"Kemarin, aku bertemu dengan bapakmu di kantor kecamatan."
Aku langsung menyernit kening. Basa-basi macam apa ini. Apakah pria ini tidak bisa berbasa-basi? Itu adalah kalimat paling tak bermutu yang pernah kudengar.
"Oh ya?" gadis ini tetap menghadiahi basa-basi tak bermutu itu dengan keramahan, dia memasang senyum dan tertawa kecil.
"Tunggu," Lia menyerobot, "bagaimana bisa kamu mengenali bapaknya Syifa? Jangan-jangan kamu cuma ngaku-ngaku."
"Tentu saja aku benar-benar bertemu dengan bapaknya Syifa. Aku kan datang ke kantor kecamatan memakai seragam Quart School. Beliau mengenali seragamku dan kami berbincang. Dari sana aku tahu kalau beliau adalah bapaknya Syifa."
Sumpah kawan, aku ingin sekali menanyakan ini pada orang yang duduk di sebelahku ini, sambil meneriakinya. Apa pentingnya kita membahas ini? Namun gadis bermata cemerlang di depanku tetap tersenyum. Seolah-olah hidupnya penuh dengan keriangan. Gadis ini benar-benar menarik!
-------------------------------------------
Disclaimer penulis
Cerita ini dibuat setelah pulang kerja untuk pelepas penat saja. Saya berharap kisah ini bisa dinikmati siapa saja, entah itu sepulang kerja juga, atau sambil santai ngopi di pagi hari. Satu peringatan dari saya, ini bukan cerita novel yang bersambung secara urut. Kalau anda, ingin membaca lebih banyak cerita seperti ini, bisa main ke lapak saya di Karya Karsa dengan nama pena yang sama.Â
Salam hangat, Azhar The Explanator
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H