih dahulu. Beranggapan bahwa harus memiliki gelar sarjana terlebih dahulu, baru memperoleh rasa percaya diri untuk mengikuti acara reuni sekolah. Semua itu adalah strategi umum yang membuat kita sebaliknya merasa kewalahan, daripada memiliki keyakinan dalam keaslian diri sendiri.

Sementara itu, standar-standar tersebut memiliki unsur subjektivitas yang mendominasi. Banyak kali, semua aturan ini hanya perkara sepele Kami sering kali salah umumkan hal-hal tersebut dengan penilaian yang tidak akurat dan tidak pantas.

Insecurity dipicu oleh kesalahpahaman dalam memahami nasib, lingkungan sosial yang minim penghargaan, dampak budaya populer, dan kesulitan dalam mengendalikan perasaan. Keempat faktor ini memiliki kemungkinan untuk terhubung satu sama lain.

Konteks budaya dan sosial memiliki pengaruh terhadap kondisi pikiran seseorang. Hal inilah yang membuat seseorang yang merasa tidak aman tidak memiliki keberanian untuk melanjutkan perjalanan. Rasa cemas terhadap tanggapan yang mungkin timbul sebagai akibat tindakan yang diambil, padahal hal tersebut tak dapat dihindari. Kesulitannya terletak pada bagaimana kita mengenali rasa takut dengan benar dan menemukan solusi yang cerdas.

Karena rasa ketidakamanan yang kita rasakan, kita sering kali terjebak dalam kekhawatiran yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dipertimbangkan secara mendalam. Sangat baik untuk memiliki sebuah strategi, sebagai pertanda bahwa kita siap menghadapi masa depan yang baru. Namun, jika kita tidak fleksibel dalam menghadapi kenyataan dan terlalu terikat pada apa yang telah direncanakan, hal tersebut akan membuat keadaan semakin berantakan; menganggap bahwa rencana kita telah sepenuhnya gagal.

Walau begitu, boleh jadi objektif dari strategi kita pada kenyataannya berhasil dicapai, hanya dengan pendekatan yang berbeda yang tidak identik dengan yang kita gambarkan sebelumnya. Kami yang terlalu kaku hanya meminta segalanya harus demikian dan begitu, namun lambat menyadari bahwa kehidupan sangatlah dinamis, paradoksikal, dan tak terduga.

Penting dan perlu untuk berhati-hati dan waspada dengan kesadaran pikiran.

Mindfulness adalah kunci untuk mengatasi ketidakamanan dan kecenderungan berpikir berlebihan. Praktik ini bertujuan untuk hidup dengan sepenuhnya menyadari setiap momen dalam kehidupan kita. Satu-satunya perhatian yang diberikan sepenuhnya pada apa yang sedang dialami saat ini tanpa disibukkan oleh hal-hal yang tidak terlalu penting.

Kecepatan perkembangan zaman dan waktu yang semakin terasa terburu-buru membuat kita terkadang tidak sadar akan momen-momen berharga dalam kehidupan. Berjalan melalui setiap hari dengan hanya mengikuti rutinitas belaka.

Setiap pagi melangkah menuju tempat kerja, terjebak dalam kepadatan lalu lintas, tanpa sadar waktu telah berubah menjadi malam. Kami tidak dapat merasakan perjalanan siang hari karena tidak bisa "mengalami" keberadaan kami dalam saat-saat itu. Itulah keadaan hidup ketika hanya dijalani tanpa benar-benar merasakannya dan memahami setiap momen yang ada.

Mindfulness adalah cara kita untuk menjadi lebih sadar dan hati-hati. Latihan kesadaran melatih individu agar lebih responsif, bukan reaktif; lebih peka dalam bertindak, bukan hanya bereaksi impulsif tanpa pertimbangan yang ceroboh dan tidak berdasar. Jika kita memiliki pemikiran yang jelas, atau yang disebut oleh Shunryu Suzuki sebagai pikiran pemula, maka tentunya hal itu dapat diimplementasikan.

Pandangan awal selalu melihat dunia dengan pandangan yang baru, tidak terikat oleh penilaian-penilaian yang membuat kita bingung dalam menentukan sikap. Oleh karena itu, dengan memahami arti, menikmati tiap tahapan, dan mengolah pemikiran secara lebih efektif, kita akan menjadi lebih mampu dalam mengendalikan diri. Perbaiki kemampuan mengendalikan pikiran dan menjadi lebih cerdas dalam mengatur skala prioritas.

Dengan memiliki pemahaman yang lebih dalam terhadap diri sendiri, kita akan lebih mudah mengaktualisasikan kasih sayang pada diri sendiri. Mempertahankan kesehatan mental dan kejiwaan akan menjadi lebih baik dengan menghindari pola pikir berlebihan dan ketidakamanan. Demi menghadapi setiap kendala era ini dengan lebih hati-hati dan menjaga kestabilan mental, semua ini dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun