Mohon tunggu...
Azhar Hakimi
Azhar Hakimi Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia Pembelajar

Mengabdi untuk Negeri Sebagai Labour Inspector/ Pengawas Ketenagakerjaan Disnaker Propinsi Sumatera Utara Contact me: WA: 081376989789

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebangkitan Islam di Kota "Daging Kuda"

20 Maret 2021   17:30 Diperbarui: 27 Maret 2021   21:02 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama isteri (Nina Juliana) saat berada di salah satu sudut keindahan Kabupaten Humbang Hasundutan (16 Jan 2021)

Kota kecil itu terlihat sangat sepi. Hanya segelintir orang yang masih terjaga dengan aktifitasnya di tengah kota. Jam kecil di atas dashboard mobil itu menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah hampir sepuluh jam kami menapaki perjalanan ini. Mata yang yang tadinya awas, kini sudah tak mau diajak kompromi. Seluruh penumpang mobil inipun sudah terlelap dalam mimpi. 

 Dipagi buta itu enam buah mobil beriring rapi membawa  tiga puluh orang rombongan safari dakwah menembus keheningan kota Dolok Sanggul, ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan. Kota yang berjarak 270 km dari kota Medan ini, dalam kondisi normal dapat ditempuh kurang dari delapan jam. Sebagian perjalanannya mengitari separuh Danau Toba. 

 Sesampainya di Dolok Sanggul, rombongan langsung tertuju ke sebuah rumah besar yang terletak tepat di pinggir jalan kota itu. Udara dingin diselimuti kabut tipis menyapa lembut saat satu per satu pintu mobil dibuka. Semua merasakan  dingin yang luar biasa. Konon kota ini lebih dingin dibanding kota Brastagi di tanah Karo.  

 Perhatian kamipun tertuju pada satu keluarga yang terbilang unik. Keluarga yang sama sekali tak menyiapkan jaket maupun selimut tebal  di daerah sedingin ini. "Mungkin mereka berasal dari Kutub Utara" gumamku dalam hati.

 Rendang Daging Kuda.

Sesampainya di tempat tujuan, Khalil Basyah, sahabat isteriku saat mondok di pesantren menyambut rombongan dengan hangat. Kedatangan  tamu sebanyak tiga puluh orang di tengah malam tentu sangat merepotkan. Tapi kerepotan itu tidak sedikitpun terpancar dari wajah Khalil dan keluarga. Rendang daging kuda yang menjadi kuliner khas masyarakat Dolok Sanggul  pun siap disajikan.

 Bagi sebagian besar rombongan, ini adalah kali pertama pengalaman mencicipi daging kuda. Tak terkecuali ibu dari anak-anakku. Menurut mereka daging kuda itu enak  seperti daging lembu. 

 Sementara aku dan tiga anakku tak mau mencoba sedikitpun rendang daging kuda itu. Dalam bayangan kami, kasihan sekali kalau hewan tunggangan yang gagah perkasa tersebut harus disembelih demi untuk dinikmati setiap lembar dagingnya. "Kalau daging kuda seperti daging lembu, mengapa bukan daging lembu saja yang disantap?" ujarku penuh alasan. Mereka tetap menyantap dan menghabiskan rendang daging kuda itu tanpa menghiraukan kami yang merasa iba pada si kuda.

 Islam di Dolok Sanggul.

Usai menikmati santap malam daging kuda, Khalil Basyah menceritakan kondisi Islam sebagai agama minoritas di Dolok Sanggul. Dengan jumlah yang tidak sampai tiga persen, ummat Islam di Dolok Sanggul tetap bertahan dan semangat menjalankan ibadah.

 Ada hal unik yang pernah terjadi di Humbang Hasundutan. Di tengah kondisi Islam yang minoritas, ummat Islam di sini pernah berhasil mendudukkan seorang muslim dari salah satu partai Islam menjadi anggota DPRD kabupaten Humbangan Hasundutan sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ini menunjukkan bahwa ummat Islam di Humbang Hasundutan memiliki kekompakan dan kepedulian yang luar biasa.

 Desa Sihite I sebagai tempat tinggal keluarga Khalil Basyah serta tetangganya desa Sihite II sebagai perkampungan muslim menjadi perhatian kami. Di desa Sihite II terdapat sebuah masjid yang sedang dipugar.  Menara masjid dan kamar mandi baru saja selesai berdiri.  

Bangunan utama yang terletak di antara kedua kamar mandi akan segera dirubuhkan. Rencananya bangunan utama akan dibangun kembali  dengan lebih baik dan lebih besar. 

Tepat di depan masjid terdapat sebuah sekolah Madrasah Ibtidaiyah Negeri.  Sekolah yang menjadi harapan bagi keberlangsungan perjuangan generasi muslim yang minoritas.

 Lahan masjid tersebut adalah wakaf dari orang tua Khalil. Untuk pelebaran masjid ini, Khalil kembali mewakafkan tanahnya yang berada tepat di sisi barat masjid tersebut. 

Tidak hanya untuk masjid, lahan sekolah MIN yang ada di depan masjid tersebut juga merupakan tanah wakaf keluarga Khalil. Sementra di sisi Selatan masjid saat ini sedang dibangun sebuah gedung semi permanen. 

Tempat ini akan difungsikan sebagai masjid sementara selama bangunan utama masjid dibangun kembali. Menurut Khalil, bangunan tersebut akan digunakan masyarakat sebagai pusat usaha mikro kecil yang ada di kampung tersebut setelah bangunan utama masjid selesai dibangun.

 Kehadiran rombongan safari dakwah ke Desa Sihite II mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Seperti mendapat suplemen semangat baru, masyarakat di sana menceritakan bagaimana kondisi ekonomi, pemahaman keIslaman serta hubungan interaksi dengan pemeluk agama lain. 

Mendengarkan cerita mereka seperti ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Mungkin diri ini tak kan sanggup menjalani apa yang mereka jalani saat ini.

 Bak Kisah Sinetron

Masuknya Islam ke Dolok Sanggul tak terlepas dari sebuah kisah bak kisah siteron. Alkisah seorang pemuda di desa Sihite bernama Wilhelm Sihite merantau ke daerah Pahae, Tapanuli Utara yang berbatasan  dengan Tapanuli Selatan. Dalam perantauannya, Wilhelm melihat seorang tua yang sedang mengambil wudhu dan hendak melaksanakan sholat. Wilhelm melihat ada cahaya terang menyinari tubuh orang tua tersebut.

 Wilhelm yang penasaran langsung bertanya kepada orang tua tersebut. Orang tua tersebut dengan sabar menjelaskan tentang Islam sebagai agama rahmatan lil alamiin. Setelah mendapatkan penjelasan seputar Islam, Wilhelm langsung memutuskan masuk Islam. Wilhelm Sihite pun berubah nama menjadi Rahmat Sihite.

 Rahmat Sihite yang sudah lama tak pulang kampung mendapati kabar bahwa kedua orang tuanya rindu kepada Rahmat. Rahmat berkirim pesan kepada orang tuanya di kampung bahwa Rahmat sudah memeluk agama Islam. Rahmat akan pulang bila kedua orang tuanya masuk Islam.

 Mendengar kabar tersebut, kedua orang tua Rahmat sangat bersedih. Ibunya yang sangat merindukan Rahmat terus menangis tanpa henti. Sampai suatu saat ibunya mengalami kebutaan akibat terlalu sering menangis. Namun Rahmat bergeming pada pendiriannya. Ia tetap tidak akan pulang sebelum kedua orang tuanya memeluk agama Islam.

 Sampai pada suatu saat akhirnya ayah Rahmat bersedia menerima permintaan Rahmat. Ayahnya mengajak ibunya memeluk agama Islam. Alasan utamanya adalah demi bisa bertemu kembali dengan anaknya.

 Mendengar kabar bahwa kedua orang tuanya masuk Islam, Rahmat pun sangat bergembira. Rahmat pulang ke kampung halamannya sesuai dengan janjinya. Rahmat bertemu dengan kedua orang tua yang sangat dicintainya. Tidak lama setelah Rahmat pulang, mata ibunya kembali pulih dan dapat melihat kembali. 

 Kepulangan Rahmat ternyata membawa perubahan bagi kampungnya. Masyarakat di kampungnya mulai mengenal Islam dengan baik. Saat itu tidak kurang dari delapan puluh orang akhirnya memeluk Islam. Kegigihan Rahmat dan keluarga mengembangkan ajaran Islam di kampungnya berbuah manis. Sampai kini, kampung kelahiran Rahmat menjadi perkampungan Islam yang terus berkembang.

 Belajar dari Khalil Basyah dan Keluarga

Sebagai keturunan ketiga dari Rahmat Sihite, Khalil Basyah ternyata tak kalah gigih dalam memperjuangkan bangkitnya Islam di Dolok Sanggul. Seperti sebuah kebetulan, nenek Khalil (isteri Rahmat Sihite) adalah seorang muallaf. Ibu Khalil juga seorang muallaf. Demikian pula isteri Khalil adalah seorang muallaf. Khalil dan kerabatnya terus mendorong kemajuan Islam. 

 Sebagai pengusaha kemenyan yang sukses di tengah kondisi Islam yang minoritas, Khalil Basyah melanjutkan perjuangan pendahulunya dengan sangat baik. Tak sedikit harta dan tenaga yang sudah digelontorkan Khalil Basyah dan keluarga untuk kemajuan Islam di kampungnya.

"Tantangan kami di sini adalah pemurtadan. Kalau ummat muslim sudah tidak makan, maka akan mudah dimurtadkan. Oleh karena itu, kami berjuang meningkatkan perekonomian ummat Islam di Dolok Sanggul ini" ucap Khalil dengan mata berkaca-kaca.

Sampai Jumpa kota “Kepingan Surga”

Selama tiga hari menjelajahi kota Dolok Sanggul serta daerah sekitar Humbang Hasundutan membawa kesan yang sangat mendalam bagi kami. Keindahan alam dengan hamparan indah danau Toba dan udara yang sejuk memanjakan mata bak kepingan surga yang Allah titipkan buat  masyarakat di sana.

Interaksi dengan masyarakat muslim di sana menyadarkan kami bahwa kami memiliki saudara yang luar biasa. Saudara yang menyadarkan kami arti bersyukur. Saudara yang menyadarkan kami arti persaudaraan, saudara yang menyadarkan kami bahwa kami bukan siapa-siapa. Air mata yang melepas kepulangan kami semoga menjadi bukti bahwa persaudaraan kita sesama ummat muslim lebih dari segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun