Mohon tunggu...
azas tigor nainggolan
azas tigor nainggolan Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat dan Analis Kebijakan Transportasi

Aktivis Perkotaan yang Advokat dan Analis Kebijakan Transportasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mas Jukimin, Hatinya Tetap Penolong Sesama yang Miskin dan Korban Kekerasan Seksual pada Anak

16 Juli 2024   19:55 Diperbarui: 16 Juli 2024   23:13 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Saya bersama mas Ary, Josua, Muttya, Catherine dan Alicia siang hingga sore tadi mengunjungi rumah kontrakan seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Kami berkunjung ke rumah korban untuk mengetahui dan ingin  merasakan lebih dekat lagi pada situasi sebenarnya kehidupan korban bersama keluarganya. Mungkin kunjungan lapangan ke rumah korban bukan urusan penting dalam menangani atau mendampingi korban. Tapi bagi saya dan mas Ary, kunjungan seperti ini sangatlah penting agar bisa lebih tahu dan lebih merasakan penderitaan korban. 

Pengalaman ini yang ingin kami bagikan kepada teman-teman muda di FAKTA dalam melayani dan mendampingi warga miskin yang menjadi korban. Apalagi kasus ini adalah kasus kekerasan seksual yang korban, Melati seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan. 

Urusan penangan dan pendampingan korban seperti ini bukan sekedar soal administrasi atau aturan hukum yang bisa ditangani hanya dari meja di kantor. Pengalaman kemanusiaan yang hendaknkami bangun bersama korban dan keluarganya. Bukan sekedar pengalaman administrasi menangani kasus hukum kekerasan  seksual.

Kasus publik struktural seperti ini harus ditangani dengan hati karena membutuhkan pendampingan  pemulihan trauma yang panjang. Melati yang diketahui mengalami tiga kali kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang anak laki-laki tetangganya berumur sekitar 14 tahun. 

"Di kamar mandi ini dan di kamar ini anak saya, Melati alami tekanan dan pemaksaan dari si pelaku", ibu korban menceritakan pada saya saat kami berada di loteng yang terdapat deretan kamar antara kosan keluarga pelaku dan keluarga korban. 

Letak kos-kosan mereka memang terletak di pemukiman padat dan miskin di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Harga sewa kamar kosannya Rp 500 ribu per bulan dengan bangunan dari kayu dan sesak. 

Suasana sepi di siang hari memberi kesempatan si pelaku melampiaskan nafsu bejatnya pada Melati. Ibu Melati sehari-sehari mencari nafkah sebagai pedagang warung makanan dan minuman ringan kopi dan teh di tempat kosnya. Sejak umur sekitar dua bulan Melati ditinggal ayah dan dihidupi seorang diri oleh ibunya.

Mas Jukimin adalah teman FAKTA yang menjadi tetangga Melati sekeluarga di pemukiman warga sederhana di Kemayoran. Sebelumnya Melati memiliki pendamping advokat untuk kasus yang dialaminya. Tapi mas Jukimin melihat ada kekeliruan dalam penanaman si advokat terdahulu. Mas Jukimin merasa tidak adil dan memberatkan jika  dalam penanganan kasusnya, keluarga Melati membayar sejumlah uang yang diminta si advokat. 

Menurut mas Jukimin harusnya si advokat menolong Melati sebagai korban dan anak miskin pula. 

"Ya masih punya FAKTA juga kamu Gor dan Ary, advokat gratisan untuk membela warga miskin dan korban", ucap mas Jukimin kepada mas Ary dan saya. 

Atas dasar pemikiran itulah mas Jukimin mengirimkan melati dan orang tuanya kepada saya,  mas Ary dan teman-teman FAKTA untuk tentu mau dan bisa mendampingi dan membela hak Melati sebagai korban secara Pro Bono (tanpa biaya advokat).

Dalam bincang-bincang kami bersama ibu Melati di rumah mas Jukimin terungkap bahwa menurut mas Jukimin  Melati sekarang ini kondisi  lebih emosional dan gampang marah kepada temannya. Juga disampaikan bahwa Melati sering diledek oleh teman-teman tentang kejadian kekerasan seksual yang dialaminya. Nah dialog dan masukan seperti ini baru bisa kita dapat jika kita mendalami situasi korban di pemukimannya.  

Pendalaman dan pemahaman serta merasakan kehidupan korban itulah yang menjadi tujuan utama kunjungan lapangan dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak. Akhirnya menolong anak yang menjadi korban itu lebih dulu, sementara untuk si pelaku yang masih anak juga itu biar aparat hukum yang mengurusnya secara benar. 

Dalam menangani dan mendampingi kasus kekerasan seksual pada naka tidak cukup pandai teori atau menguasai ilmu hukum. Jadi sebagai advokat atau pekerja kemanusiaan harus mendampingi dan membela dengan pendekatan menyeluruh termasuk secara sosial, psikologis dan dengan hati nurani tentu utamanya. Membela berdasarkan kebenaran bukan karena bayaran.

Rumah dan keluarga  mas Jukimin menjadi pos kami bertemu dengan korban dan ibunya agar kami bisa berdialog dengan nyaman. Sebagai aktivis kemanusiaan, mas Jukimin dan isterinya serta anaknya sudah biasa membantu sesamanya yang miskin  juga korban-korban kasus kemanusiaan. Mas Jukimin juga salah satu titik perjuangan awal yang menjadikan diri saya hingga menjadi seperti sekarang. 

Dia, saat itu sebagai Abang tukang becak,  banyak mendidik saya saat berjuang bersama, untuk tetap setia berjuang bagi sesama yang miskin dan para korban ketidak-adilan.  Rumah mas Jukimin pada masa rezim orde baru  Suharto sudah biasa kami jadikan tempat penitipan bagi warga atau orang membutuhkan tempat persembunyian. 

Saya dan mas Ary sudah mengenal mas Jukimin dan isterinya sejak tahun 1990 ketika saya dan mas Ary mendampingi perjuangan Abang tukang becak yang digusur dari Jakarta oleh Wiyogo Atmodarminto, sebagai gubernur  Jakarta ketika itu. Kami ketika itu berjuang bersama teman Institut Sosial Jakarta (ISJ) membela kaum miskin kota, salah satunya adalah Abang tukang becak yang digusur dari Jakarta. 

Perjuangan bersama mas Jukimin Suseno ini berjalan cukup panjang hingga juga kami mendampingi perjuangan melawan penggusuran mereka di kawasan lahan ex bandara Kemayoran Jakarta Pusat. Akhirnya memang mas Jukimin dan kawan-kawan berhasil menempati bagian kecil lahan ex bandara Kemayoran hingga saat ini. Setelah itu pada tahun 2000 mas Jukimin juga ikut membidani kelahiran atau terbentuknya Forum Warga Kota (FAKTA ) Jakarta

Nah di pemukiman inilah mas Jukimin kembali hatinya  sebagai FAKTA penolong orang miskin dan korban menyala, membantu perjuangan Melati, anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Sebagai salah seorang pendiri FAKTA tentunya mas Jukimin masih melekat semangat dan nuraninya pada kebenaran dan keadilan bagi korban adalah yang utama. 

Walau sekarang mas Jukimin sudah menjadi Penasehat Spiritual yang ternama tetapi dia hatinya masih melekat tetap sebagai pejuang bagi warga miskin dan  korban seperti Melati. Ya memang korban lebih punya hati untuk korban. Mas Jukimin sekeluarga pernah mengalami hidup cukup panjang sebagai korban ketidak Adilan. Keberpihakan dan hatinya memang luas untuk para korban.

Siang hingga sore tadi kami berbincang dan senang hati bersama ibu Melati untuk mengatur strategi advokasi hak Melati sebagai korban. Keterlibatan mas Jukimin dan isteri memberi energi dan kekuatan nurani luar biasa buat Melati dan ibunya untuk tetap memperjuangkan hak mereka sebagai korban. 

Tergambar jelas dalam semangat dukungan  yang diberikan mas Jukimin dan isterinya  adalah ikut bersolidaritas,  berbela rasa dan berjuang merebut keadilan akan hak hidup sebagai manusia yang diciptakan sempurna oleh Allah. 

Keberpihakan dan perjuangan sepanjang masa pada korban itu ingin ditunjukan oleh mas Jukimin beserta isterinya secara total, kapan pun dan dimana pun bumi dipijak. Pertemuan sore tadi juga meneguhkan kami sesama kawan pejuang dan korban, tetap bersatu serta tidak habis dimakan oleh waktu.

Astina, 16 Juli 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun