Tidak apa-apa ketika perdebatan kedua teori ini bersifat tertib dan sekadar batas wajarnya saja, tetapi Netizen Indonesia sampai mengakibatkan perang besar dari adanya kasus ini, dimana mereka saling bertukar kata-kata tidak senonoh yang pada akhirnya terlempar keluar dari topik pembicaraan.
2. Orientasi Intensional
Oreintasi Intensional adalah ketika orang A menilai orang B berdasarkan suatu ciri yang melekat pada diri mereka, sehingga penilaian orang A terhadap orang B hanya berdasarkan ciri tersebut saja, dan mengabaikan kualitas-kualitas lainnya yang dimiliki oleh orang B. Kasus yang sering terjadi di kalangan Netizen Indonesia adalah ketika seorang influencer social media yang wajahnya tidak begitu tampan, maka isi kolom komentarnya akan dipenuhi dengan lontaran hujatan yang mengolok-olok wajahnya tersebut, padahal konten yang disampaikan oleh influencer tersebut sangatlah menarik dan edukatif.Â
Hal yang sama juga bisa diperlihatkan oleh seorang influencer sosial media yang kali ini memiliki wajah yang tampan, maka isi kolom komentarnya dibanjiri oleh pujian-pujian mengenai parasnya, dengan mengabaikan isi konten yang dibawakan oleh influencer tersebut.
3. Evaluasi Statis
Evaluasi Statis memiliki kemiripan dengan Orientasi Intensional, dimana bedanya Evaluasi Statis mengacu kepada penilaian keterampilan seseorang sejak momen pertamanya mereka berinteraksi, sehingga apabila penilaian kita terhadap orang tersebut bersifat jelek diawal, maka sampai akhir mereka berkomunikasi, kita enggan untuk peduli dengan mereka.Â
Contoh yang biasa dilakukan oleh Netizen Indonesia adalah ketika seseorang membuat inovasi baru, dan inovasi tersebut tidak terlalu penting didalam masyarakat, maka mereka menganggap inovasi tersebut tidak berguna, dan mengharapkan sang inovator agar berhenti saja membuat inovasi-inovasi yang tidak berguna, dengan kata-kata kotor disertakan ujaran kebencian.Â
Contohnya adalah fenomena Citayam Fashion Week, dimana ajang tersebut memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk mengekspresikan diri mereka melalui fashion, dan hal tersebut bisa menginspirasi khalayak yang ingin terjun ke dunia busana. Tetapi Netizen Indonesia menganggap hal tersebut sebagai ajang "pamer ke-norak-an" yang tidak berguna. Alhasil orang yang tadinya ingin ikut mengekspresikan diri, jadi merasa ragu karena omongan-omongan Netizen.
4. Indiskriminasi
Indiskriminasi adalah hambatan interaksi verbal yang paling sering terjadi di kalangan pengguna internet. Kasus paling sering yang kita bisa ambil adalah bagaimana mayoritas Netizen Indonesia masih memandang minoritas sebagai kaum yang wajar untuk dianggap remeh, mulai dari mempertanyakan keyakinan mereka, menertawakan ciri khas mereka, dan mengolok-olok tradisi serta budaya mereka.Â
Contohnya ketika ada seseorang yang mengunggah video memakan daging babi, maka isi kolom komentarnya akan dipenuhi oleh ujaran kebencian seperti "babi itu adalah makanan haram!" & "dasar kaum minoritas!" padahal sesuatu yang dilarang oleh agamanya bukan berarti harus berlaku di seluruh agama yang ada, karena sesungguhnya Indonesia bukanlah negara yang memiliki satu agama saja, melainkan ada beragam.