Kedelapan, menjalin koordinasi dan kesamaan pandangan antara Kemendikbud dengan pemerintah daerah, termasuk Kemendagri. Sebab, pengaturan SMA, SMK, SLB berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan SD dan SMP berada di bawah pemerintah kota/kabupaten. Pusat tidak perlu repot menerapkan zonasi siswa atas nama pemerataan pendidikan, tetapi kabupaten enggan melakukannya.
Kesembilan, secara politis memperkuat APBD APBD untuk pendidikan hingga mencapai 20% sesuai ketentuan UUD 1945. Hal ini dikarenakan masih banyak daerah yang tidak serius" dalam pengelolaan pendidikan. anggaran pendidikan dalam Laporan Daerah Pendidikan (PND), 20% lebih rendah;
Kesepuluh, pemerintah pusat harus lebih lunak dalam memungkinkan daerah mengimplementasikan Permendikbud 51 tahun 2018 dan revisi Permendikbud 20 tahun 2019. Daerah juga diminta lebih fleksibel dan kreatif dalam menyusun peraturan teknis administratif, alokasi persentase (zonasi, pencapaian, afirmasi, inklusi, dan gerakan orang tua) yang sesuai dengan konteks lokal, kondisi demografis, infrastruktur aset dasar, dan aspirasi masyarakat. Artinya, alangkah baiknya jika sistem zonasi siswa dilaksanakan secara berjenjang antar daerah dan daerah prioritas yang mendekati pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan -- atau paling tidak daerah yang anggaran pendidikannya (APBD) minimal 20%. diamanatkan oleh konstitusi.
Penerapan sistem partisi di PPDB harus berjalan seiring dengan perbaikan dan penyempurnaan sepuluh poin penting di atas agar dapat bekerja secara bersamaan, terpadu dan menyeluruh. Jika tidak, sistem partisi akan mengambil tindakan setengah-setengah. Tujuan pemerataan akses pendidikan dan mutu pendidikan nasional belum tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H