Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Manusia biasa

Sedang mencari apa yang dicari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kebahagiaan, Keinginan atau Penderitaan

18 Oktober 2023   08:34 Diperbarui: 18 Oktober 2023   19:40 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Keinginan adalah sumber penderitaan/tempatnya di dalam pikiran." Begitu cuplikan lirik lagu Iwan Fals berjudul "Seperti Matahari" yang dirilis tahun 2002 dalam album Suara Hati.

Lirik tersebut penting sebagai pengingat bagi kita hari ini. Manusia-manusia yang semakin tidak bahagia. Bukan karena berkekurangan, bukan karena tidak punya cukup sumber daya alam untuk dimakan, bukan tidak cukup air untuk diminum, bukan tidak cukup udara untuk bernafas.

Manusia menjadi tidak bahagia justru di saat hidup yang semakin dimanjakan oleh kemudahan dan kelimpahan. Mereka menjadi tidak bahagia oleh sebab alam pikirnya, sebab keinginan yang tidak ada ujungnya. Semua tersedia. Namun mereka hidup dengan mantra, "aku inginnya itu..." atau "aku maunya begitu..." atau "aku inginnya ini, tapi gak mau yang begini..."

Orang yang dimanja untuk memperturutkan segala keinginan, berdampak pada hidup yang menyusahkan dirinya sendiri. Misal di rumahnya telah tersedia banyak makanan, tetapi ia menginginkan makanan yang lain.

Atau dalam suatu perjalanan, di sepanjang jalan dijejali banyak warung makan, tetapi ia menginginkan makanan lain yang tidak ada di sana. Ia menderita bukan karena tidak ada makanan, tetapi karena keinginan dan ego.

Dorongan nafsu keinginan membawa daya rusak jika terus dibiarkan. Imam Busiri dalam Qasidah Burdah mengumpamakan nafsu itu ibarat anak kecil yang jika dibiarkan terus menyusu, maka akan semakin besar hasratnya untuk menyusu. Ada waktunya ia harus disapih supaya berhenti menyusu dan menjadi dewasa. Setiap anak harus disapih paksa meskipun awalnya ia akan merengek atau menangis.

Demikian halnya nafsu, ketika tidak dituruti, ia akan meronta. Namun manusia harus menyapihnya demi kebaikan jiwa.

Manusia terkadang dimanjakan untuk terus-menerus memuaskan semua hasrat atau kehendak dengan dalih kebebasan. Ia menuntut hidup tanpa aturan. Semua nafsu, amarah, dan kehendak ingin dilampiaskan.

Mereka beranggapan bahwa dirinya akan menjadi lebih baik ketika semua keinginannya telah dilepasliarkan. Nyatanya, amarah atau nafsu tidak mereda setelah dipuaskan. Ibarat api, baranya justru semakin membesar ketika diberi bensin atau kayu bakar.

Ketika pendapatan seseorang kecil, ia mampu memenuhi semua keperluannya. Saat pemasukannya sedikit, kebutuhannya juga tidak banyak. Semuanya cukup. Ketika pendapatannya semakin besar, kebutuhannya membengkak. Ia merasa tidak pernah ada cukupnya. Kata Buya Hamka dalam Tasawuf Modern (2015, hlm 173), "Orang yang paling kaya ialah yang paling sedikit keperluannya, dan orang yang paling miskin ialah yang paling banyak keperluannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun