Mohon tunggu...
Azhar A. Putra
Azhar A. Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi | Universitas Singaperbangsa Karawang

Peminat film bertema robot dan monster raksasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Netizen Indonesia dan Penyakit Interaksi Verbal yang Digemarinya

9 November 2023   19:38 Diperbarui: 9 November 2023   19:39 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial, kita tentunya tidak bisa hidup tanpa berkomunikasi antara sesama manusia lainnya. Kita dikodratkan untuk hidup secara bermasyarakat dan berinteraksi dengan lainnya dengan cara berkomunikasi. Kita mendapatkan dan memberikan informasi melalui proses komunikasi, maka dari itu tidak diragukan lagi bahwa berkomunikasi adalah salah satu esensi penting dari kehidupan manusia.

Tetapi ketika kita berbicara mengenai Netizen Indonesia, maka tidak salah jika dikatakan bahwa sebagian besar Netizen Indonesia merupakan sekumpulan orang yang berkomunikasi bukan untuk berinteraksi & bertukar informasi, namun merupakan sekumpulan orang yang berkomunikasi untuk merendahkan sesuatu, baik itu karya, manusia, ataupun benda sekalipun. Memiliki pikiran tertutup dan tidak bermoral sepertinya adalah hobi kesukaan Netizen kita.

Faktanya, hasil survei yang dirilis oleh Digital Civility Index pada tanggal 26 Februari 2021, melaporkan bahwa Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara dalam survei tingkat kesopanan pengguna internet, dimana Microsoft menyatakan bahwa Netizen Indonesia "memiliki poin angka sebanyak 76" dimana semakin tinggi angkanya, maka semakin hancur kesopanannya.

Lebih parahnya, harusnya hasil survei ini dapat Netizen Indonesia manfaatkan sebagai alat cerminan diri yang dapat membantu menyadari bahwa sikapnya dalam berinteraksi di dunia maya tidak mencerminkan kepribadian bermoral. Namun, justru mereka makin memberikan bukti kedangkalan pikirannya, dengan menunjukkan aksi "boikot Microsoft" yang sempat menjadi tagar trending di Twitter pada tanggal dirilisnya survei Digital Civility Index itu (26 Februari, 2021). 

Hal ini makin membuktikan bahwa Netizen Indonesia sangatlah anti dengan hal-hal yang berbau kritik. Padahal survei ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesopanan digital, tetapi lagi-lagi Netizen Indonesia berulah dengan aksi "boikot" nya tersebut, yang dimana mereka menganggap bahwa Microsoft lah yang semestinya dianggap tidak sopan karena berani-beraninya mengatakan Netizen Indonesia tidak sopan. Disini sudah terlihat dengan sangat jelas bagaimana "sifat alami" dari Netizen tanah air kita ini.

Kasus tersebut hanyalah sebuah "remah-remah" dari berbagai banyaknya "biskuit" yang dikonsumsi oleh Netizen Indonesia. Pertanyaannya adalah, apa saja sih berbagai jenis hambatan interaksi verbal yang Netizen Indonesia sangat gemar untuk lakukan?

Sebelumnya mari kita ketahui tentang hambatan interaksi verbal, adanya hambatan dalam interaksi verbal dalam komunikasi massa dapat memiliki dampak yang signifikan, terutama terkait efektivitas penyampaian informasi. Hambatan-hambatan ini muncul akibat berbagai faktor. Seperti yang kita ketahui, komunikasi massa mencakup berbagai aspek dalam proses komunikasi. Perannya sangat penting dalam memengaruhi sejumlah besar individu terhadap informasi yang disampaikan. Ketika terjadi kendala dalam interaksi verbal, proses tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar. Jenis-jenis hambatan interaksi verbal mencakup polarisasi, orientasi intensional, evaluasi statis, dan indiskriminasi.

1. Polarisasi

Pada dasarnya, Polarisasi adalah kecerundungan manusia untuk melihat dunia sebagai wadah yang terbagi menjadi dua sisi dalam bentuk lawan kata, seperti apakah sesuatu itu baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit. 

Pada konteks Netizen Indonesia, Polarisasi dapat dicontohkan oleh para Netizen yang suka memihak kepada suatu sisi setiap ada perdebatan. Bukan maksud yang buruk untuk seseorang untuk berpihak kepada suatu kubu, tetapi inti dari Polarisasi adalah kepihakan ini bersifat ekstrimis, sampai ke titik dimana konflik besar terjadi dan perpecahan dan ketegangan masyarakat ikut timbul. 

Contohnya adalah kasus Kopi Sianida Jessica terdapat dua kubu yang percaya bahwa Jessica tidak salah dan sebenarnya telah di "domba hitamkan", dan yang percaya bahwa Jessica adalah pelakunya dan ia pantas mendapatkan hukuman sesuai ganjarannya. Kasus ini ramai dibicarakan diseluruh platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok. 

Tidak apa-apa ketika perdebatan kedua teori ini bersifat tertib dan sekadar batas wajarnya saja, tetapi Netizen Indonesia sampai mengakibatkan perang besar dari adanya kasus ini, dimana mereka saling bertukar kata-kata tidak senonoh yang pada akhirnya terlempar keluar dari topik pembicaraan.

2. Orientasi Intensional

Oreintasi Intensional adalah ketika orang A menilai orang B berdasarkan suatu ciri yang melekat pada diri mereka, sehingga penilaian orang A terhadap orang B hanya berdasarkan ciri tersebut saja, dan mengabaikan kualitas-kualitas lainnya yang dimiliki oleh orang B. Kasus yang sering terjadi di kalangan Netizen Indonesia adalah ketika seorang influencer social media yang wajahnya tidak begitu tampan, maka isi kolom komentarnya akan dipenuhi dengan lontaran hujatan yang mengolok-olok wajahnya tersebut, padahal konten yang disampaikan oleh influencer tersebut sangatlah menarik dan edukatif. 

Hal yang sama juga bisa diperlihatkan oleh seorang influencer sosial media yang kali ini memiliki wajah yang tampan, maka isi kolom komentarnya dibanjiri oleh pujian-pujian mengenai parasnya, dengan mengabaikan isi konten yang dibawakan oleh influencer tersebut.

3. Evaluasi Statis

Evaluasi Statis memiliki kemiripan dengan Orientasi Intensional, dimana bedanya Evaluasi Statis mengacu kepada penilaian keterampilan seseorang sejak momen pertamanya mereka berinteraksi, sehingga apabila penilaian kita terhadap orang tersebut bersifat jelek diawal, maka sampai akhir mereka berkomunikasi, kita enggan untuk peduli dengan mereka. 

Contoh yang biasa dilakukan oleh Netizen Indonesia adalah ketika seseorang membuat inovasi baru, dan inovasi tersebut tidak terlalu penting didalam masyarakat, maka mereka menganggap inovasi tersebut tidak berguna, dan mengharapkan sang inovator agar berhenti saja membuat inovasi-inovasi yang tidak berguna, dengan kata-kata kotor disertakan ujaran kebencian. 

Contohnya adalah fenomena Citayam Fashion Week, dimana ajang tersebut memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk mengekspresikan diri mereka melalui fashion, dan hal tersebut bisa menginspirasi khalayak yang ingin terjun ke dunia busana. Tetapi Netizen Indonesia menganggap hal tersebut sebagai ajang "pamer ke-norak-an" yang tidak berguna. Alhasil orang yang tadinya ingin ikut mengekspresikan diri, jadi merasa ragu karena omongan-omongan Netizen.

4. Indiskriminasi

Indiskriminasi adalah hambatan interaksi verbal yang paling sering terjadi di kalangan pengguna internet. Kasus paling sering yang kita bisa ambil adalah bagaimana mayoritas Netizen Indonesia masih memandang minoritas sebagai kaum yang wajar untuk dianggap remeh, mulai dari mempertanyakan keyakinan mereka, menertawakan ciri khas mereka, dan mengolok-olok tradisi serta budaya mereka. 

Contohnya ketika ada seseorang yang mengunggah video memakan daging babi, maka isi kolom komentarnya akan dipenuhi oleh ujaran kebencian seperti "babi itu adalah makanan haram!" & "dasar kaum minoritas!" padahal sesuatu yang dilarang oleh agamanya bukan berarti harus berlaku di seluruh agama yang ada, karena sesungguhnya Indonesia bukanlah negara yang memiliki satu agama saja, melainkan ada beragam.

Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari kita sebenarnya merupakan bentuk hambatan dalam interaksi. Sebagai makhluk sosial, kita seringkali tidak menyadari kesalahan-kesalahan yang terjadi selama berkomunikasi.

Kita harus lebih bijak dalam menggunakan sosial media, khususnya ketika kita ingin menyampaikan opini ataupun statement. Salah satu kunci utama dalam komunikasi adalah mendengarkan dengan penuh perhatian. Upayakan untuk memahami isi pembicaraan lawan bicara kita, hindari menginterupsi, dan siap untuk merespons setelah mereka selesai berbicara. Seringkali, hambatan komunikasi muncul karena kita membuat asumsi tentang makna yang dimaksud oleh orang lain. Penting untuk memastikan bahwa kita benar-benar memahami apa yang dikatakan oleh lawan bicara kita. Jika ada ketidakjelasan, lebih baik bertanya untuk klarifikasi.

Keterampilan komunikasi kita dapat terus ditingkatkan, dan usaha untuk terus memperbaiki diri dalam hal ini merupakan langkah yang tentunya bersifat positif. Dengan latihan dan kesadaran, kita dapat mengurangi hambatan dalam interaksi verbal. Memberikan umpan balik positif dan konstruktif kepada orang yang kita komunikasikan secara rutin juga dapat membantu mereka meningkatkan keterampilan komunikasi mereka, sebagaimana halnya dengan kita sendiri juga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun