Mohon tunggu...
Cerita Sepulang Kerja
Cerita Sepulang Kerja Mohon Tunggu... Novelis - Azhar The Explanator

Cerita yang ada di sini, ditulis sepulang kerja, sebagai pelepas penat saya, dan saya berharap siapapun yang membaca cerita ini, juga bisa melepas penatnya juga

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Buku Azka #1C: Ayo Beritahu Aku, Lia

12 Maret 2024   12:00 Diperbarui: 12 Maret 2024   12:04 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diilustrasikan oleh Neural.love AI

Prolog

Azka adalah seorang kutu buku yang belum pernah jatuh cinta. Kehidupannya di sekolah Quart School berjalan biasa saja sampai dia bertemu secara tak sengaja dengan seorang gadis bernama Syifa di perpustakaan. Pertemuan itu akan mengubah hidup Azka selamanya. Bagaimana cara Azka mendekati gadis itu, dan bagaimana pula gadis itu mengubah hidupnya?
-------------------------------------------

Kawan,

Karena tidak berhasil melakukannya sendiri (entah melakukan apa, aku juga bingung dengan diriku sendiri), aku akhirnya memutuskan untuk minta bantuan Lia. Menurutku, dialah yang paling bisa diharapkan saat ini. Saat kuutarakan niatku, Lia langsung memandangku dengan heran.

"Kamu mau ketemu dengan gadis yang kamu temui kemarin di perpustakaan? Ketemu dengan Syifa maksudmu?"

"Syifa kah namanya? Pokoknya yang kemarin. Yang menyuruhku menutup mulut saat menguap."

"Oh iya, dia Syifa. Kenapa kamu ingin ketemu dengannya?"

Aku tahu kawan, pertanyaan seperti ini akan datang, dan ini adalah pertanyaan yang sulit.

"Hanya ingin ketemu lagi. Dia gadis yang menyenangkan."

"Kamu suka dengan dia ya?" Lia langsung tersenyum mengejek.

"Tidak, bukan seperti itu."

"Ciye, Azka."

"Bukan seperti itu, Lia."

"Oh bukan, kalau begitu ya sudah. Padahal aku mau mempertemukan kalian, tapi kalau kamu cuma mau iseng, sebaiknya tak usah ya."

"Hei, Lia, tunggu!" aku gelagapan, kudekati lagi dia lalu kukatakan dengan lirih, "baiklah, aku, dan gadis itu, ah bagaimana aku mengatakannya ya, oke, oke, aku tertarik. Aku tertarik dengannya, aku ingin mengenalnya lebih jauh."

Geleng-geleng kepala Lia mendengar kalimatku. "Kamu ini Az, gengsinya tinggi sekali. Kalau suka ya tinggal bilang. Apa susahnya."

Lia ini sahabatku kawan. Sebenarnya Aram, Wahid dan Nasri juga terhitung sahabat, atau teman dekatlah. Namun, hanya dengan Lia aku mau terbuka soal sensitif. Termasuk soal perasaan macam ini. Karena aku tahu, meskipun Lia juga bisa mengejek, tapi dia akan membantuku. Seperti sekarang, dia mengajakku ke kantin saat istirahat kedua.

"Kita mau kemana, Lia?"

"Sudah Az, ikuti saja aku. Katanya mau ketemu Syifa, ya kita harus datangi warung tempat Syifa sering makan dong."

"Dimana dia sering makan?"

"Warung bakso sebelah sana. Nah itu dia, orangnya sudah kelihatan dari sini."

Diilustrasikan oleh Neural.love AI
Diilustrasikan oleh Neural.love AI

Seperti yang pernah kubilang, kawan. Kantin sekolah ini diseka dengan kawat dan kasa. Sehingga jarak pandang masih jauh. Aku bisa melihat gadis itu. Aku menelan ludah. Entah kenapa, tiba-tiba aku gugup.

"Ayo, kita datangi dia."

"Entahlah Lia, sepertinya ini bukan ide bagus."

"Ayo, katanya tadi mau ketemu. Nanti kutemani ngobrol deh."

Alhasil aku dan Lia masuk ke warung bakso tersebut. Lia dengan santainya melambai pada Syifa dan mengajakku mendekat. Kami bertiga pun duduk kembali semeja. Syifa menawari kami makan, dan Lia langsung memesan.

"Halo Syif."

"Tumben kamu makan ke sini, Lia. Dan hei, kamu bawa teman. Kamu yang kemarin di perpustakaan itu bukan?"

"I.. iya," kupaksakan kepalaku untuk mengangguk, kuharap itu bukan seperti jurus patukan ayam, "kita bertemu lagi, Syif."

"Ah iya. Kamu sudah tahu namaku ya, sepertinya Lia memberitahumu. Tapi aku belum tahu nama kamu. Siapa namamu?"

"Aku Azka, aku sekelas dengan Lia."

"Kalian pacaran?"

Aku dan Lia langsung kagok mendapat pertanyaan itu, dan reflek menggeleng. Cepat kujelaskan bahwa aku dan Lia hanya teman. Bisa gawat kalau gadis ini menyangka aku sudah punya pacar. Bisa hancur semua kemungkinan pendekatan.

"Oh begitu. Menyenangkan ya, punya teman yang bisa diandalkan. Coba lihat aku, lebih sering kemana-mana sendiri."

"Tidak kok, Syif. Kamu punya banyak teman. Aku salah satunya."

"Iya juga ya. Kamu teman yang menyenangkan, Lia."

Tak lama setelah itu, bakso pesanan kami datang. Seiring makan bakso, Lia dan Syifa asyik membahas bakso enak mana saja yang pernah mereka cicipi, dan mana yang belum. Sementara aku hanya diam saja, tapi mata sibuk bermain ke sana kemari. Kau tahu kawan, katanya perempuan itu makannya lebih lambat dibanding pria. Namun hari itu, aku makan 7 kali lebih lambat dibanding Lia. Bagaimanalah, aku lebih asyik curi-curi pandang ke arah gadis bermata cemerlang di seberangku ini.

"Hei Azka, kok baksonya tidak berkurang. Kamu tidak doyan ya."

Ditanya begitu, aku gelagapan lagi. Untunglah Lia terlatih mengambil alih situasi.

"Azka itu master matematika. Barangkali dia makan sambil berhitung. Supaya pas, habisnya di menit keberapa, detik keberapa."

Syifa tertawa atas humor Lia itu sejenak, tapi kemudian dia berpaling ke arahku. "Kamu jago matematika, Az?"

"Iya, sedikit."

"Bagus tuh. Nanti aku bisa minta ajari, kalau kamu berkenan."

"Tentu. Tentu aku tidak keberatan."

Diilustrasikan oleh Neural.love AI
Diilustrasikan oleh Neural.love AI

Percakapan hari itu masih berlanjut, tapi cuma Lia yang mendominasi percakapan. Aku cuma menyahuti dengan tertawa atau berdehem pendek. Sampailah lonceng tanda jam masuk dipukul, kami pun bergegas kembali ke kelas.

"Az, aku punya pertanyaan serius," ujar Lia saat kembali ke kelas.

"Apa itu?"

"Kapan terakhir kamu pacaran?"

"Pacaran itu berarti hubungan timbal balik saling menyukai antara lelaki dan wanita kan? Kalau yang itu, belum pernah aku."

"Kalau begitu, kamu harus belajar lebih keras, Az. PDKT-mu dengan Syifa tidak akan maju-maju kalau kamu terus seperti siput sakit gigi macam tadi, Az."

"Aku bukan siput sakit gigi. Tadi itu aku gugup."

"Suka-suka kamu lah, Az. Tapi ingat, aku sudah membantu. Sisanya itu urusan kamu. Ah untuk urusan hari ini saja, kamu sepertinya harus membayarku 30 juta rupiah."

"Hei, kenapa jadi sebanyak itu?"

"Tadi kamu minta apa? Ketemuan? Aku memberimu ketemuan, berkenalan, aku promosikan lagi kamu sebagai master matematika. Kurang baik apa lagi aku ini, Az."

"Iya Lia, iya. Terima kasih ya."

-------------------------------------------

Disclaimer penulis

Cerita ini dibuat setelah pulang kerja untuk pelepas penat saja. Saya berharap kisah ini bisa dinikmati siapa saja, entah itu sepulang kerja juga, atau sambil santai ngopi di pagi hari. Satu peringatan dari saya, ini bukan cerita novel yang bersambung secara urut. Kalau anda, ingin membaca lebih banyak cerita seperti ini, bisa main ke lapak saya di Karya Karsa dengan nama pena yang sama.

Salam hangat, Azhar The Explanator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun