Jika terdapat tuntutan hukum terhadap justice collaborator atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kedua, yaitu hak mendapatkan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan. Penanganan khusus yang akan diberikan berupa pemisahan tempat penahanan antara saksi pelaku dengan terdakwa lainnya, serta dalam memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa lainnya.
Ketiga, justice collaborator juga akan diberikan penghargaan atas kesaksiannya yang dapat berupa keringanan penjatuhan pidana, atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.Â
Berkenaan dengan vonis Eliezer, jika kita analisa dalam pertimbangan putusan, Hakim memuat alasan peringan diantaranya terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya kelak di kemudian hari, serta keluarga korban telah memaafkan perbuatan terdakwa.Â
Hal inilah yang menjadi faktor pertimbangan vonis ultra petita yang diberikan Hakim kepada Eliezer sebagai hadiah atas kejujuran dan sikap kooperatifnya dalam membuat terangnya persidangan. Alasan peringan tersebut kemudian diakumulasi dengan status justice collaborator. Hal itulah yang menjadi diktum dalam meringankan hukuman pidananya.
Meskipun penetapan status justice collaborator Eliezer menuai pro dan kontra, terlepas dari sengkarut tersebut, atas ikhtisar putusan Hakim, kita harus tetap bercermin pada asas res judicata pro veritate habetur, yang berarti apa yang diputus oleh Hakim harus dianggap benar dan harus dilaksanakan.Â
Artinya, kita harus menghormati putusan Hakim sebagai kekuatan yang mengikat (Bindende Kracht) dan kita harus menghargai judicial activism yang dibuat oleh Hakim dalam mewujudkan keadilan.
Selain itu, kita juga harus meyakini bahwa dalam pertimbangannya, Hakim telah memuat dasar hukum progresif seperti yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo yaitu hukum dibentuk untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H