Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tulisan Singkat untuk Aprilku Ini

21 April 2020   14:50 Diperbarui: 21 April 2020   15:32 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Kartini bukan sekedar ikut-ikutan posting ritual kebayaan tahunan,  bukan pula perayaan kebebasan perempuan berbikini ria memajang foto di sosial media.  Tapi mari kembali mencari apa sebenarnya yang bisa dikaji dari seorang kartini. 

Ia adalah seorang perwakilan perempuan jaman kolonial dengan keresahan-keresahan dalam surat-suratnya. Kebanyakan gerakan feminis melampaui batas yang ditulis Kartini itu sendiri. Sebenarnya mereka itu memperjuangkan apa?  Coba tengoklah beberapa suratnya dalam kumpulan suratnya yang terkenal itu ;

Surat kartini kepada Nyonya Abendon, Agustus 1900 "Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya".

Kemudian dalam surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1901 "Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. 

Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama".

Hal ini sangat bertolak belakang dalam gerakan feminis radikal yang malahan membuat kodrat perempuan dilupakan, malah ada yang membuang kodratnya untuk mengandung dan menyusui. 

Kemudian coba tengok lagi dalam surat berikut :

Surat Kartini kepada Nyonya Abendon, 10 Juni 1902 "Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan".

Apa yang hari ini kita temukan? Perempuan yang merasa dirinya terdidik malah jauh meninggalkan jati dirinya,  merasa bahwa peradaban barat dengan banyak hal negatif justru lebih baik untuk ditiru.

Padahal jelas dalam Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902 mengatakan bahwa "Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut sebagai peradaban?"

Sayangnya,  kini gerakan feminis menjadi kebablasan dan lupa kodrat. Pendomplengan nama Kartini pada gerakan mereka adalah sebuah kejahatan struktural. 

Semoga membaca surat-surat Kartini kembali membuat kita mengingat dan menghayati perjuangan apa yang sebenarnya Kartini lakukan, keresahan-keresahan apa yang Kartini dengungkan. 

Semoga semangat hari Kartini tidak disalahgunakan dan perempuan Indonesia terus berjaya bagi keluarga, bangsa, negara tanpa lupa akan kodratnya sebagai perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun