Pada awalnya wujud iklan bersifat sangat sederhana. Seperti papan nama sebuah toko yang di pajang didepan toko, papan nama sebuah toko perkakas, toko makanan, toko bambu, bank dan sebagainya, kesemuanya itu tujuannya sama, yakni mengalihkan perhatian atau mendapatkan perhatian dari khalayak.Â
Dengan adanya papan nama itu khalayak sadar akan toko tersebut, bisa jadi kebetulan membutuhkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh toko tersebut dan kemudian bersedia mampir untuk membeli. Model periklanan seperti yang dijelaskan awal dianggap periklanan yang paling tua sebelum bermetamorfosa hingga sekarang ini, bisa dibayangkan begitulah kira-kira awal mula sejarah periklanan (Muktaf, 2015: 19).
Iklan adalah berita atau pesan untuk membujuk dan mendorong orang agar tertarik pada barang ataupun jasa yang ditawarkan, iklan bisa dipromosikan melalui media periklanan seperti, televisi, radio, koran, majalah, internet dan lain-lain. Pada system ekonomi yang berlandaskan pada pasar, konsumen semakin mengandalkan iklan dan bentuk promosi lainya untuk mendapatkan informasi yang akan mereka gunakan untuk membuat keputusan apakah akan membeli suatu produk ataukah tidak (Morissan, 2010: 1).
Iklan mengandung pemberitahuan kepada masyarakat dan bersifat mempengaruhi pembaca agar melakukan apa yang dikehendaki. Iklan tidak terbatas pada produk melainkan juga informasi, ajakan atau seruan untuk melakukan suatu hal. Seperti ajakan untuk menanam pohon atau menjauhi narkoba (Muktaf, 2015: 4).
Etika berisikan nilai dan norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupannya (Junaedi, 2019: 21). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak & kewajiban moral (ahklak).Â
Begitu banyaknya iklan yang melanggar dan tidak patut untuk disaksiskan oleh berbagai kalangan masyarakat. EPI (Etika Pariwara Indonesia) lahir sebagai pedoman bagi para insan kreatif periklanan. Dalam periklanan di luar griya pengiklan selalu ide/kata-kata yang menarik perhatian tanpa melihat peraturan yang telah diatur dalam EPI.Â
Mulai dari pelanggaran iklan yang tidak boleh ditampilkan dimedia massa hingga klan yang menggunakan kata-kata menjanjikan atau berlebihan dalam memasarkan sebuah produk atau jasa.
Berikut  adalah  iklan-iklan  luar griya  yang  melanggar  EPI:
Diatas adalah Gambar 1 yaitu iklan yang terletak di pertigaan Demangan, Gejayan, Yogyakarta ini berbentuk sepanduk yang ditali disebuah tiang iklan lainya. Pelanggaran yang dilakukan oleh iklan tersebut menurut EPI pasal 2.6.2 tentang "Peningkatan kemampuan seks, yang dimana tidak pantas ditampilkan didepan public dan menjanjikan peningkatan kemampuan seks". Karena mencantumkan kata-kata"mengencangka", "tahan lama", "memperbesar," "panjang".
Kelebihan dari media luar griya diantaranya jangkauan yang luas pada pasar lokal, frekuensinya yang tinggi, iklan cetak yang besar, geographic flexibility, visibilitas tinggi saat liburan, 24 jam terpapar iklan, pesan yang sederhana. Sedangkan kelemahan dari media luar griya seperti pesannya yang sederhana, tidak ada garansi iklan tersebut diingat, high cost dan terbatasnya lokasi yang strategis (Zein, 2019:183).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H