1. Subjeknya yaitu orang yang melakukan perdamaian harus orang yang cakap dengan hukum.
2. Objek berupa harta, berwujud
3. Kesepakatan hal-hal yang boleh didamaikan yaitu berupa pertingkaian harta dan bernilai sebatas hak-hak manusia (perihal muamalah) yang dapat didamaikan.
Di paparkan juga mengenai transformasi konsep islah dan tahkim ke mediasi, Al-Qur'an dan Hadits Nabi mengatur proses dua arah untuk menyelesaikan sengketa peradilan, menetapkan fakta hukum (adjudikasi) dan menyelesaikannya melalui perdamaian (islah). Dalam proses penyelesaian sengketa peradilan, hakim tidak mampu mempertimbangkan fakta sebenarnya dari perselisihan para pihak, karena hakim hanya mampu memahami dan mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti persuasif yang disajikan. Hakim memutuskan hukum berdasarkan keyakinan mereka dan bukti yang ada, meskipun pihak-pihak yang bersengketalah yang tahu.
Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak dapat menjamin kepuasan para pihak yang bersengketa, karena beberapa pihak mempunyai pilihan yang terbatas dalam mengajukan bukti. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an yang mengatur tentang proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan perdamaian (Islah dan Sulh). Seperti yang telah dijelaskan di atas, sulh merupakan proses penyelesaian sengketa dimana para pihak sepakat untuk mengakhiri litigasi secara damai. Perjanjian damai (islah) tidak hanya dapat ditegakkan di pengadilan, namun juga dapat dijadikan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Cakupan penerapan sulh di luar ruang sidang sangat luas. Sulh dapat digunakan sebagai metode penyelesaian perselisihan alternatif dalam masalah keluarga, ekonomi komersial, politik, dan lain-lain.
Penyelesaian sengketa secara damai (Islah/Sulh) harus dibenarkan dengan teori Takim, karena penerapan Sulh di luar pengadilan tidak lepas dari peran Hakam sebagai hakim mediasi yang berperan sebagai mediator dalam perkara ini. Secara harfiah tahkim berarti menunjuk seseorang (pihak ketiga) sebagai hakim (Hakam). Artinya kedua pihak yang berkonflik berlindung pada seseorang yang mereka sepakati, setujui, dan bersedia menerima keputusan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Untuk melindungi dua pihak yang bersengketa dari orang yang mereka tunjuk (sebagai mediator) untuk memutuskan/menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Dari sudut pandang fiqh, istilah tahkim dapat disamakan dengan istilah arbitrase. Takim sendiri berasal dari kata "hakkama". Secara umum tahkim mempunyai pengertian yang sama dengan arbitrase seperti yang kita kenal sekarang. Artinya, penunjukan seorang atau lebih sebagai arbiter oleh dua pihak atau lebih yang bersengketa guna menyelesaikan suatu sengketa secara damai. Orang yang menemukan penyelesaiannya disebut "Hakam".
BAB IV MEDIASI DALAM SISTEM PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
Penerapan mediasi dalam sistem peradilan agama didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:
1. Mengurangi kelebihan beban berlebih di lapangan. Karena banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan, proses ini sering kali memakan waktu lama dan mahal, serta hasilnya seringkali tidak memuaskan.
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat (desentralisasi hukum) atau memberdayakan pihak yang berselisih dalam proses penyelesaian sengketa.
3. Mendorong akses terhadap keadilan di masyarakat.
4. Memberikan kesempatan penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak perlu melakukan upaya banding atau pembalikan.
5. Mempercepat penyelesaian insiden dan mengurangi biaya.
6. Rahasia/Tertutup (confidential).
7. Akan semakin terbuka peluang untuk melaksanakan kesepakatan sehingga hubungan baik antara pihak-pihak yang berkonflik dapat tetap terjaga di kemudian hari.
Oleh karenanya, pelaksanaan mediasi di PA dilatar belakangi oleh berbagai alasan, antara lain:
1. Proses mediasi untuk mengatasi penumpukan perkara
2. Berguna sebagai penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah
3. Pemberlakuan mediasi memperluas akses untuk memperoleh rasa keadilan.Â
Selanjutnya mengenai landasan yuridis penerapan mediasi:
1. Pasal 130 HIR (Het Herzieni Indonesich Reglement, Staatsblad 1941:44), atau Pasal 154 R.Bg (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatblad, 1927:227) atau Pasal 31 Rv (Reglement op de Rechtsvordering, Staatblad 1874:52),11
2. SEMA RI No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg.
3. PERMA RI No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
4. PERMA RI No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
5. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
BAB V PERBANDINGAN KONSEP MEDIASI DALAM SISTEM PERADILAN AGAMA DAN KONSEP MEDIASI DALAM TRADISI HUKUM ISLAM