Ekowisata pada awalnya diterapkan untuk mendefinisakan pariwisata yang berhubungan dengan arkeologi dan sumber daya alam. Lalu ekowisata lebih diketahui sebagai pariwisata yang mempunyai basis alam yang mana wisatawan dapat melihat atau menikmati estetika pemandangan alam dan kebudayaan daerah setempat. Selanjutnya definisi lain dari ekowisata menurut Nicolas Hetzer (1965) menyebutkan bahwa ekowisata merupakan kaitan erat interaksi antara wisatawan, lingkungan, dan budaya.Â
Sedangkan definisi lain dari yang disebutkan oleh the international ecotourism Society (TIES, 2015), ekowisata yaitu perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat natural yang melestarikan lingkungan, menyangga kesejahteraan masyarakat lokal dan melibatkan interpretasi dan pengajaran. Maka dari itu, ekowisata disebut menjadi macam khusus dari pariwisata berkelanjutan yang memiliki tujuan untuk bertanggung jawab dalam menggunakan sumber energi alam, budaya dan sejarah selain itu ekowisata juga berkontribusi terhadap masyarakat dan guna konservasi wilayah alam.
Ekowisata adalah jenis khusus dari pariwisita berkelanjutan yang mana ekowisata berfokus kepada konservasi ekologi serta memberikan pembelajaran untuk wisatawan yang berhubungan dengan lingkungan dan konservasi lokal, ekowisata juga bertanggung jawab untuk meminimalkan dampak negative dari pembangunan berkelanjutan. selain itu, ekowisata juga berkontribusi dalam keterlibatan dan partisipasi dari masyarakat dalam hal konservasi dan pengembangan lingkungan alam. Hal tersebut memiliki peran penting dalam pemberdayaan atau peningkatan ekonomi untuk kegiatan konservasi dan masyarakat lokal.
 Menurut saya, concern utama dalam pengembangan dan pelaksanaan ekowisata adalah tentang dampak pembangunan berkelanjutan terhadap lingkungan alam, ekonomi dan sosial. Dimana pembangunan dan eksploitasi yang berlebihan akan berdampak terhadap lingkungan alam, sosial dan budayanya.Â
Sedangkan ekowisata sendiri memiliki tanggung jawab dalam konservasi lingkungan serta menjaga keberlangsungannya. Maka dari itu, ekowisata harus bertanggung jawab dalam konservasi dan perlindungan lingkungan alam maupun fisik sebagai jaminan keberlangsungan terjanganya kelestarian ekosistem ekologi, serta mempunyai manfaat dalam aspek ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal.Â
Masyarakat dapat mempunyai kesempatam untuk menikmati, menyaksikan, dan merasakan pengalaman intelektual, alam, dan budaya masyarakat setempat. Dengan demikian konsep ekowisata yakni konsep yang menekankan adanya pengeloaan tamasya untuk kepentingan ekonomi dan sosial yang mengutamakan kelestarian lingkungan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
Seperti contohnya di Taman Nasional Komodo. Taman Nasional Komodo mencakup wilayah darat dan perairan memiliki luas total 173.000 hektar. Taman nasional ini memiliki tujuan untuk menjaga kelestarian flora dan fauna endemic setempat salah satunya satwa Komodo.Â
Taman Nasional Komodo memiliki pesona yang khas dan unik, dikarenakan taman nasional ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang unik dimana menjadi habitat utama dari satwa langka biawak Komodo yang terdapat kurang lebih 2000 ekor. Selain itu, di Taman Nasional Komodo mempunyai ekosistem hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang yang eksotik dan keunikan dan ciri khas tersebut menjadi daya tarik wisata yang sangat diminati oleh wisatawan dari berbagai belahan dunia.Â
Taman nasional ini juga telah mendapatkan berbagai macam gelar internasional yang meningkatkan branding position dan daya tarik wisatawan. Selain itu, masyarakat lokal di Taman Nasional Komodo juga turut andil dalam menjaga konservasi lingkungan.
Namun, selain dari dampak positifnya pengembangan ekowisata di Taman Nasional Komodo juga menuai berbagai kontroversi terhadap dampak untuk lingkungan alam di sekitarnya. Salah satunya adalah dari rencana pemabangunan geopark baru yang bertemakan Jurrasic Park yang dibangun di Pulau Rinca, NTT
. Hal tersebut digadang-gadang memberikan efek negatif terhadap lingkungan dan alam sekitarnya. Apalagi Pulau Rinca merupakan rumah bagi satwa-satwa langka dan endemik yang hampir punah seperti Komodo dan spesies satwa lainnya. Sehingga hal tersebut akan mengancam keberlangsungan alam dan menganggu kelestarian alam disekitarnya termasuk satwa endemik yang hampir punah yaitu Komodo.
Pembangunan Jurassic Park akan memerlukan lahan yang mana lahan tersebut merupakan tempat tumbuhnya berbagai jenis pohon seperti Kesambi, Asam, dan Bidara yang menghasilkan sumber makanan bagi berbagai satwa seperti Monyet Ekor Panjang. Pembangunan Jurassic Park tentu akan mengurangi dan bahkan menghilangkan sumber makanan bagi satwa tersebut. Jadi sumber makanan bagi Komodao juga ikut terancam karena hewan buruan dan sumber makanan bagi Komodo akan berkurang.Â
Selain itu, dengan pembangunan Jurassic Park, mengancam tempat berlindung bagi anak Komodo dari ancaman karena anak Komodo memiliki insting memanjat pohon selama beberapa tahun memakan serangga dan reptil lain yang lebih kecil seperti cicak dan kadal untuk bertahan dari berbagai ancaman seperti Komodo dewasa yang ingin menyantap anak Komodo. Selain itu, lokasi pembangunan tersebut juga merupakan tempat tinggal bagi hewan-hewan liar seperti Kuda Liar, Babi Hutan, dan Kerbau Liar yang mana hewan-hewan tersebut merupakan sumber makanan utama bagi Komodo. Dengan pembangunan Jurassic Park maka akan merusak keseimbangan ekosistem di sekitarnya karena kehadiran banyak manusia akan menganggu kehidupan satwa-satwa di kawasan tersebut.
Selain itu, ada ancaman dan potensi gangguan lain seperti akan terjadi perubahan bentang alam yang menganggu keseimbangan biodiversitas alam yang akan mengancam ketersediaan air tanah sehingga jumlah ketersediaan air bersih di kawasan ini akan berkurang. Selain itu, pembangunan tersebut akan meninggalkan sampah dan limbah yang menimbulkan pencemaran dan akan menganggu ekosistem dan kehidupan satwa dan biota laut jika tidak terkelola dengan baik.
Pembangunan ini  juga dapat menimbulkan konflik sumber daya lahan dan sengketa sumber daya air dengan masyarakat sekitar. Kontradiksi ini muncul karena wilayah administrasi kota dapat menyusut akibat privatisasi. Maka pembangunan tersebut sudah sepantasnya dikaji pengaruhnya terhadap alam dan lingkungan secara lebih dekat, terlebih ini merupakan Kawasan Taman Nasional.
Ekowisata merupakan bagian dari pariwisata yang mempunyai berbagai efek positif dan efek negatif. Pemerintah dan stakeholder berperan penting untuk memahami berbagai potensi dan membangun ekowisata sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan agar ekowisata dapat terwujud dengan baik.
Selain itu, seiring dengan berjalannya waktu permintaan terhadap ekowisata semakin meningkat sehingga sumber daya alam asli akan semakin terbatas. Pelaksanaan ekowisata harus berfokus kepada sustainable development baik dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya.Â
Dengan itu, diharapkan ekowisata dapat memberikan keuntungan baik dari negara, daerah maupun masyarakat serta dapat diterima secara sosial dan budaya serta para stakeholder yang berkaitan dengan ekowisata. Melaksanakan ekowisata dengan sesuai guna menghindari kerusakan lingkungan yang dan guna menjaga sumber daya alam tetap terjaga dan menghindari kelangkaan dan kelestarian ekologi dapat tercapai.
Namun, permasalahan muncul dikarenakan pemerintah masih belum berperan secara optimal dan sistem kebijakannya belum terlalu memahami ekowisata secara komprehensif walaupun pemerintah sudah berperan dalam mengakomodir kepentingan lingkungan dan sudah ditetapkan undang-undang yang terkait dengan konservasi alam dan ekowisata.
Masyarakat dan pemerintah daerah masih menganggap kontribusi ekowisata di Indonesia masih kecil. Masyarakat lokal harus mendapatkan keuntungan finansial dari pengembangan ekowisata. Secara umum, masyarakat masih terpinggirkan dalam pengembangan ekowisata. Ketika masyarakat menerima manfaat ekonomi dan terlibat dalam kegiatan ekowisata, masyarakat peduli, dan merasa bertanggung jawab atas kelestarian sumber daya ekowisata dan melindunginya.
Referensi :
Baroroh, K. (2020, August 13). PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH EKOWISATA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI SMA. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 16(2), 69--80. https://doi.org/10.21831/jep.v16i2.33268
Dowling, R. (2013). "Chapter 3: The history of ecotourism". In International Handbook on Ecotourism. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing. Retrieved Oct 11, 2022, from https://www.elgaronline.com/view/edcoll/9780857939968/9780857939
Gunter, U., Ceddia, M. G., Leonard, D., & Trster, B. (2018). Contribution of international ecotourism to comprehensive economic development and convergence in the Central American and Caribbean region. Applied economics, 50(33), 3614-3629.
Muchrodji, M., Untari, R., & Untari, D. T. (2017). Permasalahan, Kebijakan, Dan Peningkatan Kapasitas Manajemen Ekowisata Di Indonesia. JABE (Journal of Applied Business and Economic), 1(2), 52-69.
Rohman, T. (2020, November 17). Dampak Pembangunan jurrasic park di Pulau Rinca, Komodo Punah? Phinemo.com. Retrieved December 4, 2022, from https://phinemo.com/dampak-pembangunan-jurrasic-park-di-pulau-rinca-komodo-punah/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H