Mohon tunggu...
Cerita Sepulang Kerja
Cerita Sepulang Kerja Mohon Tunggu... Novelis - Azhar The Explanator

Cerita yang ada di sini, ditulis sepulang kerja, sebagai pelepas penat saya, dan saya berharap siapapun yang membaca cerita ini, juga bisa melepas penatnya juga

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Buku Azka #1B: Rasa Berjuta Warna Bernama Jatuh Cinta

12 Maret 2024   06:00 Diperbarui: 12 Maret 2024   06:33 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog

Azka adalah seorang kutu buku yang belum pernah jatuh cinta. Kehidupannya di sekolah Quart School berjalan biasa saja sampai dia bertemu secara tak sengaja dengan seorang gadis bernama Syifa di perpustakaan. Pertemuan itu akan mengubah hidup Azka selamanya. Bagaimana cara Azka mendekati gadis itu, dan bagaimana pula gadis itu mengubah hidupnya?

-------------------------------------------

Aku kembali ke kelas untuk mengambil tas hari itu sambil tersenyum, kawan. Aku pulang ke rumah, sepanjang jalan juga tersenyum, kawan. Aku makan siang sambil tersenyum. Aku tidur siang sambil tersenyum. Aku ngemil sore hari sambil tersenyum. Aku mengerjakan PR untuk besok sambil tersenyum. Aku siap-siap tidur dalam keadaan tersenyum. Aku berbaring sambil tersenyum. Aku memejamkan mata sambil mengingat siksa neraka.

“Hei Azka, kalau menguap tuh, mulutnya ditutup, nanti dimasuki setan. Hihihi, seram.”

“Eh kamu tahu namaku?”

“Tentu, Lia yang memberitahu.”

“Jadi, sekarang kita berteman?” aku menyorongkan tangan pada gadis itu, kami sedang berjalan menyusuri lorong, balik dari perpustakaan menuju ke kelasku.

“Tentu, senang bisa berteman denganmu, Az.” Gadis itu hendak menyalamiku, dan tepat saat telapak tangannya yang putih bersih itu hendak bersentuhan dengan telapak tanganku, aku terbangun.

Siksa neraka, siksa neraka, siksa neraka. 

Mimpiku malam itu kawan, ternyata juga membuatku tersenyum, dan aku juga bangun pagi dalam keadaan tersenyum. Makan pagi dengan tersenyum, berangkat sekolah dengan tersenyum, masuk ke lokal 4 sambil tersenyum, dan melihat Aram, aku kembali teringat siksa neraka dan hari kebangkitan.

“Benar-benar mimpi yang merepotkan.”

“Paradoks ya bung,” sela Nasri seolah membaca pikiranku.

“Apa maksudmu?”

“Kau merasa semua seolah buruk, padahal sebenarnya yang kau rasakan itu adalah kesenangan. Jadi itu baik atau buruk.”

Mengoceh! Itulah yang kudengarkan dari mulut Nasri. Aku jadi pusing, jadilah aku pergi lagi, keluar dari lokal dan berjalan-jalan di lorong. Di sana aku bertemu dengan Lia yang baru datang.

“Selamat pagi, Az. Tumben berdiri di sini pagi-pagi. Nungguin siapa hayo?”

“Eh tidak. Aku cuma, cari angin saja. Sumpek di dalam kelas.”

“Baru datang kok sumpek, Az. Ada-ada saja kamu. Ya sudah.”

Lia pun berlalu.

Hari itu menjadi hari yang sangat panjang bagiku kawan, sebab aku tidak tahu apa yang kuinginkan. Aku gelisah seolah-olah besok hari pertama masuk kerja padahal aku adalah fresh graduate. Bergerak ke sini salah, tiduran salah, jongkok di kursi juga salah. Salah semua pokoknya. Baru saat lonceng istirahat pertama berbunyi dan Aram mengajak ke kantin.

Diilustrasikan oleh Neural.love AI
Diilustrasikan oleh Neural.love AI

Huft, semoga di kantin nanti aku bisa bertemu kembali dengan gadis bermata cemerlang itu.

Tunggu, apa yang baru kukatakan tadi?

Aku ke kantin bersama Aram dan Wahid. Seperti biasa, kami memilih nongkrong di warung yang menjual gorengan. Aram segera memesan kopi, dan Wahid mengajakku berbincang mengenai sepak bola. Sebenarnya itu topik kesukaanku, tapi sekarang aku sedang tidak ingin membicarakannya. Sebab mataku sedang jelalatan kemana-mana.

Ayolah, gadis itu pasti terlihat di satu tempat. Kantin saat istirahat pertama ini sangat ramai. Sayangnya, sampai selesai jam istirahat, aku belum melihat keberadaan gadis itu. Yang ada, Wahid heran dengan kelakuanku yang lebih sering diam dan salah menyahuti kalimatnya.

“Az.”

“Iya Hid, jadi dimana si pemilik klub merah hendak berkurban?”

“Az, tidak ada yang membicarakan soal kurban. Fokus, Az, fokus.”

“Eh iya, iya, maaf Hid.”

Begitulah kawan, sesi nongkrong kami saat istirahat pertama berakhir.

-------------------------------------------

Disclaimer penulis

Cerita ini dibuat setelah pulang kerja untuk pelepas penat saja. Saya berharap kisah ini bisa dinikmati siapa saja, entah itu sepulang kerja juga, atau sambil santai ngopi di pagi hari. Satu peringatan dari saya, ini bukan cerita novel yang bersambung secara urut. Kalau anda, ingin membaca lebih banyak cerita seperti ini, bisa main ke lapak saya di Karya Karsa dengan nama pena yang sama.

Salam hangat, Azhar The Explanator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun