Mohon tunggu...
Cinta Azahra
Cinta Azahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dosen Pembimbing: Dr.Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (dosen FH UNISSULA)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Pidana Penganiayaan/Jarimah Pelukaan kepada Anak Menurut Hukum Pidana Islam

18 Maret 2023   06:24 Diperbarui: 18 Maret 2023   13:57 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

C.UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 82

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Kata Jarimah dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah tindak pidana, peristiwa pidana, perbuatan pidana, dan atau delik pidana.28 Para fuqaha’ sering juga menggunakan istila jarimah sama dengan jinayah. Dari segi etimologi, kata jarimah merupakan masdar dari kata jarama, yang berarti; berbuat salah, sehingga jarimah mempunyai arti yang sama dengan istilah jinayah, yang diartikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda maupun yang lainnya.

tindak pidana atau jarimah menjadi 3 (tiga) macam:
a.Jarimah Hudud ialah jarimah yang diancam hukuman hadd, yaitu hukuman yang telah ditentukan secara pasti dan tegas mengenai macam dan jumlahnya, serta bersifat tetap, tidak dapat dihapus atau dirubah, dan menjadi hak Allah, karena menyangkut kepentingan umum (masyarakat).
b.Jarimah Qishas-Diyat ialah jarimah yang diancam dengan hukuman qisas (hukuman sepadan/sebanding) dan atau hukuman diyat (denda/ganti rugi), yang sudah ditentukan batasan hukumannya, namun dikategorikan sebagai hak adami (manusia/perorangan),di mana pihak korban ataupun keluarganya dapat memaafkan si pelaku, sehingga hukuman (qisas-diyat) tersebut bisa hapus sama sekali. Akan tetapi menurut Khallaf pemerintah masih berhak untuk memberikan hukuman ta’zir, jika pelakunya dimaafkan oleh korban (keluarga korban).
c. Jarimah Ta’zir
Jarimah ta’zir ialah jarimah yang diancam satu atau beberpa hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang bersifat pengajaran dan semacamnya yang tidak ditentukan hukumannya dan hukumannya diserahkan kepada kebijaksanaan penguasa (hakim)

Jarimah al-Jahr al-‘Amd (Penganiayaan Sengaja)
ialah setiap perbuatan di mana pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan maksud melawan hukum.

Adapun hukumannya penganiayaan sengaja yaitu:
1. Hukuman pokok adalah qisas berdasarkan QS. Al-Maidah (5): 45, al-Baqarah (2): 178-179, dan al-Nahl (16): 126
2. Hukum penggantinya adalah diyat dan ta’zir
Jika hukuman qisas terhalang karena ada sebab atau gugur.
Sebab-sebab tersebut adalah tidak adanya tempat anggota badan yang diqisas, adanya pengampunan dari korban, dan perdamaian (sulh) dari pihak korban (keluarganya), maka hukumannya adalah diyat. Akan tetapi, jika hukuman qisas dan diyat tidak dapat dilaksanakan atau dimaafkan oleh korban (keluarganya), maka hukuman ta’zir adalah sebagai pengganti hukumannya.

Jarimah al-Jarh al-Khata’ (Penganiayaan tidak Sengaja) ialah suatu perbuatan di mana pelaku sengaja melakukan perbuatan, tetapi tidak ada maksud melawan hukum. Suatu perbuatan dikatakan penganiayaan tidak sengaja ketika memenuhi dua unsur; 1) perbuatannya disengaja, tetapi; 2) tidak ada niat melawan hukum.
Hukuman bagi penganiayaan tidak sengaja ialah: a. Hukuman pokok adalah diyat.
Diyat dibagi 2 macam, yaitu diyat kamilah (sempurna) dan diyat tidak sempurna (naqisah). Diyat sempurna berlaku jika manfaat jenis anggota badan dan keindahannya hilang sama sekali. Masing-masing diyat sempurna adalah membayar 100 ekor unta. Sedangkan diyat tidak sempurna, jika jenis anggota badan atau manfaatnya hilang sebagian, tetapi sebagiannya masih utuh, dan berlaku baik anggota badan yang tunggal maupun yang berpasangan,maka diyatnya membayar 50 ekor unta.
b. Hukuman penggantinya adalah ta’zir.
Namun, menurut Rokhmadi, berdasarkan semua tindak pidana (jarimah) yang dikategorikan jarimah qisas-diyat menurut ulama salaf, masih menyisakan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) apakah jarimah qisas-diyat itu murni menjadi hak manusia (hak adami) 2) apakah pembayaran diyat yang berupa 100 ekor unta itu menjadi batas minimal atau batas maksimalnya 3) apakah pembayaran diyat itu dapat diganti dengan sesuatu yang senilai dengannya.

Penulis : 

1. Cinta Azahra N.J (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung semarang)

2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H. (Dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun