Pesta tersebut berlangsung sampai jam 1 siang. Semua tamu-tamu sudah bubar, karena melihat hanya ada ibu dan pembantunya disana, aku berinisiatif untuk memembantunya membereskan rumahnya. Hana pun menghampiriku dan berkata “Makasih yah udah hadir di pesta ini!”. “Ohh iya santai aja” jawabku pada Hana.
Kemudian ketika aku ingin pulang, ibunya memberikan tumpangan untuk mengantarkanku pulang kerumah. Ketika di mobil dia mencoba berbicara denganku. “Nadim untuk hari ini terimakasih banyak yah udah mau hadir ke pestanya Hana” ucapnya. Aku selalu mengatakan tidak masalah ketika ibunya hana selalu mengucapkan terimakasih. Lalu Ibu Hana pun kembali berbicara padaku “Ibu sangat sangat berterimakasih sama kamu yang udah nemenin Hana. Dulu dia pendiem banget, tapi semenjak ketemu kamu dia selalu bicarain tentag kamu.” Ucapnya. Aku berpikir waduh kenapa ini, apa aku dikiranya suka sama dia ya? Aku yang saat disana hanya mengangguk-ngangguk terhadap apa yang dikatakan Ibu Hana.
Tetapi disaat perjalanan itu juga ibu hana tiba-tiba berbicara sesuatu yang mengagetkan untukku. “Nadim, ibu ingin kasih tau kamu sesuatu...” ucapnya. “kasih tau apa bu?” tanya diriku pada Ibu Hana. “Sebenarnya... Hana itu sudah sakit dari saat dia SD. Dia didiagnosa mengidap penyakit kanker. Sampai sekarang ia harus merasakan sakit yang dideritanya. Penyakitnya ini bisa disembuhkan kalau dia mau dioperasi di rumah sakit singapura. Tapi katanya dia udah sangat sakit dan udah pengen nyerah aja”. Ucap ibu Hana. Aku yang disana duduk di kursi bagian kiri, terdiam membeku mendengar perkataan tadi. Why? Kenapa bilang sekarang? Kenapa bilang padaku yang padahal bukan siapa-siapanya? Gumam diriku di dalam hati. Kaki-kakiku merinding dan bahkan tidak bisa berkata apa-apa. Lalu Ibu Hana kembali melanjutkan bicaranya “Dana yang harusnya dipake untuk operasi, sudah dipakai untu perayaan tadi. Dan itupun Hana yang inginkan supaya kamu bisa dateng ke pestanya. Mungkin dia bertahan sampai sekarang karena masih ada kamu. Jadi hal yang ibu katakan.... Ibu sekali lagi terimakasih sama kamu yang udah nemenin Hana yah!” ucap ibu Hana.
Seketika dunia terasa terhenti, perkataan ibu Hana tersebut membuat hati ini rasanya dicabik-cabik. Tidak ada sepatah kata pun yang bisa keluar dari mulut ini. Banyak pertanyaan kenapa harus karena diriku? Kenapa tidak operasi? Walaupun jawabannya sudah diberikan pada waktu itu. Bagaikan hati tidak mau menerima apa yang baru saja disampaikan. Bagai perkataan tersebut hanya sebuah kebohongan belaka.
Setelah sampai di depan rumah, aku masih lemas tak berdaya mendengar hal itu. Aku membuka pintu mobil dan berterimakasih atas tumpangan yang diberikan. Mataku kosong dan badan terasa sangat lemas. Mengapa harus seperti ini jadinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H