Mohon tunggu...
Azhar Fuad Nugraha
Azhar Fuad Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Semester 6 Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Peran Generasi Muda dalam Menyuarakan Perdamaian: Studi Kasus Global Zero Movement dalam Ancaman Nuklir Korea Utara

13 September 2024   16:33 Diperbarui: 13 September 2024   16:35 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Nic Bothman / EPA-Shutterstock)

Semenanjung Korea sudah lama menjadi pusat perhatian dalam kajian keamanan internasional. Program nuklir Korea Utara, yang dimulai setelah negara tersebut keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) pada tahun 2003, telah mengubah situasi politik di Asia Timur dan mengancam keamanan dunia (Fact Sheet on DPRK Nuclear Safeguards, n.d.). Di tengah meningkatnya ketegangan dan kegagalan diplomasi biasa, muncul pertanyaan penting tentang peran yang mungkin dimainkan oleh anak muda dalam menghadapi ancaman besar ini.

Global Zero Movement, sebuah gerakan yang lahir dari kekhawatiran kaum muda tentang masa depan dunia tanpa senjata nuklir, menawarkan cara pandang baru dalam menghadapi masalah Korea Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam peran Global Zero Movement, yang mewakili harapan generasi muda, dalam menanggapi ancaman nuklir Korea Utara dan dampaknya terhadap perdamaian dunia.

Program nuklir Korea Utara adalah hasil dari berbagai kepentingan yang saling terkait, mulai dari politik internasional, keamanan nasional, hingga keinginan rezim untuk bertahan. Sejak uji coba nuklir pertama mereka pada tahun 2006, Korea Utara terus menantang dunia dengan serangkaian uji coba yang semakin canggih (Wit et al., 2004). Berbagai upaya diplomasi, dari pembicaraan enam negara hingga pertemuan Kim-Trump, belum berhasil menemukan jalan keluar yang bertahan lama.

Ancaman yang ditimbulkan oleh program nuklir Korea Utara memiliki banyak sisi. Di tingkat regional, hal ini memicu perlombaan senjata dan meningkatkan risiko konflik. Di tingkat global, penyebaran teknologi nuklir Korea Utara bisa mengubah keseimbangan kekuatan dan melemahkan upaya dunia untuk mencegah penyebaran senjata nuklir (Cha, 2012).

Global Zero Movement didirikan pada tahun 2008 sebagai jawaban atas mandeknya upaya pengurangan senjata nuklir di dunia (Global Zero, n.d.). Gerakan ini menggabungkan semangat anak muda dengan pengalaman para ahli diplomasi dan keamanan, menciptakan wadah baru untuk memperjuangkan perdamaian. 

Dalam menghadapi masalah Korea Utara, Global Zero menggunakan berbagai cara, termasuk mengusulkan kebijakan baru, melakukan diplomasi akar rumput, mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan melatih para aktivis muda. Pendekatan menyeluruh ini bertujuan untuk menciptakan tekanan dari berbagai arah terhadap situasi nuklir yang ada saat ini (Perkovich & Acton, 2009, p. 396). Dengan menggunakan cara yang beragam, Global Zero berusaha mengubah cara berpikir tentang keamanan yang sudah lama ada dan membuka peluang untuk solusi kreatif yang mungkin terlewatkan dalam diplomasi biasa.

Untuk memahami seberapa efektif Global Zero Movement dalam menghadapi masalah nuklir Korea Utara, kita bisa menggunakan teori Konstruktivisme Sosial yang dikembangkan oleh Alexander Wendt. Teori ini menekankan bahwa hubungan antar negara tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau ekonomi, tetapi juga oleh ide-ide dan pemahaman bersama (Wendt, 1999). Jadi, apa yang dilakukan Global Zero bisa dipahami sebagai usaha untuk mengubah cara dunia memandang masalah nuklir.

Global Zero telah mencapai beberapa kemajuan signifikan dalam mengubah wacana mengenai senjata nuklir. Mereka telah berhasil memindahkan diskusi dari "Apakah kita perlu menghilangkan senjata nuklir?" menjadi "Bagaimana caranya menghilangkan senjata nuklir?" (United Nations Office for Disarmament Affairs, 2023). 

Ide mereka tentang pelucutan senjata nuklir secara bertahap telah menjadi topik perdebatan di berbagai pertemuan internasional, termasuk di PBB (United Nations Office for Disarmament Affairs, 2023). Ini sejalan dengan yang dikatakan Wendt tentang "perubahan struktural" dalam politik internasional, di mana aktor non-negara seperti Global Zero dapat mempengaruhi bagaimana negara-negara memikirkan masalah keamanan.

Salah satu kekuatan utama Global Zero adalah cara mereka dalam membentuk aturan baru. Lewat berbagai kampanye, mereka telah menciptakan jaringan aktivis muda di seluruh dunia yang peduli terhadap isu nuklir. Jaringan ini membentuk apa yang disebut dalam teori Konstruktivisme sebagai "komunitas epistemik".

Pendekatan Global Zero yang dimulai dari akar rumput juga telah membuka jalur komunikasi baru, mengajak orang-orang yang biasanya tidak terlibat untuk ikut serta dalam diskusi tentang keamanan nuklir. Ini sejalan dengan pandangan Konstruktivisme bahwa aturan-aturan internasional bisa dibentuk melalui interaksi sosial di berbagai level, bukan hanya di kalangan elit politik (Finnemore & Sikkink, 1998, pp. 887--917).

Namun, Global Zero menghadapi tantangan besar dalam mengubah sistem keamanan yang sudah lama terbentuk. Beberapa kritikus berpendapat bahwa ide-ide mereka terkadang kurang mempertimbangkan kompleksitas politik antarnegara (Sagan & Waltz, 2013). Hal ini sejalan dengan konsep "path dependence" dalam hubungan internasional yang diuraikan oleh Wendt, di mana pola hubungan yang sudah lama terbentuk sulit untuk diubah (Wendt, 1999).

Meskipun begitu, keberhasilan Global Zero dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap bahaya nuklir menunjukkan potensi perubahan jangka panjang. Sebuah survei yang dilakukan oleh International Committee of the Red Cross (ICRC) pada 2019 menunjukkan bahwa mayoritas milenial di seluruh dunia mendukung pelarangan senjata nuklir. Survei ini melibatkan lebih dari 16.000 responden milenial dari 16 negara, termasuk negara-negara bersenjata nuklir seperti Amerika Serikat, Rusia, Prancis, dan Inggris (ICAN, 2020).

Dalam survei tersebut, 84% milenial menyatakan bahwa penggunaan senjata nuklir tidak pernah bisa diterima dalam peperangan atau konflik bersenjata, termasuk di negara-negara yang memiliki senjata nuklir. Dukungan kuat terhadap pernyataan ini terlihat di negara-negara seperti Rusia (86%), Prancis (81%), dan Amerika Serikat (73%). Bahkan, di negara-negara seperti Swiss dan Suriah, dukungan ini mencapai angka yang lebih tinggi, yaitu masing-masing 92% dan 98% (ICAN, 2020).

Peningkatan kesadaran dan penolakan terhadap senjata nuklir di kalangan generasi muda menunjukkan bahwa ada perubahan bertahap dalam pandangan global tentang senjata nuklir. Hal ini juga memperkuat argumen bahwa upaya seperti yang dilakukan oleh Global Zero dalam memobilisasi generasi muda memiliki potensi besar untuk mengubah arah diskusi mengenai keamanan nuklir di masa depan.

Tantangan dalam mendapatkan akses ke pembuat kebijakan di Korea Utara memang masih menjadi hambatan besar. Namun, jika kita melihatnya dari perspektif Konstruktivis, perubahan aturan dan identitas adalah proses yang panjang. Keberhasilan Global Zero dalam mempersiapkan generasi pemimpin baru yang paham akan kompleksitas masalah keamanan nuklir mungkin akan lebih terasa dampaknya di masa depan.

Dengan menggunakan kerangka Konstruktivisme Sosial, kita dapat melihat bahwa meskipun Global Zero belum mencapai tujuan akhirnya, mereka telah memulai proses perubahan struktural dalam cara dunia memandang keamanan nuklir. Keberhasilan mereka dalam mengubah arah pembicaraan, membangun jaringan, dan mempengaruhi pandangan masyarakat menunjukkan potensi besar dari aktivisme anak muda dalam membentuk aturan keamanan global di masa depan.

Studi kasus ini menunjukkan bahwa peran pemuda dalam masalah keamanan global memiliki banyak sisi dan cukup rumit. Di satu sisi, idealisme dan pendekatan baru dapat membuka jalan bagi solusi kreatif yang mungkin terlewatkan oleh cara tradisional. Di sisi lain, keterbatasan akses dan pengalaman bisa membatasi dampak langsung dari upaya yang dilakukan.

Tantangan utama di depan, adalah bagaimana menggabungkan semangat dan ide-ide segar kaum muda dengan pengalaman para ahli keamanan senior. Diperlukan pendekatan yang lebih seimbang, di mana aktivisme pemuda tidak dilihat sebagai pengganti, melainkan pelengkap penting.

Dalam menghadapi ancaman besar seperti proliferasi nuklir Korea Utara, penting untuk mendengarkan berbagai suara. Global Zero Movement, meskipun belum memberikan solusi akhir, telah berhasil memperluas cakupan diskusi dan membuka kemungkinan baru dalam upaya mencapai stabilitas global yang lebih berkelanjutan. Tantangan ke depan adalah bagaimana memanfaatkan kontribusi unik ini menjadi alat yang lebih efektif dalam diplomasi internasional yang rumit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun