Mohon tunggu...
Saikhunal Azhar
Saikhunal Azhar Mohon Tunggu... lainnya -

Penulis akan mati, tapi karyanya akan tetap abadi. karena itu menulislah untuk kebahagiaanmu di akhirat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Literasi dan Isyarat Perintah dari Langit

21 April 2016   23:54 Diperbarui: 22 April 2016   00:00 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah SWT telah menurunkan Al-Quran sebagai pedoman hidup seluruh manusia. Di dalamnya memuat berita, aturan-aturan maupun pesan-pesan yang sempurna dan mecakup seluruh aspek kehidupan di dunia sebagai bekal untuk menggapai keselamatan dunia dan akhirat. Semua berita, pesan dan perintah yang disampaikan dalam kitab suci tersebut tentu memiliki isyarat yang sangat penting untuk dipahami, dikaji dan diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Karena tidak mungkin Tuhan membuat semua itu dengan sia-sia atau tanpa tujuan yang jelas. Semua sudah diperhitungkan secara matang jauh di luar logika manusia. Hanya manusia yang menggunakan akalnya untuk berpikir --kata Tuhan--  yang mampu memahami tujuan semua scenario-NYA di dunia ini.

Coba kita simak ayat dari Al-Quran yang pertama kali diturunkan: Iqra’ (bacalah!), dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. (QS. Al-Alaq: ayat1)

            Jika kita kaji lebih lanjut tentang isyarat yang disampaikan dalam ayat tersebut, betapa Allah menurunkan ayat tentang perintah membaca sebagai wahyu pertama itu menandakan pentingnya membaca sebagai landasan keilmuan bagi manusia. Saking pentingnya perintah membaca ini, malaikat Jibril mengulang ayat tersebut, Iqra, “Bacalah” sampai tiga kali kepada Rasulullah sebagai penegasan.

Para ahli tafsir Al Qur’an sepakat, bahwa ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah tersebut menjadi penanda pentingnya membaca. Sehingga Tuhan meletakkan sebagai perintah yang pertama kali diberikan kepada umat manusia, sebelum perintah yang lain. Betapa pentingnya membaca ayat-ayat Tuhan, baik ayat yang tertulis maupun ayat yang tidak tertulis, yaitu seluruh alam dan isinya. Karena dengan membaca, manusia akan diberikan ilmu Tuhan yang disisipkan dibalik ayat-ayat tersebut. Setelah mengetahui ilmu Tuhan, kemudian manusia juga diperintahkan untuk berpikir dan menggali lebih dalam tentang ilmu tersebut.

Kemudian, setelah proses membaca dan berpikir tersebut, Allat SWT. memerintahkan manusia untuk menulis. Isyarat mengenai menulis ini diungkapkan dalam surat Al-Alaq ayat ketiga  yang berbunyi “Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam (pena),”. Bahkan Allah SWT., bersumpah “Nun, demi Qalam (pena) dan apa yang mereka tulis” dalam surat Al-Qalam ayat kesatu. Hal ini juga mengisyaratkan pentingnya kegiatan menulis.

            Kata qalam dalam dalam surat Al-Alaq ayat ketiga tersebut banyak ditafsirkan sebagai lauhul mahfudz, yaitu kitab yang di dalamnya telah tertulis semua hal yang ada di alam semesta ini. Bahkan Allah telah mencontohkan dengan memerintahkan malaikat-malaikatnya untuk mencatat dan membukukan  seluruh amal perbuatan manusia. Maka dari itu, kita sebagai manusia dan ciptaan-Nya tentu juga harus memiliki catatan untuk menyimpan apa-apa yang telah kita “baca” dan “pikirkan”, baik itu dalam bentuk tulisan di buku, data dalam komputer, atau lainnya.

Maka, pantaslah “membaca”, “berpikir” dan “menulis” diperintahkan Allah untuk menjadi kegiatan yang harus dilakukan manusia ketika hendak mendalami hal-hal yang berhubungan dengan keilmuan. Karena pada hakikatnya, Allah-lah yang mengajarkan semua pengetahuan kepada manusia. Ini seperti yang sampaikan-Nya dipenghujung ayat terakhir wahyu pertama yang diturunkan. “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq : 5).

Sampai di sini, saya telah mencatat tiga kata kunci yang sangat penting, Membaca-Berpikir dan Menulis. Melalui perintah itu sesungguhnya Tuhan juga telah mengajarkan kepada manusia bagaimana membaca, berpikir dan menulis. Ketiga kata kunci tersebut, sebagaimana telah kita ketahui bersama dalam beberapa ayat Al-Qur’an di atas  merupakan perintah Tuhan yang saling terkait satu sama lainnya. Pembahasan tentang ketiga kata tersebut tentu saja menjadi hal yang biasa saja, karena sebenarnya sudah sering dibahas oleh mereka yang mendalami Al-Qur’an dari masa ke masa. Akan tetapi, apabila hal tersebut dikaitkan dengan wacana untuk menggairahkan kembali budaya literasi yang belakangan ini semakin mendapatkan perhatian, maka membahas ketiga hal tersebut menurut saya menjadi menarik. Setidaknya kita menjadi semakin yakin bahwa mengamalkan kegiatan membaca, berpikir dan menulis sesungguhnya merupakan perintah langit (baca:Tuhan) yang memiliki isyarat makna yang harus terus kita gali dan kita temukan. Karena dibalik perintah tersebut bisa jadi Tuhan menyimpan the big secret bagi kehidupan manusia.

Terlepas dari rahasia besar Tuhan tersebut, manusia sebenarnya telah lama menyadari tentang pentingnya melaksanakan kegiatan membaca, berpikir dan menulis. Signifikansi ini paling tidak telah dibuktikan oleh sejarah peradaban umat manusia dari masa ke masa. Dalam perkembangan peradaban manusia sampai hari ini, kegiatan yang berkaitan dengan membaca, berpikir dan menulis yang dilakukan manusia terus mengalami proses metamorfosa. Hal ini dapat dilihat dari produk-produk yang telah dihasilkan manusia dari aktivitas membaca, berpikir dan menulis yang kemudian disebut sebagai budaya yang menandai peradaban manusia pada masanya. Budaya ini terus berkembang dan menemukan bentuk yang ideal mengikuti perkembangan nalar  pikir manusia yang ditempa oleh perubahan zaman.

Saat ini periodisasi zaman telah memasuki abad millennium, dan orang-orang yang hidup pada periode ini disebut generasi millenia. Generasi millenia yang hidup pada abad 21 memiliki ciri yang berbeda dari generasi sebelumnya. Perbedaan yang paling mencolok antar generasi tersebut adalah terjadi karena pengaruh teknologi. Sebelumnya, teknologi hanya untuk melengkapi kebutuhan primer saja seperti telepon kabel yang hanya digunakan untuk menghubungi kerabat atau teman. Namun kini kondisinya sudah jauh berbeda, semenjak munculnya teknologi nirkabel dan dunia sudah terhubung dengan internet. Teknologi nirkabel yang kemudian melahirkan Handphone (HP) kini tidak lagi hanya sebatas untuk menelepon saja. Namun HP sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Konten HP juga semakin canggih dan terus dipercanggih untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia modern. HP yang terkoneksi dengan internet dan kemudian dinamai dengan smartphone menjadi trend baru dalam perkembangan teknologi informasi belakangan ini. Tidak berhenti sampai di sini, manusia  modern semakin dimudahkan dengan mesin pencarian (search engine) dengan mewabahnya fenomena mbah google. Sehingga fenomena berpikir instan kemudian menjadi tren baru pada masa ini. Generasi millennia juga dikatakan sebagai masyarakat yang terbuka (open society) yang ditandai dengan munculnya beragam social media seperti facebook, WA, line, twitter dan lain-lain yang dengan mudah menghubungkan antar pribadi sekalipun mereka tidak memiliki latar belakang kedekatan secara personal. Hal ini memicu terjadinya kebebasan bagi setiap orang untuk bergaul dengan siapa saja dan dari komunitas apa saja. Terlepas dari kontroversi yang terus terjadi terutama dampak negatif yang ditimbulkan dari semua itu.

Saya ingin mengatakan bahwa semua ini adalah wujud budaya yang tercipta dari buah pikir manusia dan sebagai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari kegiatan membaca dan menulis. Itu semua terjadi karena adanya proses yang terus dilakukan oleh manusia dalam mengembangkan pola pikirnya melalui membaca dan menulis. Inilah esensi literasi dalam pengertian yang semakin luas. Dulu pada masa awal kemerdekaan Indonesia, pemerintah berjuang keras untuk memberantas buta huruf bagi setiap warga Negara Indonesia. Kemudian pada masa orde baru kebijakan itu terus kukuhkan dengan program B3B, bebas 3 buta: buta huruf, buta aksara dan buta angka. Target dari program ini adalah setiap warga Negara harus bisa membaca dan menulis serta menghitung. Jadi dengan bisa membaca dan menulis serta menghitung saja sudah cukup pada masa itu.

Namun dalam perkembangan budaya manusia dan kemajuan zaman yang semakin melompat jauh ke depan literasi dalam pengertian yang sempit itu tentu sudah sangat tertinggal. Karena budaya manusia saat ini sudah berbicara digitalisasi, komputerisasi dan teknologi informasi. Pada masa ini penguasaan informasi menjadi sangat penting untuk tidak hanya sekadar bertahan hidup, namun juga menciptakan kehidupan baru yang lebih baik. Dalam dunia yang semakin sempit ini, hal yang diperebutkan para pebisnis bukan lagi minyak atau material yang bernilai tinggi namun yang lebih penting adalah mereka mampu menguasai informasi dengan cepat. Oleh karenanya literasi yang dikembangkan dewasa ini adalah literasi informasi. Istilah “information literacy” pertama kali dikemukakan oleh Paul Zurkowski yang mengatakan orang yang literat informasi adalah orang-orang yang terlatih dalam aplikasi sumberdaya dalam pekerjaannya (Behrens,1994). Sejumlah Negara saat ini sedang fokus bagaimana melaksanakan agenda literasi informasi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik di negaranya. Inti dari literasi informasi ini adalah mengajarkan bagaimana seseorang memiliki kesadaran bahwa dirinya membutuhkan informasi yang diperlukan untuk menunjang segala kebutuhan hidupnya. Kemudian ia memiliki kemampuan untuk mencari informasi yang dibutuhkan tersebut. Dan tahap terakhir yaitu bagaimana seseorang tersebut bisa menggunakan atau memanfaatkan informasi yang sudah didapat dalam melancarkan kebutuhan hidupnya. Dalam proses ini tentu terjadi pergulatan antara membaca informasi yang ada, kemudian berpikir apakah informasi tersebut benar atau salah kemudian meneruskan atau mencatat informasi tersebut sekadar untuk dokumentasi pribadi atau untuk keperluan yang lebih besar. Semua ini merupakan sebuah proses yang tidak dipisahkan satu sama lain, saling terkait. Semua bahasan tentang literasi ini pada akhirnya bermuara pada sebuah kegiatan yang bernama belajar, dan alatnya bernama membaca, berpikir dan menulis. Jadi, membaca, berpikir dan menulis hakikatnya adalah sebuah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu mengetahui rahasia Tuhan yang lebih besar tersembunyi di balik ayat-ayat kehidupan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun