Mohon tunggu...
Azahra NasyaSyarofah
Azahra NasyaSyarofah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi make-up

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang Didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur

23 Agustus 2023   03:07 Diperbarui: 23 Agustus 2023   03:42 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Thomas R Dye dalam Pengertian Kebijakan Publik (1978) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Berdasarkan Dye, jika pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, tentu ya

objektif, karena kebijakan publik adalah tindakan" pemerintah.

Bahkan jika pemerintah memilih untuk tidak melakukan apa-apa

merupakan kebijakan publik, tentunya dengan tujuan (Budiman R; 2013).

Pendidikan merupakan suatu manfaat dan jasa yang dimiliki oleh masyarakat

(umum) dimana setiap orang berhak atas pendidikan

dan pengajaran, serta pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah

dalam mewujudkan pendidikan nasional guna mewujudkan cita-cita

bangsa dan mencerdaskan bangsa Indonesia.

Jadi kebijakan pendidikan harus konsisten dengan kebijakan publik. Oleh karena itu, pendidikan adalah salah satu masalah menjadi kehidupan orang banyak, sehingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah negara pendidikan merupakan tanggung jawab yang harus dipikul pemerintah dari waktu ke waktu.

Dalam hal ini, kehadiran pemerintah diperlukan untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia (masyarakat) dengan mengeluarkan kebijakan di bidang pendidikan

Kebijakan publik adalah kebijakan pembangunan, kemudian kebijakan pendidikan

pelaksanaan tujuan pembangunan di bidang pendidikan. 

Upaya pemerintah untuk mendorong pemerataan pendidikan adalah dengan membangun sistem zonasi yang dituangkan dalam Permendikbud nomor 14 tahun 2018 yaitu penerimaan siswa baru (PPDB) mempertegas jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah, Dengan demikian, mereka yang lebih dekat dengan sekolah lebih berhak mendapatkan layanan pendidikan dari sekolah. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat pemerataan Pendidikan berkualitas dan harus mampu memadukan tiga pusat pendidikan: sekolah, masyarakat, dan keluarga untuk mendidik masyarakat tentang tanggung jawab

Tanggung jawab pendidikan bukan hanya milik satu pihak tetapi tanggung jawab bersama.

Hal yang paling penting dari pembagian PPDB adalah agar anak dapat mengenyam pendidikan yang paling dekat dengan rumah atau tempat tinggal, jika terjadi kelebihan norma di suatu daerah, dinas pendidikan wajib menemukan sekolah atau membuka les agar tidak ada anak yang tertinggal sekolah.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan zonasi adalah kriteria utama

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat SMP atau SMA. Zonasi atau jarak sekolah menjadi pertimbangan bagi calon siswa yang akan diterima. Menerima

Peserta didik baru (PPDB) saat ini berbasis sistem partisi, dengan tujuan untuk perbaikan sistem pendidikan agar proses pembelajaran berlangsung seefisien dan seefektif mungkin. Untuk kriteria ini kelulusan calon siswa baru berdasarkan zonasi bukan lagi hasil ujian nasional.

Dalam PP No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), pemerintah daerah (provinsi dan kota/kabupaten) memiliki kewajiban untuk memenuhi pelayanan dasar SPM pendidikan. Artinya, pemerintah daerah juga punya andil dan sama-sama memikul beban untuk membangun dan mencapai kualitas pendidikan bermutu di tanah air.

Secara sinkron, terintegrasi dan komprehensif, sistem partisi ini harus berjalan seiring dengan isu-isu berikut.

Pertama, sistem rotasi guru (dengan syarat teknis tertentu). Kedua, meningkatkan kapasitas dan kualitas guru. Ketiga, mengubah model pembelajaran siswa yang diajar oleh guru di sekolah menjadi model kooperatif" bukan sekadar model kompetitif, sesuai dengan persyaratan kompetensi yang relevan yang dituangkan dalam dokumen (komunikasi dan kerjasama). Keempat, pengembangan dan pembangunan infrastruktur sekolah di daerah. Kemudian, kelima, pendataan sekolah, potensi siswa pindahan, demografi siswa benar-benar valid oleh dinas (Dukcapil dan Diknas). Keenam, sistem akreditasi tidak lagi menghasilkan nilai A, B, C, dst. seperti yang terjadi hari ini, mengarah ke pengebirian sekolah. Ketujuh, memperjelas posisi badan peninjau nasional (PBB). Sekedar mengingatkan, mulai tahun 2015 ini, ujian nasional tidak lagi menjadi faktor penentu nilai kelulusan siswa, juga bukan menjadi ukuran unggul atau tidaknya suatu sekolah.

Kedelapan, menjalin koordinasi dan kesamaan pandangan antara Kemendikbud dengan pemerintah daerah, termasuk Kemendagri. Sebab, pengaturan SMA, SMK, SLB berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan SD dan SMP berada di bawah pemerintah kota/kabupaten. Pusat tidak perlu repot menerapkan zonasi siswa atas nama pemerataan pendidikan, tetapi kabupaten enggan melakukannya.

Kesembilan, secara politis memperkuat APBD APBD untuk pendidikan hingga mencapai 20% sesuai ketentuan UUD 1945. Hal ini dikarenakan masih banyak daerah yang tidak serius" dalam pengelolaan pendidikan. anggaran pendidikan dalam Laporan Daerah Pendidikan (PND), 20% lebih rendah;

Kesepuluh, pemerintah pusat harus lebih lunak dalam memungkinkan daerah mengimplementasikan Permendikbud 51 tahun 2018 dan revisi Permendikbud 20 tahun 2019. Daerah juga diminta lebih fleksibel dan kreatif dalam menyusun peraturan teknis administratif, alokasi persentase (zonasi, pencapaian, afirmasi, inklusi, dan gerakan orang tua) yang sesuai dengan konteks lokal, kondisi demografis, infrastruktur aset dasar, dan aspirasi masyarakat. Artinya, alangkah baiknya jika sistem zonasi siswa dilaksanakan secara berjenjang antar daerah dan daerah prioritas yang mendekati pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan -- atau paling tidak daerah yang anggaran pendidikannya (APBD) minimal 20%. diamanatkan oleh konstitusi.

Penerapan sistem partisi di PPDB harus berjalan seiring dengan perbaikan dan penyempurnaan sepuluh poin penting di atas agar dapat bekerja secara bersamaan, terpadu dan menyeluruh. Jika tidak, sistem partisi akan mengambil tindakan setengah-setengah. Tujuan pemerataan akses pendidikan dan mutu pendidikan nasional belum tercapai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun