Sabtu, 1 Oktober 2020 pada pukul 20.20 WIB di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Telah terjadi insiden kerusuhan pada pertandingan sepakbola antara Arema Fc VS Persebaya yang melibatkan antara supporter Arema dengan Aparat. Pada pasca kerusuhan tersebut mengakibatkan banyak nyawa yang melayang, sekitar 129 orang meninggal pada pasca kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
Kerusuhan tersebut terjadi bermula saat ribuan supporter Aremania turun masuk ke area lapangan setelah Arema menelan kekalahan. Pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan dan Stadion Kanjuruhan menggunakan 4 mobil barracuda.
Petugas keamanan melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar supporter tidak masuk kedalam lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya petugas melakukan tembakan gas air ke arah supporter dan tribun Aremania.
Ditembakannya gas air mata tersebut dikarenakan para pendukung tim yang berjulukan Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan official.
Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo memerintahkan penyelidikan mengenai prosedur keamanan dan Presiden FIFA Gianni Infantino menyebutnya sebagai “hari buruk bagi semua yang terlibat dalam sepak bola dan tragedi yang sulit dibayangkan”.
Akibat dari kejadian itu PSSI mengancam Arema FC dengan hukuman dilarang menjadi tuan rumah hingga sisa kompetisi Liga 1 2022/2023. Adapun PSSI tengah merumuskan format pengamanan kerumunan pertandingan dengan kepolisian, sedangkan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan membuka kemungkinan penyelidikan yang sedang mereka lakukan menemukan “tindak pidana yang lebih besar yang dilakukan bukan oleh pelaku lapangan”. Hingga saat ini kepolisian telah memeriksa 29 saksi—yang terdiri dari 23 anggota kepolisian yang bertugas dalam pengamanan di lapangan dan enam saksi lain, salah satunya dari panitia pelaksana pertandingan—namun belum menetapkan tersangka dalam insiden tersebut.
Pada Konferensi Pers yang digelar oleh koalisi masyarakat sipil untuk sektor keamanan, turut menghadirkan penyintas Tragedi Kanjuruhan yang mengaku melihat dengan mata kepala sendiri ketika dia turun dari tribun VIP di stadion Kanjuruhan, di ujung tangga tergeletak lima orang tak bernyawa.
Salah satu dari mereka adalah kawannya.
“Mereka cuma ditidurkan tanpa alas,” ujar pria yang menolak menyebut namanya tersebut.
“Saya tahu kalau kawan saya itu meninggal, kepalanya ditutupi kardus. Mereka tertidur seperti orang terbujur.”
Korban jiwa berjatuhan tak lama setelah sejumlah pria yang disebutnya “berseragam hitam-hitam” dan mengenakan “atribut lengkap pasukan huru-hara”, yang terdiri dari “helm, tameng dan pentungan”, menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Memang, katanya, pada saat itu kericuhan terjadi ketika suporter dari tribun bagian selatan turun ke lapangan.
Alih-alih menembakkan gas air mata ke arah selatan stadion untuk menghalau para suporter, aparat justru menembakkan gas air mata ke arah tribun yang pada saat itu masih dijejali penonton.
Gas air mata itu sontak memicu kepanikan massa yang berhamburan keluar stadion.
Sayangnya, dari empat pintu yang ada di sisi selatan stadion, hanya satu pintu saja yang terbuka.
“Akhirnya banyak korban berjatuhan”.
Penggemar sepakbola ini juga mempertanyakan mengapa aparat menembakkan gas air mata yang notabene dilarang keberadaannya di stadion oleh federasi sepakbola dunia (FIFA).
“Faktanya, bukan saja membawa senjata gas air mata, tapi malah ditembakkan membabi buta.”
Lebih lanjut, dalam keadaan genting, aparat menghalangi suporter yang hendak membawa satu perempuan ke mobil ambulans.
“Malah didorong-dorong dengan tameng yang dari fiber itu.”
Penggemar sepakbola ini juga mempertanyakan mengapa aparat menembakkan gas air mata yang notabene dilarang keberadaannya di stadion oleh federasi sepakbola dunia (FIFA).
“Faktanya, bukan saja membawa senjata gas air mata, tapi malah ditembakkan membabi buta.”
Lebih lanjut, dalam keadaan genting, aparat menghalangi suporter yang hendak membawa satu perempuan ke mobil ambulans.
“Malah didorong-dorong dengan tameng yang dari fiber itu.”
sumber : https://sultra.antaranews.com/berita/430197/ini-kronologi-tragedi-kanjuruhan-malang
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cxe8ny8vxndo
https://sulteng.antaranews.com/berita/255445/akibat-kerusuhan-arema
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H