Korban jiwa berjatuhan tak lama setelah sejumlah pria yang disebutnya “berseragam hitam-hitam” dan mengenakan “atribut lengkap pasukan huru-hara”, yang terdiri dari “helm, tameng dan pentungan”, menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Memang, katanya, pada saat itu kericuhan terjadi ketika suporter dari tribun bagian selatan turun ke lapangan.
Alih-alih menembakkan gas air mata ke arah selatan stadion untuk menghalau para suporter, aparat justru menembakkan gas air mata ke arah tribun yang pada saat itu masih dijejali penonton.
Gas air mata itu sontak memicu kepanikan massa yang berhamburan keluar stadion.
Sayangnya, dari empat pintu yang ada di sisi selatan stadion, hanya satu pintu saja yang terbuka.
“Akhirnya banyak korban berjatuhan”.
Penggemar sepakbola ini juga mempertanyakan mengapa aparat menembakkan gas air mata yang notabene dilarang keberadaannya di stadion oleh federasi sepakbola dunia (FIFA).
“Faktanya, bukan saja membawa senjata gas air mata, tapi malah ditembakkan membabi buta.”
Lebih lanjut, dalam keadaan genting, aparat menghalangi suporter yang hendak membawa satu perempuan ke mobil ambulans.
“Malah didorong-dorong dengan tameng yang dari fiber itu.”
Penggemar sepakbola ini juga mempertanyakan mengapa aparat menembakkan gas air mata yang notabene dilarang keberadaannya di stadion oleh federasi sepakbola dunia (FIFA).